Sabtu, 24 Desember 2011
Ibu
dia adalah denyut nadi
dia adalah pahlawan hati
dia adalah peringai raga
dia adalah obat luka
dia adalah sandaran jiwa
dia adalah pelipur lara
dia adalah denyut nadi kita
dia adalah pelipis
pandangan kita
ibu maaf jika kuterus
melukaiin hatimu
ku sabit-sabithatimu dengan keris tajam diri bibir
ibu maafkan ku
cambuyklah aku dalam-dalam
Memperingati hari ibu
dan untuk ibu-ibu sedunia
Syahdu Abu-Abu
Peri biru terbang nan cantik di tepi jiwa resapan syahdu nyiur ombak
paras hati pelerai jiwa
pelipisan raga menyambut sakit tiada terduga
Putri Asri
24 Desember 2011
Pintu Akhir
Pintu akhir kehidupan kini menghantuiku
perisai hidupku sudah hampir pecah
rasa sakit yang sangat
sangat menyakitkan yang hampir membuat detak jantungku berhenti
sakit! sakit! sakit! hanya kata itu
yang kusiratkan
perih! perih! perih! hanya itu yang kurasa
Putri Asry
Bandung,kota kembang
23 Desember 2011
Jumat, 23 Desember 2011
Sabtu, 17 Desember 2011
Sebuah Novel Perjalanan Menyapa Mimpi
Berbagai hari
menjelang hari esok begitu sederhana, ini dunia punya siapa
tanyaku. Terlalu bebas untuk berbuat, aku telah jauhdariNya, dunia ini seperti
kosong dan hampa, ibarat kotak box kosong maka terserah tuan ingin mengisi
apadidalamnya, apresiasikah, ruangbukukah, imajinasi atau budaya. Terserah
orang mau menyebutnya apa, tetapiinilah hidupku. Aku bangga bergaya dengan
prinsipku. Betapasepi kurasakan seorang diri, hanya pada malam hari para teman
berkunjung. Mengobrol tentang makna hari, esok dan nanti. Tentang masa depan.
Sore telah mengajakku berkencan dengan mimpi, ah lebih baik aku sapa mimpi sekarang.
Lelapkan haus akan mimpi.
Ah tak terasa
hujan membangunkan tidurku pada pukul 22.00 wib mala mini, sungguh sepi disemai
Guntur malam. Tok…tokkk…tok..yan,.yan…Assalamualaikum…terdengar suara dari luar
pintu. Ini pasti rendy tebakanku. Walaikumsalam, eh ren, masuk…
Aku : waduh basah kuyup
gini ren?
Rendy : iya yan, tadi
dijalan tiba-tiba diguyur hujan, tiba-tibaaja hujan lebat.
Aku : mungkin kau belum
mandi, jadi langit tahu..hahaa…sebentar aku buatkan kopi dulu ren.
Rendy : oke bro…
Sembari kubuatkan kopi, aku
memikirkan pembahasan mengenai proyek buku yang akan ia kerjakan.
Aku : ngomong-ngomong
bagaimana proses bukumu ren?
Rendy : masih dalam tahap
pengeditan yan…doakan saja cepat selesai.
Aku : oo begitu, ya..yang
penting tetap semangat untuk menyelesaikannya ren, kelak kau akan terkenal dan
namamu dijajarkan dengan sekelas penulis nasional.
Rendy : ah kau terlalu
memuji yan, aku hanya mencoba menulis saja dan menerbitkannya. Untuk menjadi
terkenal itu diluar dari mimpiku.
Aku : ya, menjadi orang
terkenal memang tidak harus bermimpi, usaha yang perlu dilakukan. Seorang
penulis tidak dapat dikatakn penulis jika karyanyabelum pernah dipublikasikan.
Itu yang kutahu.
Rendy : ya benar yan,
pembaca akan tahu jika penulis menyebarkan karyanya ke khalayak luas.
Aku : dahulu aku pernah
bermimpi menulis tentang mimpi ren.
Rendy : hah…yang benar kau
yan? Bagaimana idenya, terdengar menarik ini.jarang kudengar penulis mengangkat
mimpinya menjadi tulisan yang selanjutnya diterbitkan. Kalaupun ada pastilah
penulis yang sudah besar namanya.
Aku : itulah sebabnya aku
ingin mengangkat tema mimpi ini ren. Idenya semua mimpiku kukaitkan kedunia
nyata dan masa depan. Jadi seperti medan magnet 3 waktu.
Rendy : wow…brilliant…keren
yan. Lanjutkanlah mimpi itu, aku orang pertama yang akan membacanya.
Aku : pasti kawan, aku
ingin menuliskannya.
***
Malam semakin larut obrolan
mengenai tulisan tidak berhenti samapai mata kami terkantuk-kantuk. Memang
seorang seniman selalu haus akan kata-kata. Jika telah mengobrolbisa menghabiskan
waktu bberjam-jam. Aku tak sabar menunggu tiga bulan kedepan,kekasihku ulang
tahun dan aku berniat memberinya hadiah terindah dalam hidup ini.
Namanya Rani Amalia Busyra,
cukup panjang namanya. Aku mengenalnya dari sejak semasa SMP sampai saat ini.
Dahulu aku mengira sebatas kekaguman semata akan menjadi persabatan, tetapi aku
malu untuk mengenalnya lebih jauh. Maklum aku hanyalah seorang lelaki bodoh dan
tidak punya nyali kepada wanita. Tetapi jangan ditanya kalau soal mengobrol
dengan sejenis bersama temanku. Hamper setiap harinya kubantai obrolan mereka
dan sampai-sampai mereka terdiam kehabisan kata-kata. Anehnya aku takut ke
wanita, para teman-temanku malah meminta pendapat mengenai pacarnya ke diriku,
dan aku bisa memberinya. Sedangkan aku sendiri tidak dapat mengabulkan masalah
ketakutanku sejak dulu untuk dekat dengan wanita bahkan untuk mengutarakan isi
hatinya. Siang itu aku bertemu rani, tubuhnya munggil dan imut terlihat. Ia
berjalan menuju kelas, aku berdiri didepan kelasku. Selalu kulihat dirinya.
Siapa yang tidak mengenal dirinya yang penuh talenta dalam prestasi dan
bakatnya. Dia seorang penyanyi dengan suara khas yang kusebut jazz klasik.
Sekarang teman-temanku hanya bisa bernyanyi nada pop, itupun kembung aku
mendengarnya, maklum sudah biasa kudengar di radio setiap malamnya. Berbeda
dengan dirinya, ia mempunyai suara yang khas, suara jazz yang lembut. Mesra
kudengar, hal inilah yang diam-diam telah memasuki ruang hatiku, aku
menyukainya dengan diam-diam. Sempat juga aku nervous ketika melihat dirinya berjalan dengan teman lelakinya yang
tak kutahu entah itu pacarnya atau bukan. Beginilah nasib seorang lelaki yang
menyukai secara diam-diam, harus kuat dan pantang menyerah. Ciri khas lainnya
yang ada pada dirinya ialah selalu memakai rok panjang, berbeda dengan cewek
lainnya yang mekakai rok pendek, bahkan sangat pendek sekali pun ada. Dengan
sengaja ingin memamerkan bagian tubuh mereka, hmm.. siapa yang menyukai wanita
seperti itu, lelaki cabul mungkin menyukai dan hasrat sementara tidaklah abadi.
Perasaanku padanya
untunglah hanya sebatas menyukai, aku belum berani menyatakan hatiku padanya.
Biar waktu yang akan menjawabnya nanti. Insyaallah akan ada jalan jika Tuhan
berkehendak mempertemukan kami nanti.
***
Kelas 3 SMP semester akhir mendekati
kelulusan, aku bersama teman-teman sibuk menyiapkan penampilan pada saat pentas
seni perpisahan nanti. Teman-temanku memang menyukai musik tentu mereka akan
menampilkan karya mereka.
Aku hanya
terbiasa menonton sebagai penikmat acara, ketika mereka membutuhkan
pertoonganku aku siap membantu, jika tidak ya sudah aku akan diam duduk manis
melihat aksi mereka. Setiap sorenya teman-temanku latihan band untuk
mempersiapkan penampilan di hari terakhir perpisahan.
Hari ini aku
merasa seorang diri, sangat sepi dan sedih memikirkan nasib, apa aku akan
bertemu Rani. Aku hanya bisa berdoa agar kelak aku akan bertemu dirinya lagi.
Suasana ramai diruang kelas yang bebas karena guru Bahasa Inggris tidak hadir
dikarenakan sakit, riuh membuatku pusing tak karuan. Ihdi,Najmi, Novri mulai
dengan canda mereka dipaling pojok belakang. Ah… aku pusing, tak dapat
berkonsentrasi mengerjakan soal-soal ini. Nanti juga mereka akan mencontek
hasil yang telah kukerjakan, mengapa mereka tidak bisa diam sejenak. Sialan,
mau kutegur malas, biarlah…aku mulai berpindah tempat duduk kebaris depan kiri.
Nah, disini aku mulai bisa berkonsentrasi mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris.
Sejam telah
berlalu, akhirnya tugasku selesai. Yan….yan….terdengar suara dari belakang.
Ihdi : yan,
sudah selesai (dengan memainkan alisnya)…aku contek dulu yan..
Aku : sudah
di, nih…salinlah, waktu tinggal 30 menit lagi. Cepat kau bereskan di.
Ihdi : siap
bos…
Bisanya Cuma
mencontek saja, setiap harinya begini. Mau jadi apa bangsa jika negaranya
berpaham copy paste. Alamak, regenerasi yang tidak memikirkan masa depan. Yang
penting aku tidak seperti mereka, cukup itu saja.
CERPEN SENYAWA
Menanti Kepulangan Bunda
Saat tanganku menggapai teko kaca di pinggir meja makan
sebutir baja mendesing di telinga kiri
Air memercik ke seluruh penjuru ruangan
Serta merta kudekap Jamal yang terperanjat dan mulai
menangis kencang
"Sst... Diam, Jagoan..."
Kunyanyikan senandung timang bunda untuknya
Sejenak Jamal terdiam
Bertenang
Satu-dua butir baja menghambur ke mangkuk Jamal
Bubur memercik ke sana
kemari
Jamal terisak keras
"Malulah pada bunda kalau menangis"
Kugapai krayon merah yang dimainkan Jamal sambil makan tadi
kukelilingi bibirku dengan goresannya
juga kubuat motif lingkaran pada hidungku
Jamal tertawa kecil
Ada badut di hadapannya
Pot bunga kesayangan bunda menghamburkan tanah
Mengotori lantai
Jamal mulai berteriak lagi
-Kupersembahkan tarian badut padamu
Aku berdiri sambil menari-nari
Jamal terpana
kemudian terbahak
Keras
"Sst... Peraturan di sini, harus tertawa tanpa
suara"
Jamal membekap mulutnya
Tubuhnya masih berguncang tawa
Sekejap jendela dapur berlubang
Pada dadaku tergali lubang
Pada jantungku sesuatu bersarang
Panas
Kutatap Jamal sambil tersenyum
"Jagoan, berbaringlah dan jangan bersuara. Kakak
mengantuk sekali, mari kita tidur sambil menunggu bunda pulang"
(Untuk balita-balita
cerdas di Gaza)
SASTRA WIRAWAN
SASTRA
Hidup ini keras, yang tidak kreatif akan segera terinjak zaman. Akhirnya
kualami juga keadaan seperti ini. Perusahaanku bangkrut karena terlena dengan
satu lini produk tanpa variasi dari tahun ke tahun. Dulu memang laris manis,
tapi semenjak saingan-saingan bermunculan, pasarannya menurun dan tidak dilirik
lagi.
Ketika sadar, semua sudah terlambat. Rekening perusahaan habis terpakai
untuk pesangon karyawan dan membayar hutang kepada para pemasok. Rumahku pun
disita, karena isi rekening perusahaan tidak cukup menutupi hutang tersebut.
Biarlah, ini jadi pelajaran dalam hidupku untuk tidak cepat puas dan terlena
akan kejayaan sesaat.
Aku memiliki istri dan seorang anak perempuan. Istriku tidak pernah
mengeluh dan berlapang dada dengan keadaan kehidupan kami yang berubah drastis
memburuk seperti ini. Terima kasih, Sayang. Anakku berumur 4 tahun dan sedang
lucu-lucunya, pemikirannya kritis pula. Maafkan Papa buah hatiku. Papa janji
akan segera mengubah keadaan menjadi lebih baik dan memberikan segala yang
terbaik untuk membesarkanmu.
Dari lingkungan elit, kami pindah ke pinggiran kota. Ke rumah kontrakan yang hanya punya 4
ruangan; ruang depan, kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Yang tersisa dari
kejayaan masa lalu adalah sebuah laptop dan sedikit uang di rekening pribadi.
Keduanya tidak kumasukkan dalam daftar kekayaan, karena memang dari awal aku
menganggap ini adalah hak pribadiku utuh. Mereka tidak berhak mengetahuinya,
apalagi mengambilnya
Laptop kupertahankan karena ini merupakan modal utamaku dalam bekerja.
Mendesain rencana bisnis dan menulis. Uang di rekening sementara dapat menopang
uang makan dan membayar kontrakan selama aku mencari pekerjaan. Maka dari itu
hidup kami tidak terlalu terdesak. Syukurlah…
Ah, ternyata aku masih bisa bersyukur, Tuhan.
Pagi sudah benderang. Saatnya aku berdiri dari renunganku di atas
sajadah. Kukecup istriku yang sedang menyeduh teh di dapur, kemudian aku duduk
di ruang depan, ruang duduk keluarga sekaligus ruang tamu, dan mengetik
surat-surat lamaran serta menulis. Ya, menulis.
Pintu depan terbuka lebar, dan udara pagi masuk. Segarnya.
WIRAWAN
Kepalaku pusing! Hidup semakin hari semakin susah. Perusahaan tempatku
bekerja bangkrut dan kini aku luntang lantung mencari pekerjaan lagi. Surat lamaran sudah kusebarkan
ke banyak perusahaan. Namun sudah lebih satu bulan belum ada satupun panggilan.
Persediaan uang sudah hampir habis, itupun dirampok oleh dua ibu-ibu yang
kesetanan dan masuk ke kamar kostku dan membawa lari dompet berisi sisa
pesangonku. Ketika kukejar, mereka sudah menghilang di lorong-lorong sempit
pemukiman kumuh. Sial! Kalau begini lama-lama aku bisa mati. Tak mungkin aku
membebani ibu di kampung dengan meminta kiriman uang, beliau saja sudah susah
di sana.
Pagi ini sepi, orang-orang sudah sibuk di tempat pekerjaannya
masing-masing, aku berjalan tak tentu arah dipenuhi fikiran kalut. Saat
melewati sebuah rumah yang pintunya terbuka, aku melihat seorang bapak-bapak
sedang berkonsentrasi pada laptop di hadapannya. Seketika aku membayangkan berapa
jumlah uang yang kudapat jika menjual laptop itu. Sangat lumayan.
Kulihat keadaan sekitar, kanan dan kiri.
SASTRA
Seorang pemuda tiba-tiba masuk ke rumah kami. Serta merta ia meninju
mukaku dan mengambil laptop yang sedang kupakai. Sambil mengatasi rasa sakit
yang berdenyut di kepalaku, kutangkap kakinya, kutarik dan ia terjungkal.
Mendengar keributan, anak istriku datang, terkejut dan berteriak.
“Tolooong!!! Toloooong!!! Ada
maliiiiiiing!!”
Pemuda itu panik dan kebingungan.
WIRAWAN
Perempuan dan anak ini ribut sekali!
“Hei! Diam!!!”
“Tolooong!!! Toloooong!!! Ada
maliiiiiiing!!”
Kesal, kuraih vas bunga, kulempar ke arah perempuan itu dan aku segera
berlari.
SASTRA
Vas bunga itu menghantam kening istriku. Ia berteriak kesakitan.
Kepalanya bocor dan darah bercucuran. Beberapa orang berdatangan tergesa, namun
pemuda itu telah hilang.
Istriku dilarikan ke rumah sakit terdekat. Uang di dompetku habis
membayar uang muka rumah sakit. Belum lagi sisanya. Nanti kubayar memakai uang
di rekening yang sudah menipis.
Tuhan, aku tahu ini cobaanmu. Namun terasa bertubi. Tunjukkan jalan. Beri
aku kekuatan melewatinya.
Indralaya, 6
Januari 2011
Cerita Hari Pada Jalan Terpilih
by Rani Amalia Busyra
@kekasihpuisi
07:00 WIB
“Kak, maaf,
sepertinya kita nggak bisa jalan hari
ini,” aku berkata penuh nada penyesalan pada Kak Adnan, kekasihku. Kemarin, 6
Januari 2011, genap empat tahun usia hubunganku dan Kak Adnan. Untuk
merayakannya kami berencana pergi nonton di bioskop.
“Kenapa, Dedek?
Kok tiba-tiba batal gini janjinya?”
di seberang telepon suara Kak Adnan terdengar kecewa, namun tetap bernada
sabar.
“Dedek tiba-tiba
disuruh nyusul Mbak di Bandung.
Katanya penting. Baru aja Mama nelpon. Dedek juga bingung. Mendadak banget.” jelasku.
“Ya udah. Lain kali aja kita jalan. Setelah Dedek pulang dari Bandung, ya.” Kak Adnan memaklumi.
“… Iya… Maaf
Kak.”
“Ohya, Sayang…
Naik pesawat apa nanti?”
“Ngg… Dedek
belum beli tiket pesawat, Kak.”
“Hah?! Belum
beli?! Serius Dedek mau berangkat sekarang? Beli tiket pada hari keberangkatan
biasanya mahal, Sayang.”
“Iya Kak, Dedek tau. Tapi nggak papalah.”
“Kakak antar ke
bandara, ya. Kakak telpon Riko dulu. Mau pinjam motor.”
“Iya, Kak.
Maafin Dedek ya.”
“Nggak papa, Sayangku.”
11:00 WIB
Di bandara kami
singgah dari satu loket maskapai ke maskapai lain, menanyakan jadwal
keberangkatan dan harga tiket. Benar kata Kak Adnan, harga tiket pada hari
penerbangan hampir mencapai dua kali lipat.
“Dek, biar Kakak
aja yang bayar. Anggap aja hadiah hari jadi kita.” Bisik Kak
Adnan ketika aku menghitung uang yang ada di dompetku. Segera dikeluarkannya
uang dari dompet dan dibayarkannya pada petugas di loket.
13:00 WIB
Pesawat
berangkat pukul 14:30 WIB, sebentar lagi aku harus check-in. Saat ini kami sedang makan di restoran fastfood di bandara. Kutatapi Kak Adnan
yang sedang makan. Kupasati mata, wajah, dan gerak tubuhnya yang sudah empat
tahun ini kukenal.
“Dek, habiskan
dulu ayamnya. Sebentar lagi kan
harus check-in.” segera kualihkan
pandanganku ke ayam di piring.
13:30 WIB
“Kak, Dedek
masuk dulu ya.”
“Iya Sayang,
hati-hati ya. Cepat pulang. Kakak takut nggak
kuat nahan rindu.” katanya
menggombal.
Aku tersenyum.
“Iya, Kak…”
15:40 WIB
Mobil travel
yang kunaiki dari Bandara Soekarno – Hatta menuju Bandung berangkat setelah penumpang penuh.
Hari gerimis dan jalanan padat.
21:30 WIB
Ugh.. Badanku
pegal-pegal. Baru saja travel yang kunaiki sampai di tempat tujuan. Di Jakarta
tadi jalanan macet parah. Pukul 18:30 saja kami masih berada di sekitaran
Pancoran.
Udah sampe nih. Jemput di depan Telkom ya.. J
21:32 – Delivered
Aku berdiri di
depan mesin ATM sambil melihat lalu lalang di jalan. Populasi di daerah Geger
Kalong atau biasa disebut Gerlong ini memang didominasi oleh mahasiswa, karena
berada dekat dengan empat instansi akademik; UNPAS, UPI, STT Telkom dan ENHAII.
Dari kejauhan,
sesosok lelaki berjaket coklat dengan rambut panjang terikat berjalan ke
arahku.
“Brrr, dingin
sekali malam ini.” katanya sambil bergidik.
“Salah sendiri,
pakai celana pendek!”
Dia hanya nyengir.
Kutatap lelaki
itu, kemudian kupeluk.
“Aku rindu kamu,
Sayang.” bisikku di telinganya.
Indralaya, 7
Januari 2011
10:10 WIB
Rasakan Bedanya, Sayang
by Rani Amalia Busyra
@kekasihpuisi
Ke mana mereka?
Mengapa lama sekali belum kembali? Apa enaknya bernyanyi-nyanyi sendirian di
room karaoke ini?
Ini sudah
kesekian kalinya kekasihku membawa sahabatnya ke acara kencan kami. Cukup sudah
aku bersabar karena akhirnya kami malah jalan bertiga. Tapi kali ini sudah
tidak dapat kutolerir lagi. Sudah setengah jam lebih, dan mereka belum kembali.
Berkali-kali kutelepon tidak diangkat. Ya sudah, apa salahnya keluar beberapa
menit untuk mencari.
Kucari mereka ke
toilet. Ah, bagaimana caranya ya? Tidak mungkin aku masuk ke toilet laki-laki.
Ketika kebingungan
di depan toilet, seorang petugas cleaning service keluar dari sana.
“Ada yang bisa saya bantu,
Dek?” tanya petugas cleaning service dengan logat Tegalnya yang kental.
“Saya mencari
pacar saya, Mas. Mungkin dia ada di dalam.”
“Wah, nggak ada
siapa-siapa di dalam, Dek. Saya dari tadi bersih-bersih di dalam.”
“Oh, begitu.
Terima kasih ya mas.”
Kemana lagi
harus kucari?
Ketika
kupastikan ke dalam room karaoke, mereka belum juga kembali. Ohya, aku teringat
loteng Karaoke Place
ini. Biasanya kami duduk-duduk di sana,
mengobrol dan menatap langit, ketika menunggu giliran jika semua room masih
dipakai.
***
Di loteng itu
mereka berciuman, berpelukan mesra satu sama lain.
Kekasihku dan
sahabatnya, lelaki itu.
Sesaat tubuhku
limbung.
Akhirnya mereka
sadar ada seseorang selain mereka. Aku.
Mereka mematung.
Kakiku yang
gemetar melangkah mendekat.
Kutatap matanya
yang ketakutan.
Kusentuh
bibirnya dengan jemari kemudian kukecup dalam.
"Bagaimana
Sayang? Rasakan bedanya, dan mana yang lebih kamu suka?"
Dia menangis
sambil memeluk "Maaf…"
Indralaya, 7
Januari 2011
05:30 WIB
The First Choice
By Rani Amalia
Busyra @kekasihpuisi
Satu milimeter lagi, dan pisau ini merobek pergelanganku. Terdengar bunyi pesan masuk dari telepon genggam
yang tergeletak di atas meja belajar.
”April, sedang apa? Kenapa
tiba-tiba aku kangen kamu ya?
Sepertinya aku merasa kehilangan karena kamu tidak sekelas lagi dengan kami.
Maaf, aku jadi aneh seperti ini. Hehe...” sepertinya Kamila sedang kesepian.
Tidak mungkin aku jujur
tentang apa yang hampir terjadi ”Sedang ngeprint,
Mil. Wah, ternyata ada juga yang kangen
padaku, hihi. Sama, aku juga. Sudah lama kita tidak lunch bersama sehabis kuliah.”
***
Empat hari lagi hubungan
dengan Julian berumur sembilan bulan. Tak lagi kudapat senyum cinta bahkan kata
sayang darinya seperti dulu, seperti saat cinta belum penuh ia dapat. Lima
menit yang lalu ia khianati semua janjinya ”Kita tidak perlu lagi melanjutkan
hubungan ini. Aku pusing!”
Aku terpaku dengan telepon
genggam masih menempel di telinga. Seluruh nafas terbang entah kemana. Tak ada
angin, tak ada hujan, semuanya berakhir. Sementara cinta untuknya sedang
bermekaran.
”Ini bukan berarti aku
meninggalkanmu. Aku ingin beristirahat sebentar. Aku tak akan menghilang. Aku
masih ada disekitarmu dan datang saat kau perlu. Percayalah.”
***
”Sekarang tanggal berapa, ya?”
tanya Julian sambil menerawang.
”Menurutmu tanggal berapa?”
”Hmmm, seharusnya hubungan
kita sudah sepuluh bulan, ya...”
Aku langsung menoleh pada
Julian. Apa maksunya membicarakan hal itu?
”Bagaimana jika kita mencoba
lagi?”
***
Aku menangis tersedu.
”Jadi kamu menyalahkan aku?!”
Julian memandang tajam padaku.
”Tidak, aku hanya merasa
sedih. Telepon genggam itu sudah kumiliki selama tiga tahun, amat berharga
bagiku.”
”Salahmu juga. Dasar ceroboh!
Perhatikan diri dan barang-barang saat di keramaian!”
”Tapi kamu dibelakangku. Aku
percaya!”
”Nah! Kamu menyalahkanku, kan?!”
”Bukan begitu...” rasa sedihku
membuncah. Aku memang salah tidak waspada sewaktu menaiki jembatan
penyeberangan. Tapi ia dibelakangku, dan pastinya bisa melihat jika ada orang
yang membuka tasku.
Ketika menoleh ke arahnya, aku naik pitam. Dengan nikmatnya iamendengarkan
iPod! Ini sudah keterlaluan! Kutarik headset
dari telinganya.
”Bisa tidak, kamu menyesuaikan
sikap dengan keadaan?!”
”Oh, begitu. Jadi kamu mau aku
bagaimana? Apa yang bisa kuperbuat?! HAH?! Memang, aku tidak pernah bisa
mengerti apa maumu. Kita memang tidak cocok. Aku menyesal menyambung hubungan
lagi empat hari yang lalu!”
***
Rencana hari ini sudah pasti. Bersantai seharian dirumah dan membuat kue
tart berlapis coklat. Lilin
angka satu kubeli pagi tadi. Akan kutiup sendiri pukul 6 sore. Saat tepat
setahun kutetapkan cinta untuknya. Bukan, ini bukan tentang hubungan. Tapi
tentang rasa dan setia yang kuikrarkan dalam hati untuk terus mencintainya.
Sebentar lagi waktunya tiba.
Tiba-tiba ia datang. Mengajakku meniup lilin bersama. Tak dapat kutahan air
mata.
”Sudah setahun. Aku janji
tidak akan membebanimu.”
***
”My gosh... He’s crazy bastard! Jerk!! Apa urusan dia mencela penampilanmu sampai sebegitunya. Memangnya dia siapa? Berlagak seperti
orang yang mengerti fashion sedunia! Suruh dia bercermin dulu. Tampangnya saja
tidak beres!! Ugh!!
April, apa kamu tidak kasihan
pada dirimu? Diremehkan seperti itu! You just have two choices, leave
him forever or you hurt yourself forever. If you choose to leave him, you would
be hurt and sad just in moment. After that, you can live your life happily
without him anymore. But if you choose the 2nd choice, you should be
happy, sometimes, by being near him, but the consequences, you’ll be hurt every
time.
Coba bayangkan, April; kamu tertusuk pisau dan pisau itu harus kamu cabut
dengan rasa teramat sakit, sakit itu hanya sebentar dan lukanya dapat
dipastikan sembuh. Atau kau akan biarkan pisau itu terus menancap dengan rasa
sakit sedikit demi sedikit dan kau mati perlahan-lahan? I absolutely
recommended the 1st choice... Think about it. It’s your life. It’s
your choice. Live is about choosing the right choice, and take the risk.
However, you love yourself, don’t you?”
***
Aku harus meninggalkannya selamanya.
***
“Aku merasa hanya sebagai
pelengkap. Merasa sendiri. Tidak tahu mengapa aku langsung ingat kamu.”
”Duh, Mil, jangan merasa begitu.
Aku juga pernah merasa sendiri. Ambil sisi positifnya saja; tanpa diganggu
gosip ini itu kita bisa lebih konsentrasi belajar.” April, sok wise kamu! ”Aku
juga bukan teman yang begitu baik. Aku hanya berusaha untuk tidak menimbulkan
masalah.”
”Iya, aku juga tidak tahu
bagaimana. Aku sudah merasa begitu susah, padahal masalah itu tidak terlalu
berat. Aku merasa sendirin, hampa, tidak ada yang peduli apalagi memperhatikan.
Bahkan dengan orangtuapun aku tidak begitu dekat. Tapi thanks ya, aku lumayan lega ngobrol
dengan kamu. Kamu memang paling bisa menghibur.”
Hah?! Kamu, April?! Kamu bisa
membuat Kamila merasa lebih kuat. Kamu yang rapuh seperti ini! Dan Kamila tidak
tahu.
”Tidak semua bunga bisa jadi
lambang cinta.
Tapi mawar bisa.
Tidak semua burung bisa jadi
lambang kedamaian.
Tapi merpati bisa.
Tidak semua logam bisa jadi
lambang kekuatan.
Tapi baja bisa.
Tidak semua teman bisa menyempurnakan hidup.
Tapi aku yakin kamu bisa.
Always being my close friend for now and forever.
Without you, everything’s worthless.”
Andai Kamila tahu, dia pasti
kecewa dan takkan memberi sajak indah ini. Banyak yang masih sayang dan butuh
aku. Aku tidak akan lari dari rasa sakit itu. Pisau ini akan dahaga untuk waktu
yang lumayan lama.
Indaralaya, 10
Januari 2011
Teruntuk sebuah
kenangan
Satu milimeter lagi dan pisau itu merobek pergelanganku. Terdengar bunyi pesan masuk dari telepon genggam
yang tergeletak di atas meja belajar.
”April, sedang apa? Kenapa
tiba-tiba aku kangen kamu ya?
Sepertinya aku merasa kehilangan karena kamu tidak sekelas lagi dengan kami.
Maaf, aku jadi aneh seperti ini. Hehe...” sepertinya Kamila sedang kesepian.
Tidak mungkin aku jujur
tentang apa yang hampir terjadi ”Sedang ngeprint,
Mil. Wah, ternyata ada juga yang kangen
padaku, hihi. Sama, aku juga. Sudah lama kita tidak lunch bersama sehabis kuliah.”
***
Empat hari lagi hubungan
dengan Julian berumur sembilan bulan. Tak lagi kudapat senyum cinta bahkan kata
sayang darinya seperti dulu, seperti saat cinta belum penuh dia dapat. Lima
menit yang lalu dia khianati semua janjinya ”Kita tidak perlu lagi melanjutkan
hubungan ini. Aku pusing!!”
Aku terpaku dengan telepon
genggam masih menempel di telinga. Seluruh nafas terbang entah kemana. Tak ada
angin, tak ada hujan. Dan semuanya berakhir. Sementara cinta untuknya sedang
bermekaran.
”Ini bukan berarti aku
meninggalkanmu. Aku ingin beristirahat sebentar. Aku tak akan menghilang. Aku
masih ada disekitarmu dan datang saat kau perlu. Percayalah.”
***
”Sekarang tanggal berapa, ya?”
”Menurutmu tanggal berapa?”
”Hmmm, seharusnya hubungan
kita sudah sepuluh bulan, ya...”
Aku langsung menoleh pada
Julian. Apa maksunya membicarakan hal itu? Dan semuanya langsung terjawab.
”Bagaimana jika kita mencoba
lagi?”
***
Aku menangis tersedu.
”Jadi kamu menyalahkan aku?!”
”Tidak, aku hanya merasa
sedih. Telepon genggam itu sudah kumiliki selama tiga tahun, itu amat berharga
bagiku.”
”Salahmu juga. Dasar ceroboh!
Perhatikan diri dan barang-barang saat di keramaian!!”
”Tapi kamu dibelakangku. Aku
percaya!”
”Nah! Kamu menyalahkanku,
kan!”
”Bukan begitu...” rasa sedihku
membuncah. Aku memang salah tidak waspada sewaktu menaiki jembatan
penyebrangan. Tapi dia dibelakangku, dan pastinya dia bisa melihat jika ada
orang yang membuka tasku. Tapi
benar, itu bukan salah dia.
Namun, saat menolah ke
arahnya, kesabaranku habis. Aku
naik pitam. Dia dengan nikmatnya mendengarkan iPod!!! Ini sudah keterlaluan!
Kutarik headset dari telinganya.
”Kamu bisa tidak menyesuaikan
sikap dengan keadaan?!” rasanya ingin menangis sekeras-kerasnya. Saat aku butuh
perhatian dan sedikit kata-kata penenang, dia malah marah dan tidak
mengacuhkanku. Sakit rasanya.
”Oh, begitu. Jadi kamu mau aku
bagaimana? Apa yang bisa kuperbuat?! HAH! Memang aku tidak pernah bisa mengerti
apa maumu. Kita memang tidak cocok. Aku menyesal menyambung hubungan lagi empat
hari lalu!!”
***
Rencana hari ini sudah pasti. Bersantai seharian dirumah dan membuat kue
tart berlapis coklat. Lilin
angka satu kubeli pagi tadi. Akan kutiup sendiri pukul 6 sore. Saat tepat
setahun kutetapkan cinta untuknya. Bukan, ini bukan tentang hubungan. Tapi
tentang rasa dan setia yang kuikrarkan dalam hati untuk terus mencintainya.
Sebentar lagi waktunya tiba.
Tiba-tiba dia datang. Mengajakku meniup lilin bersama. Tak dapat kutahan air
mata.
”Sudah setahun. Aku janji
tidak akan membebanimu.”
***
”My gosh... He’s crazy bastard! Jerk!! Apa urusan dia mencela penampilanmu sampai sebegitunya. Memangnya dia siapa? Berlagak seperti
orang yang mengerti fashion sedunia! Suruh dia bercermin dulu. Tampangnya saja
tidak beres!! Ugh!!
April, apa kamu tidak kasihan
pada dirimu. Diremehkan seperti itu?! You just have two choices, leave
him forever or you hurt yourself forever?! If you choose to leave him, you
would be hurt and sad just in moment. After that, you can live your life
happily without him anymore. But if you choose the 2nd choice, you
should be happy (sometimes) by being near him, but the consequences, you’ll be
hurt every time.
Coba bayangkan, April; kamu tertusuk pisau dan pisau itu harus kamu cabut
dengan rasa teramat sakit, akan tetapi hanya sebentar. Atau kau akan biarkan
pisau itu terus menancap dengan rasa sakit sedikit demi sedikit dan kau mati
perlahan-lahan? I absolutely
recommended the 1st choice... Think about it. It’s your life. It’s
your choice. Live is about choosing the right choice, and take the risk.
However... You love yourself, don’t you?”
***
Aku harus meninggalkannya selamanya.
***
“Aku merasa hanya sebagai
pelengkap. Merasa sendiri. Tidak tahu mengapa aku langsung ingat kamu.”
”Duh, Mil, jangan merasa
begitu. Aku juga pernah merasa sendiri. Ambil sisi positifnya saja; tanpa
diganggu gosip ini itu kita bisa lebih konsentrasi belajar.” April, sok wise
kamu! ”Aku juga bukan teman yang begitu baik. Aku hanya berusaha untuk tidak
menimbulkan masalah.”
”Iya, aku juga tidak tahu
bagaimana. Aku sudah merasa begitu susah, padahal masalah itu tidak terlalu
berat. Aku merasa sendirin, hampa, tidak ada yang peduli apalagi memperhatikan.
Bahkan dengan orangtuapun aku tidak begitu dekat. Tapi thanks ya, aku lumayan lega ngobrol
dengan kamu. Kamu memang paling bisa menghibur.”
Hah?! Kamu, April?! Kamu bisa
membuat Kamila merasa lebih kuat. Kamu yang rapuh seperti ini! Dan Kamila tidak
tahu.
”Tidak semua bunga bisa jadi
lambang cinta.
Tapi mawar bisa.
Tidak semua burung bisa jadi
lambang kedamaian.
Tapi merpati bisa.
Tidak semua logam bisa jadi
lambang kekuatan.
Tapi besi bisa.
Tidak semua teman bisa menyempurnakan hidup.
Tapi aku yakin kamu bisa.
Always being my close friend for now and forever.
Without you, everything has no worth.”
Andai Kamila tahu, dia pasti
kecewa dan takkan memberi puisi seindah ini. Banyak yang masih sayang dan butuh
aku. Aku tidak akan lari dari rasa sakit itu. Pisau ini akan dahaga untuk waktu
yang lumayan lama.
RANS BUSYRA
Wed, 26-27/2/08
00.30 AM...
Ugh!!!Ngantuk!!
PECAHAN KACA ITU
Runyam sekali siang ini. Kutinggalkan rumah dengan amarah meluap-luap, ditambah dengan setengah jam membosankan menanti angkot di pinggir jalan, masih di depan gang menuju rumahku. Sangat jarang angkot melewati jalan di depan Asrama Polisi Banjar ini.
Aku sempat menyesal. Kenapa kukembalikan semuanya pada Mama? Saking kesalnya, kulempar kunci motor dan kubanting handphone ke atas meja ruang tamu di mana kami bertengkar hebat tadi. Kalau tidak, mungkin sekarang aku sudah pergi memacu sepeda motor kemanapun aku mau untuk menyegarkan pikiran.
Sekarang aku tidak membawa apa-apa, bahkan dompet pun tidak sempat kuambil karena aku langsung melesat pergi. Untung saja ada satu lembar uang dua puluh ribu di dalam saku, yang rencananya akan dipakai untuk membayar rental alat band bersama teman-teman. Namun, sekarang aku sedang tidak ingin ngeband. Mood-ku hilang karena kejadian tadi. Yang kuingin sekarang yaitu pergi. Pergi sejauh-jauhnya dari rumah. Terutama dari Mama! Akan kemana? Ah, itu akan terpikir nanti setelah sampai di terminal.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya sebuah angkot tua berwarna merah berhenti dan menawarkan tumpangan menuju terminal. Sebenarnya sempat terpikir olehku untuk tidak menaiki angkot itu. Ada tiga alasan. Pertama, penumpang sudah hampir penuh, pasti gerah sekali di dalam sana. Kedua, jalannya lambat sekali, pasti butuh waktu lama untuk sampai di terminal. Yang ketiga, tidak ada musik house yang diputar, hanya bunyi radio yang terdengar. Membosankan. Namun aku tidak bisa bersabar lagi. Cukup sudah menunggu setengah jam lebih. Biarlah aku gerah dan bosan di dalam angkot daripada harus menunggu lebih lama lagi.
Aku kebagian duduk di pojok belakang sebelah kanan. Sungguh sempit. Kaca jendela kubuka lebar-lebar. Angin pun menyapa dan menemani sepanjang perjalanan.
Rasanya melelahkan dan merepotkan tanpa fasilitas-fasilitas yang selama ini mendampingiku. Tidak ada lagi motor hasil modifikasi yang bisa kubawa racing, kubangga-banggakan pada teman-teman, dan kupacu kapan saja dan kemana saja aku mau. Tidak ada lagi handphone yang bisa kupakai untuk SMS-an dengan cewek-cewek yang baru saja berkenalan denganku. Sekarang aku tidak punya apa-apa lagi.
Aku tersadar dari lamunanku. Angkot yang kunaiki berhenti di depan seorang wanita muda yang sedang hamil tua. Dia membawa banyak barang belanjaan. Aku bertanya-tanya dalam hati “Di mana lagi dia akan duduk, sedangkan kami saja sudah bersempit-sempitan?” Ternyata wanita itu juga berpikiran sama dan mengurungkan niatnya untuk menaiki angkot yang kutumpangi ini.
Melihat teriknya matahari di luar, aku merasa kasihan jika wanita itu harus menunggu angkot berikutnya yang akan lewat. Aku tergerak untuk berdiri dan keluar dari angkot, meminta orang-orang bergeser ke dalam agar wanita itu tidak mendapat tempat di pojok. Kemudian kupersilahkan dia duduk di tempat yang tersedia, dan kuangkatkan barang belanjaannya ke dalam angkot. Aku sendiri duduk persis di pintu angkot sambil berpegangan erat pada gagang pintu. Tidak apa-apalah, sebagai laki-laki memang harus bisa ditempatkan dimanapun.
Dalam perjalanan, aku memperhatikan wanita itu. Dilihat dari pakaiannya yang hanya kaos lebar berwarna abu-abu yang agak kumal serta celana lutut berbahan dasar berwarna hitam, dapat ditebak bahwa hidupnya pas-pasan, bahkan mungkin kekurangan. Namun kelihatannya dia baru saja membeli banyak keperluan. Sudah pasti untuk anaknya yang akan lahir nanti. Dapat ditebak karena kantong belanjaannya bermerek nama sebuah swalayan di daerah Banjar yang khusus menjual keperluan bayi.
Wah! Sungguh mewah persiapan untuk bayinya kelak. Mungkin ia dan suaminya harus menabung berbulan-bulan untuk membeli semua barang kebutuhan itu. Biasanya persiapan se-wah itu untuk…
“Anak pertamo yo Kak?” tanyaku. Aku kaget. Kenapa aku menanyakan hal itu kepadanya?
Wanita itu tersenyum ramah dan menjawab, “Iyo.”
Kuberanikan diri untuk bertanya lebih jauh lagi, “Sudah berapo bulan?”
“Sudah tujuh bulan, dak lamo lagi lahir,” dia pun tertawa kecil, kemudian bertanya, “Adek nak kemano ni?”
“Mmm… Nak ke pasar,” aku sempat bingung akan menjawab apa, karena aku sendiri saja tidak tahu akan ke mana. “Kalau Kakak nak kemano? Rumah Kakak di mano?” lanjutku menanyakan.
“Rumah Kakak di dekat SMP 9, sekarang nak baleklah ni. Dak ado orang yang jago rumah,” jawabnya.
“Oo… Rumahnya kosong yo Kak? Bapaknyo sedang kerjolah sekarang ni?” tanyaku lebih santai, rasanya cepat sekali akrab dengan wanita itu.
Tak disangka-sangka, air muka wanita itu berubah. Tampak kesedihan mendalam di matanya. “Bapaknyo duo bulan yang lalu meninggal, Dek. Kecelakaan waktu dio kerjo borongan ngumpulin uang untuk kelahiran anak kami.” ujarnya lirih.
“Maaf yo, Kak…” aku sangat menyesal karena telah membangkitkan kembali dukanya.
“Dak papo, Dek. Semuanya sudah takdir Tuhan,” sungguh tabah getaran suaranya.
Aku terdiam, tak berani lagi berbicara, takut salah bertanya lagi. Kini pikiranku berkecamuk. Kasihan wanita itu, ia harus menjadi orang tua tunggal untuk anaknya. Namun dari matanya tampak bahwa ia bertekad membesarkan anaknya walaupun sulit. Tampak di matanya harapan agar kelak anaknya menjadi orang berguna. Sebesar itukah kasih sayang orang tua, apalagi kasih ibu kepada anaknya? Sungguh luar biasa pengorbanannya. Mustahil sang anak dapat membalasnya.
Aku tersentak! Apa yang kupikirkan saat ini bertolak belakang dengan yang baru saja kulakukan. Hanya kesal karena tidak diperbolehkan ngeband, membuatku bertindak kasar seperti tadi. Tersadar aku betapa hancurnya hati Mama saat aku berteriak-teriak padanya, mengembalikan secara kasar semua fasilitas pemberiannya dan pergi dengan membanting pintu di hadapannya. Sungguh durhaka!
…Jangan meraso segalo sudah membaleh aek nan disusukan.
Kasihnyo anak sepanjang galah. Kasihnyo bundo sepanjang jalan.
Bayang-bayangkanlah di mato Bundo duduk di waktu malam
Oi dah penuh kerut di keningnyo dek dah penat menanggung ragam…
Lagu daerah Jambi itu mengalun dari radio yang sejak tadi dihidupkan di angkot ini. Iramanya mendayu-dayu menggugah perasaan. Hatiku membenarkan. Ibulah orang yang paling tulus kasih sayang dan pengorbanannya di dunia ini. Sangat pantas ibu dipuja sampai setinggi itu.
Aku malu sendiri, malu pada diriku dan pada orang tua. Sebagai anak pertama dari dua bersaudara laki-laki, aku belum bisa memberikan apa-apa pada orang tua. Nilai rapor pun tidak pernah memuaskan. Namun sudah berani-beraninya berkata kasar dan melawan. Sekarang aku sudah bisa berbangga hati hanya karena menolong seorang ibu hamil? Seharusnya aku malu!
Pikiranku semakin galau. Tanpa terasa air mata menggenang. Cepat-cepat kututupi. Malu kalau laki-laki ketahuan menangis.
Ya sudah, sekarang aku harus memikirkan bagaimana cara meminta maaf pada Mama. Apa yang harus kulakukan? Aku bingung.
Sebentar lagi angkot yang kutumpangi sampai di terminal. Tapi aku belum tahu akan kemana dan mengapa setelah ini. Kutatap bangunan-bangunan di pinggir jalan yang kulewati dan akhirnya mendapatkan ide.
Aku langsung meminta pak supir untuk menghentikan mobil. Kemudian aku turun dan membayar ongkos, sekaligus membayarkan wanita itu. Ia sempat ragu, namun kemudian mengucapkan terima kasih.
Angkot itu berlalu beserta ibu muda yang telah membuka mata hatiku, juga membuat aku tersadar betapa mulianya Mama dan betapa durhakanya aku yang melukai hatinya.
***
Aku baru saja keluar dari sebuah toko bunga segar. Tanganku memegang seikat mawar merah kesukaan Mama. Di kartu ucapannya kutuliskan:
“Sempat mulut berkata kasar
semburkan pecahan-pecahan kaca.
Tusuk hatimu,
Torehkan luka di sana.
Justru di hari yang seharusnya menjadi harimu.
Saat kusadari semua telah terjadi.
Aku tak ingin hanya sesali.
Ingin kukumpulkan pecahan-pecahan kaca itu
Kemudian sembuhkan luka di hatimu.
Terimalah Mama.
Seikat mawar merah
Dan sembah sujud untukmu
Anakmu yang telah melukaimu.
Maafkan aku, Mama
Maafkan aku…”
Teruntuk Sang Kenangan
Kutipan Lagu Daerah Jambi: Kasih Bundo
Kenangan Di
Arena Bermain
by Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
“Kenangan Di Arena Bermain”
Sudah lebih satu jam, belum satu huruf
pun kutulis setelahnya. Apa? Pikiranku kosong. Bahkan imajinasiku pun tak
sampai.
Siang tadi Bu Ana, guru baru yang
sombong, menugaskanku membuat tulisan tentang kenangan di arena bermain sebagai
hukuman karena aku tertidur di kelas. Memang sederhana, tapi ini diskriminasi.
Jangankan arena bermain, pergi taman seberang jalan saja aku belum pernah.
***
Setelah terbahak melihat polah lucu
badut buncit yang terjatuh-jatuh dengan konyolnya karena mengejar balon, aku
berjalan ke tenda sirkus, menikmati arumanis di tanganku. Ah, tenda ini
benderang. Silau.
***
Headline pagi:
Didapati seorang anak panti asuhan
berusia sebelas tahun pengidap leukemia meninggal dunia di tempat tidurnya.
SATU TAHUN RINDU
by Rani Amalia
Busyra @kekasihpuisi
Sinar mentari
menelusup melalui tirai jendela. Bersitnya satu-satu menerobos masuk ke kamar
tidurku. Terdengar kicauan burung bermain dengan sisa embun di ranting-ranting
pepohonan. Alam begitu ceria, aku terbangun berurai air mata. Mimpi buruk. Tak
apa, ini sudah jadi hal biasa. Suamiku pun ikut terbiasa dengan igauan malamku
yang berakhir dengan teriakan di akhir tidur.
“Selamat pagi,
Sayang. Berjumpakah dengan rindu?” bisiknya setelah mengecup keningku mesra.
Kemudian ia beranjak menuju kamar mandi. Aku termangu mencerna mimpi.
“Sayang, nanti
siang temani aku ke bakery ya,” aku
berkata pada Mas Ardi di pintu depan sebelum ia berangkat kerja. Sejenak
keningnya berkerut, namun tak lama kemudian senyum merekah di bibirnya.
“Baik Sayangku,
tapi jangan lupa ikut sertakan aku. Saat istirahat kerja aku jemput di rumah.”
Jawabnya sambil memelukku erat. Kakiku lunglai, air mataku berderaian di pipi,
mengalir membasahi kemeja kerjanya. Ia yang sangat mengerti, sangat kucintai.
***
“Selamat, Pak. Istri
anda sedang hamil 2 bulan.” kata dokter diiringi sujud syukur Mas Ardi di
lantai klinik. “Ibu, tolong kandungannya dijaga sebaik-baiknya. Hindari stress.
Ohya, suami harus siaga ya.” Kami berdua mengangguk sumringah mendengarkan
pesan-pesan dari dokter.
***
Sepanjang
perjalanan kutatap wajah orang yang kucintai. Segala rasa di hatiku. Bahagia
dan uraian air mata.
“Sayang, air
mata itu nantinya tersisakah untukku?” Mas Ardi yang sedang menyetir sekilas
menatap wajahku. “Nah, kita sampai.” Katanya sambil menginjak perlahan pedal
rem.
“MY BAKERY”
“Baik bu, ucapan
apa yang harus kami tulis di atasnya?” tanya pelayan bakery itu setelah aku menunjuk satu cake besar.
Kusodorkan
secarik kertas yang kusiapkan di rumah tadi.
***
Terasa kontraksi
di perutku. Mulas tak terhingga. Aku menggeliat kesakitan.
Mas Ardi
tergopoh-gopoh memapahku ke mobil, menghidupkan mesin, kemudian melaju ke Rumah
Bersalin terdekat.
Sepanjang
perjalanan aku mengerang-erang kesakitan. Keringat mengucur. Aku meremas tangan
kiri Mas Ardi sementara ia sibuk menyetir dengan tangan kanannya.
CKIITTT!!!
BRAKKKKK!!!
…
Melanjutkan
hidup tanpa rahim?
***
Satu tahun, Rindu.
Kami sangat mencintaimu.
Maafkan Ayah dan Ibu atas kegagalan
kelahiranmu.
Kertas di tangan
pelayan bakery bergetar…
Indralaya, 28 Februari 2011
Secarik Kertas Lusuh
by Rani Amalia Busyra
@kekasihpuisi
Pada baris kata kutitip harap dan dekap untuk laju masa
Rentangkan hatimu
Sambutlah
Jangan sampai aku memudar termakan waktu...
Entah di mana dan sedang apa.
Kamu yang keberadaannya tak
kuketahui, KUTEMUKAN!
Ternyata kamu masih cantik walau
telah jadi ibu dari enam orang anak, persis seperti yang kubayangkan. Sampai
sekarang masih kuingat kamu yang mengomel-omel protes karena Papa dan Mama
tidak mau mencoba mengerti perasaanmu. Semoga saat ini anak-anakmu berbahagia
dilahirkan oleh ibu yang mahir membaca darah remaja mereka yang membara,
seperti tekadmu dulu.
Aku juga sering tertawa kecil
mengingat kamu yang manyun setiap kali mendapati ibu-ibu komplek berbisik-bisik
menggosipkan hal-hal tidak masuk akal, bahkan tidak jarang kamu menjadi
sasaran. Ya, kamu, seorang remaja pemberontak yang sering mengundang
kontroversi. Ah, memang sangat empuk dan nikmat untuk digosipkan. Dan... Hey!
Sekarang kamu tidak seperti mereka, kan?
Aku yakin kamu masih memegang teguh prinsipmu; Tidak akan mengganggu jika tidak
diganggu.
Lalu, rumah tanggamu...
Terwujudkankah mimpimu dinikahi
oleh seniman yang kamu cintai itu? Atau jangan-jangan sekarang kamu sudah
berkecimpung di dunia seni dengannya. Berkolaborasi dalam inspirasi berdua, dan
menarikan goresan-goresan kuas di atas kanvas bersama.
Apakah kamu masih ingat tekadmu
untuk selalu menemaninya begadang saat menulis? Menyuguhkan kopi panas di meja
kerjanya kemudian duduk menatapi ia yang tenggelam dalam imajinasi. Atau ada
kalanya kalian berdua meraja malam, mulai dari bersayang-sayang, membicarakan
kehidupan, bertukar fikiran, hingga berdebat di beranda rumah sambil menatapi
kelam dan kunang-kunang yang kadang lalu lalang.
Tempat berteduhmu, syahdukah?
Sedikit menarik diri kepada sunyi, dikelilingi bunga-bunga dan rerumput yang
dipayungi pepohon. Rumah dengan sebuah saung di sampingnya, tempat membagi
canda dan gelak tawa bersahutan dengan bunyi rerintik yang memercik membasahi
beranda sore. Senja yang tertata begitu apik, bersamanya.
Sesederhana itu mimpi masa
depanmu, namun begitu indah. Aku yakin wujud nyatanya menghampirimu.
Pada hari pertemuan kita, aku
yang lebih dulu kamu sapa dengan jemari dan matamu, hanya dapat berkata-kata.
Tak perlu kamu sahut. Cukuplah tersenyum menatapi paparanku. Aku percaya, kamu
masih seperti dirimu yang dulu. Tak berubah. Jangan sampai tak mengenalku.
Karena aku adalah dirimu. Lima
belas tahun yang lalu.
Inderalaya, 3 Maret 2011
Bermula
by Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
Bergaung irama jejak-jejak kaki kecil di masa lalu
Berlari kesana kemari
ke kanan ke kiri
Memanjat pohon
bersembunyi di gorong-gorong
Melompat dan berguling di atas rerumputan
Berbasah-basah bermain hujan di bawah langit yang tetap biru
Dingin yang berembun
Panas yang berkeringat
Bau matahari merebak
Namun tawa itu lepas
tawa itu bahagia
Semak-semak di kaki pinus ikut bercerita
Arbei merekah masam memikat
Cermai di sela dedurian memerah ruah
Ranting kering bergemeresak
Riak-riak air bercengkrama
Di sana
langkah sepi bermula
Menyapa hati
Memekarkan syair-syair jiwa
Rumah Mungil Di Ujung Jalan
by Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
Sosok berjubah putih mendatangiku "Kau ditunggu."
"Siapa?"
"Ikut saja, kau akan tahu. Dia yang selama ini kau
cari-cari."
Melangkah canggung, kuikuti sosok itu.
Melewati jalan setapak dengan bunga-bunga kecil di kanan
kirinya.
Rumah mungil berdinding putih.
Genteng berwarna merah hati menaunginya.
Kami masuk ke sana.
Hati semakin harap cemas.
"Dia di kamar, temuilah"
Seperti dihipnotis kakiku melangkah menuju satu-satunya
kamar di rumah itu.
Di sana
kudapati sesosok tubuh kecil duduk terkulai di kursi kayu.
Dadanya berlubang.
Jantung dan paru-parunya terpampang kerontang.
Terinfeksi terkena debu udara.
Tangan-tangan dan kakinya mengkerut dengan jemari yang
saling meremas satu sama lain.
Badannya penuh gores cakaran.
Seperti orang sakau yang selalu merasa kesakitan di sekujur
tubuhnya tapi tidak tahu bagaimana menghilangkan sakit itu.
Kulit kepala yang tampak di balik rambut tipisnya, penuh
kudis.
Tak tahu lagi membedakan nanah mana yang mengalir dari kulit
kepala atau dari telinganya.
Pipinya penuh bandar-bandar kecil, seakan terkikis air yang
selalu mengalir dari mata bundar sayu itu.
Tapi bibir itu.
Senyum sumringah itu.
Kepadaku.
Seakan-akan aku malaikat penyelamat yang dapat membentuk
ulang seluruh bagian tubuhnya.
Terenyuh kudekati ia.
Selangkah demi selangkah, kemudian berlutut menjejeri
tingginya.
Ia menggapai memelukku.
Aroma tubuhnya wangi.
Sangat wangi.
Membuat air mataku mengalir tak henti.
"Aku nuranimu," bisiknya mesra.
Gadis Di Tepi Sepi
by Rani Amalia
Busyra @kekasihpuisi
kekasihpuisi.webs.com
Jika suatu saat dirimu datang
padaku mencari hakikat sepi,
akan kubimbing menelusur gelapnya
cecap rasa hampanya
sentuh tajam dinginnya
hirup wewangian kosongnya
dan dengarkan nyanyian irama
heningnya.
Ia di sana. Duduk sendiri di bawah pohon, di tepi
kolam sebuah taman, terpaku menatap riak-riak air. Berjam-jam. Tanpa berbuat
apa-apa.
Mungkin orang-orang tidak
sekalipun menoleh kepadanya. Begitu tenangnya ia, seperti udara, hingga
terkadang terasa tiada. Namun tidak denganku. Aku sangat tertarik padanya, pada
keheningannya.
***
Kularungkan kakiku tanpa arah
pada jalan setapak taman di suatu sore. Pikiran-pikiran begitu hiruk merecoki
kepalaku. Hingga bingar.
Aku lelah dengan semua ini! Semua
urusan kehidupan yang tak henti mengejar. Entah mengapa tetap kupenuhi walau
aku tahu semua itu tak abadi. Aku lelah. Aku lelah!
Sembarang melayang pandang,
mataku tertumbuk pada sesosok gadis di kejauhan. Bibirnya bergerak-gerak
seperti sedang menyanyi pelan. Terkesiap, kudengar bisik-bisik nyanyiannya
terhantarkan oleh angin. Sayup demi sayup irama dan kata-katanya terdengar
semakin jelas seakan ia menyanyi di samping telingaku.
Ooo sepi…
Kita kembali bertemu
Ooo sepi…
Pagutlah aku dalam rengkuh
kokohmu
Aku di sini…
Aku di sini setia padamu
Ajarkan aku setiap liuk tarimu
Selangkah demi selangkah aku kan mengikutimu
Selalu bawa aku bersamamu
***
Syahdu sepiku terusik sudah oleh
sepasang mata menatap lekat
Hitam menjadi abu-abu
Suhu panas melelehkan istana
saljuku
Sedikit demi sedikit suara-suara
ribut menggedor gendang telingaku
Aku tak ingin berteriak
Sumpah mati aku tak akan
memecahkan teriakanku!
Karena kehancuran sepi hanya
dapat tertebus kematian
Setelah satu bulan mengamati,
hari ini kubulatkan tekad menyapanya. Seperti biasa, ia masih di sana, di tempatnya
berdiam diri. Satu-satu kulangkahkan kakiku menujunya. Serasa seluruh gerakan
melambat, seperti saat-saat bersejarah. Baru kali ini dapat kulihat ia dari
dekat.
Sebilah pisau terhunus di
genggamnya...
Dalam pekat kelam kau merasa buta
tanpa bisa melihat apa-apa
panik menggapai-gapai ke segala
penjuru arah hanya hampa teraba
Maka genggam selalu tanganku,
tahankan sengatan beku di sela jemariku
Hirup bebauan kosong yang
menguar, hingga kau tak yakin bahwa dirimu sedang bernafas
Maka berdiamlah
Pejamkan matamu
Nikmati saja senandungku hingga
terlena
Menuju sepi terdalam.
ORANG
KEPERCAYAAN
By Rani Amalia Busyra
@kekasihpuisi
“Kali ini apa?”
“Bangkai tikus,” jawab Ji Young, manajerku,
sambil mengerenyitkan hidungnya.
Perlahan bau menyengat dari bangkai itu
mulai menyebar ke seluruh penjuru ruangan ber-AC tempat penata rias
mendandaniku. Sedikit berlari Ji Young membawa keluar paket yang tadinya
disangka kiriman dari para fans itu.
Aku menghela nafas, ini sudah kesekian
kalinya aku mendapat teror dari para antifans.
Memang wajar ada orang yang menyukai selebriti, juga wajar ada yang membenci
selebriti, namun untuk satu bulan terakhir ini angka teror yang kualami
meningkat pesat. Dari dua kali konser, dua kali pula aku dilempari benda keras
dari lautan penonton; lightstick dan kayu umbul-umbul. Belum lagi para
penguntit yang membahayakan nyawaku, meracuni makanan dan hampir menabrakku di
parkiran, paket teror pun setiap hari kuterima.
Sebenarnya aku tahu penyebab
meningkatnya angka antifans-ku, yaitu
karena aku memacari seorang selebriti yang digilai banyak wanita, Kim Kyu Jong.
Tapi aku tak ingin menyalahkannya, apalagi ketenarannya, orang yang sangat
kucintai sejak tiga tahun lalu.
Hubungan yang telah kami sembunyikan
dengan rapi selama bertahun-tahun tidak sengaja terbongkar olehku pada fanmeeting bulan lalu. Beritapun
menyebar luas melalui seluruh media informasi, cetak maupun elektronik. Tak ada
kesempatan lagi untuk memperbaiki semua kekacauan yang terjadi. Kami semakin
disorot dan tak punya lagi tempat bersembunyi. Sungguh, kecerobohan yang fatal.
“Ara, sebentar lagi giliranmu,” Ji Young
menyadarkanku dari lamunan.
Kali ini aku tampil sebagai salah satu
pengisi acara Music Bank. Aku harus mengesampingkan perasaan galau dan takut
untuk tampil sempurna malam ini. Lagi-lagi kutarik nafas panjang dan kuhembuskan
perlahan, kemudian aku beranjak dari meja rias menuju backstage.
***
Aku sudah kembali ke ruang rias.
Penonton masih terdengar heboh bersorak. Bukan karena penampilanku yang
fantastis, tapi karena terjadi hal yang sangat memalukan! Hak sepatuku patah
pada pertengahan lagu. Badanku berdebam di atas pentas. Namun untuk menjaga
profesionalitas, tetap kulanjutkan penampilanku sambil menahan rasa sakit.
Di depan meja rias aku terdiam. Tim
acara sibuk memastikan keadaanku, apakah aku cidera atau tidak.
“Aku baik-baik saja. Nanti jika ada
keluhan, Ji Young akan menghubingi kalian,” kataku mengusir mereka secara
halus. Yang aku inginkan saat ini adalah menyendiri. Keramaian mereka malah
memperburuk perasaanku.
Setelah tim pergi, tinggal aku berdua
dengan Ji Young. Dia mengambilkan air dan menyodorkan sebutir pil kepadaku.
“Hancur sudah karirku,” aku mulai
terisak.
“Tenang, Ara. Aku tahu kamu bisa
bertahan,” Ji Young duduk di sampingku.
Kuputar kursiku menghadapnya. “Tapi ini
sudah parah. Pasti semua media akan memberitakan kejadian barusan,” aku
mengurut kepalaku yang mulai pusing tidak karuan. Ini tidak seperti biasanya.
Aku sudah kenal efek obat penenang yang kukonsumsi selama satu bulan terakhir,
namun kali ini berbeda.
“Ji Young, apa kau memberikan obat yang
benar? Mengapa kepalaku malah bertambah pusing?”
“Ya, aku memberikan obat yang benar,
kok.” Ji Young berusaha meyakinkanku, lalu melanjutkan “Obat yang benar untuk
membunuhmu, sama seperti obat yang membunuh tikus tadi.”
“Ji Young... Kamu... Aku percaya
padamu...” perutku mual, bumi terasa berputar dalam kecepatan tinggi.
“Ya, kamu boleh mempercayaiku, tapi asal
kamu tahu, aku lelah selama ini menangani dan melindungimu. Setiap hari menjadi
korban paket busuk yang ditujukan kepadamu. Sebelum aku depresi dan menjadi
gila, harus kuakhiri semuanya. Ah, kini aku bisa tenang. Kau pun mingkin bisa
lebih tenang di alam sana.” Ji Young tersenyum, yang kulihat semakin memudar.
Dan gelap...
Lalu, Sudah Terhapuskankah?
by
Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
kekasihpuisi.webs.com
Dari dulu aku percaya
hujan dapat membantu sembuhkan luka
yang tak tersembuhkan,
memaafkan kesalahan yang tak
termaafkan,
bahkan menghapus dosa yang tak
terhapuskan.
Bukankah setelah hujan akan ada
pelangi?
Di sanalah hujan mengabadikan pesannya,
bahwa setiap duka pasti terbayarkan
oleh bahagia.
Kulangkahkan
kaki gontaiku. Kutahan tangisku menjadi isak satu-satu. Mulutku tergagap-gagap
menyebut "I..Ibu... Ib..bu..."
Tah
kuacuhkan pandangan aneh dari orang-orang yang berteduh di pinggiran toko.
Tak
kuhiraukan anak-anak kecil yang sedari tadi mengikutiku menawarkan ojek payung.
Aku
basah. Rambutku basah. Mataku basah. Pakaianku basah. Seluruh tubuhku basah.
Tak terkecuali hatiku.
Aku
terus berjalan hingga hujan selesai membasuh luka di sudut bibir dan
menghilangkan rasa panas di pipiku.
Aku
terus berjalah hingga hujan membuatku lupa akan keterperanjatanku oleh sebuah
tangan yang melayang menghampiri pipi. Tangan yang kurindukan belaiannya, yang
kurindukan suapan darinya. Namun tiada. Namun tiada.
Aku
akan terus berjalan hingga hujan berhenti mengiringi tangisku, karena aku baru
menyadari hujan tak akan mampu menghapuskan dosaku yang tak terhapuskan.
Aku
akan terus berjalan hingga bau darah meluruh dari penciumanku. Begitu lekat.
Begitu pekat.
Aku
akan terus berjalan hingga...
BRAAKKKK!!
***
Koran
pagi:
"Sebuah
mobil yang dipacu dengan kecepatan tinggi kehilangan kendali di jalan licin.
Satu pejalan kaki tewas tertabrak."
"Seorang
ibu rumah tangga ditemukan tewas di kamarnya dengan tiga luka tusukan di
dada."
Dari dulu aku percaya
hujan dapat membantu sembuhkan luka
yang tak tersembuhkan,
memaafkan kesalahan yang tak
termaafkan,
bahkan menghapuskan dosa yang tak
terhapuskan.
Bukankah setelah hujan akan ada
pelangi?
Di sanalah hujan mengabadikan
pesannya,
bahwa setiap duka pasti terbayarkan
oleh bahagia.
Lupakah engkau?
Tak akan ada pelangi jika tak ada
cahaya matahari.
Kota
Baru
3
Februari 2011
Hingga Pada Suatu Hari
Oleh
Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
Kekasihpuisi.webs.com
Di
ruang itu.
Aku
duduk di bangku ujung paling kanan baris kesepuluh.
Menatap
layar lebar.
Jika
dapat kau lihat, binar mataku serupa kunang-kunang ditingkah cahaya.
Gambar
bergerak dengan ukuran besar, efek suara yang membahana.
Menakjubkan.
Itu
kisah perkenalanku dengan sahabatku yang bernama bioskop. Dialah yang
mengajarkanku berfantasi, membayangkan sebuah cerita dan menuliskannya. Dialah
yang mengajarkanku untuk tanpa malu mengeluarkan ekspresi; tawa, tangis, hingga
jeritan.
“Ayah!
Ayah! Minggu depan kita nonton lagi ya, Yah!”
“Ya
anakku, minggu depan kita pilih lagi film yang bagus, tapi kamu harus janji
rajin belajar ya.” Ayah mengelus kepalaku.
“Hei
teman-teman! Ada film baru nih! Kita nobar yuk!”
Teman-teman
bersorak menanggapi ajakanku.
“Sayang,
minggu ini kamu mau nonton apa?”
“Nonton
bioskop terus, aku bosan!” kekasihku manyun.
“Tenang
Sayang, setelahnya kita jalan-jalan ke pasar malam”
“Waah,
baiklah! Nanti filmnya kupilih dulu dari koran ya!” kekasihku tersenyum sambil
menggamit lenganku.
“Ayah!
Ayah! Minggu depan kita nonton lagi ya, Yah!”
“Ya
anakku, minggu depan kita pilih lagi film yang bagus, tapi kamu harus janji
rajin belajar ya.” Aku mengelus kepala anakku.
Ya,
dialah yang mengantarku untuk dewasa tanpa melupakan imajinasi; yang menjadi
tempat peristirahatan saat fikiranku lelah akan logika kehidupan.
Bertahun
kulewati bersamanya. Usiaku semakin matang, ia pun semakin menua. Tumbuh
bersama, itu satu-satunya kesamaan sekaligus paradoks yang membuatku sedih;
usia membuat kehidupanku semakin membaik, namun usia membuat keberadaannya
semakin tersingkir.
Kini
tiba sudah pada hari yang paling tidak kami nantikan. Dari kejauhan kulihat
gedung tua itu dengan angkuh menantang buldoser yang berjalan perlahan ke
arahnya “Ya! Tantang mereka, kawan! Jangan biarkan mereka membunuh mimpi dan
imajinasi!”
“Tenang
saja kawan, aku bukan kacang yang melupakan kulitnya, engkau menemaniku
bertumbuh, aku pun akan menemanimu rubuh.” Kakiku melangkah satu-satu ke depan.
Semakin ke depan. Tangan-tangan menahan tubuhku. Aku berontak melepaskan diri,
berlari masuk ke dalam gedung itu.
Semakin
ke dalam.
Semakin
dalam.
Di
ruang itu.
Aku
duduk di bangku ujung paling kanan baris kesepuluh.
Menatap
layar lebar.
Langit-langit
gedung bergetar...
Kota
Baru, 1 Februari 2011
Reuni Sepi
by Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
Di sini
Bertemu kembali
diriku, bebunga,
rumput dan pepohon
ditingkah dentang
denting gerimis
Semuanya lengkap
seperti kala itu
Kecuali dirimu.
Tetes gerimis semakin ramai, namun aku tak juga bergeming.
Aku bersikeras menuliskan bait terakhir sajak di atas selembar kertas yang
setengah basah terkena tetesan air, entah gerimis entah air mata. Kulipat
kertas itu, kemudian kumasukkan bersama pena ke dalam kantong sebelah kanan
jaket buluku. Aku berdiri dari tempat duduk dan menepis butiran-butiran air
yang hinggap di bahu.
Lebih kurang setengah jam aku terduduk sendiri merenung
di depan Observatorium Boscha, menatapi kupu-kupu lalu-lalang yang kemudian
terkejut oleh gerimis dan berterbangan mencari tempat berteduh. Sesekali
pandanganku beralih ke kertas dan menuliskan baris demi baris kata yang lewat
di kepalaku.
Boscha sunyi.
Ini hari Senin, hari di mana pelayanan Boscha diliburkan
untuk para pengunjung yang ingin melihat observatorium. Sesuai dengan suasana
yang kuinginkan. Aku bebas berkeliling tanpa terganggu. Berkeliling sambil
mengenangmu. Mengenang senyum kita. Mengenang genggam tangan kita.
Seluruh sudut Boscha aku sambangi, tersenyum-senyum
kemudian berakhir dengan genangan air mata. Menatap rumah kuno dan mengingat
celotehmu tentang gubuk impian kita. Menatap rimbun bougenville dan mengingat janji-janji yang kau ucapkan saat kita
duduk berdua di bawahnya kala itu.
Hari menjelang senja. Aku lelah. Semenjak siang seluruh
tempat di Setiabudhi telah kujajaki untuk menghilangkan rasa perih di hatiku
mengingatmu yang saat ini sedang bertemu dengannya. Entah sedang apa.
Hari menjelang senja. Semoga Boscha menjadi tempat
terakhir yang kukunjungi hari ini, kemudian pulang dan tidak lagi mendapati
galeri kita yang masih sepi tanpamu.
Hari menjelang senja. Sudahkah dirimu pulang, Sayang?
Puaskah hari ini bertemu dengannya? Apakah saat ini engkau sedang tersenyum
menungguku di depan pintu?
Aku berjalan melewati pos jaga, kemudian tersenyum
mengangguk dan memberi kode pada petugas Satpam bahwa aku akan meninggalkan
Boscha. Petugas itu membalas dengan anggukan dan berpesan agar aku berhati-hati
dalam perjalanan pulang.
Kularungkan langkah sepanjang perjalanan menurun dari
Boscha. Tidak, aku tak ingin menyewa ojek, aku ingin berjalan dan menikmati
langkah demi langkah lelah yang menggelayut di kakiku. Tak sebanding dengan
lelah hatiku menantimu.
Turun dari angkot Lembang sesampainya di daerah
Setiabudhi, hatiku semakin berdebar. Kencang dan menyiksa. Entah karena akan bertemu
denganmu sesaat lagi, atau karena tidak siap menemukan galeri kita yang masih
kosong tanpa kepulanganmu.
Sepanjang jalan kususun kata demi kata. Menyusun kalimat
pembuka, dari mana harus kumulai menceritakan hari ini. Begitu banyak yang
ingin kuceritakan padamu, Sayang. Aku sudah pergi ke semua tempat kita pernah
menabur kenangan. Ingin kutatap raut wajahmu, Sayang. Adakah nanti dirimu
tersenyum mendengar ceritaku?
Langkah demi langkah mendekat. Kunci kugenggam semakin
erat.
Aku terhenyak mendapati pintu sunyi tanpa dirimu. Satu
per satu harapan meluruh, terhempas berderai berkeping-keping. Kupastikan
sudah, dia wanita yang kau pilih untuk mengisi harimu, dan aku yang berada di
batas harap cemas akhirnya terlontar jauh dari hatimu.
Gerimis yang sedari tadi terisak akhirnya meraung dan
menumpahkan tangisan deras ke bumi. Begitupun aku tersedu dalam hening. Masih
terpaku di depan pintu dengan pandangan kabur terdistorsi air mata.
Setiap satu tetes gerimis menyentuh bumi, bertambah satu
tetes pula memori dalam wadah kenangan akamu.
Rintik sore ini mengantarku pada kenangan akan kita. Akan
bahagia dan airmata
Hujan menderas. Tak cukupkah gerimis kau tawarkan? Aku
basah. Tubuhku basah. Hatiku basah. Jiwa gigil dalam dingin. Senyum terpaku dalam
beku.
Sebentuk Kehangatan, Dirimu
(Reuni Sepi Bab 2)
by Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
Tenang, Cinta
Sebentar lagi
kusudahi
Seluruh luka hatimu
kulunasi
Cukuplah satu
untukku
Dirimu
Serta merta ia menghambur memelukku.
Ah, lagi-lagi kupinta maafmu, Cinta.
“Kak, akhirnya aku sadar, dirimulah lelaki yang paling
baik untukku. Maafkan aku,” suaranya teredam ke dadaku, “Aku ingin kita mencoba
lagi. Mencoba memperbaiki kegagalan tahun lalu.”
“Ah, Dik, itu sudah setahun berlalu. Tidak ada lagi
amarah padamu,” perlahan kulepas pelukannya, “Pasti selama satu tahun ini kamu
sudah banyak belajar makna rasa tulus dari bermacam kejadian. Kamu pasti sudah
lebih dewasa dan bijak.”
“Jadi, kita bisa membina hubungan cinta lagi?” matanya
berbinar menatapku.
“Maaf, Dik. Tidak bisa,” aku menggeleng pelan, “Cinta
tidak sesederhana itu, masih banyak hal yang harus dimengerti hati. Tak dapat
kujelaskan dengan kata-kata.”
“Ini pasti karena gadis itu!” dia berontak, matanya nanar
menatapku, “Apa yang Kakak harapkan dari gadis misterius seperti dia?! Dia
hanya membebanimu, Kak!”
“Dik, keinginanmu bersamaku hanya obsesi, hanya karena
ketergantunganmu padaku, hanya karena rasa terbiasa,” aku memegang kedua
bahunya, “Suatu saat kamu pasti terbiasa tanpaku, dan terbiasa membutuhkan laki-laki
selain diriku. Percayalah.”
“Lalu apa artinya genggam tangan sepanjang perjalanan?
Apa artinya bahuku yang hangat oleh rangkulanmu tadi?”
Aku terdiam dan menyayangkan kesalahpengartiannya, “Aku
bertanggung jawab penuh padamu sepanjang perjalanan hari ini, Dik.”
“Klise!” teriaknya padaku dalam tangis.
“Suatu saat kamu pasti mengerti, Dik,” tak ada lagi yang
dapat kujelaskan padanya.
“Besok aku kembali ke Bogor. Ini terakhir kali kita
bertemu,” suaranya dipenuhi isak, “Aku tidak ingin melihat Kakak lagi setelah
ini!”
Aku hanya bisa diam, menanti isakannya mereda. Sepuluh
menit tanpa kata-kata.
Kutepuk bahunya, “Aku pamit, Dik. Semoga mata hatimu
membantumu menemukan cinta sejatimu.”
Dalam perjalanan pulang, gerimis menyapaku setitik demi
setitik. Kutatap langit sore ini. Awan gelap berarak. Sepertinya akan hujan
lebat.
Sebelum pulang, aku harus melunasi hutang kunjungan ke
sekretariat Mahacita, kelompok Mapala kenalan baruku. Kupercepat langkah.
Dua puluh menit perjalanan. Penghuni sekretariat Mahacita
menyambut. Ramai kami bercerita kisah-kisah seru tentang pendakian. Ya, aku
mencintai alam, karena dari sana kudapatkan beragam inspirasi cetusan kata-kata
dan goresan warna di atas kanvas-kanvasku.
Senja semakin gelap. Karena mengingatmu, kusudahi obrolan
dengan teman-teman pencinta alam. Kutatap layar telepon genggam. Tak ada pesan
darimu. Semoga dirimu menunggu dengan tenang di galeri kita, Cinta.
Dalam perjalanan pulang kusempatkan membeli susu murni panas
dan makan malam untuk kunikmati nanti, bersamamu.
Tetes demi tetes hujan semakin ramai. Langkahku sedikit
berlari dalam perjalanan pulang. Mengingatmu yang sedang menanti, tak
kuhiraukan berat ransel yang bercokol di punggung.
Hujan menderas. Kurapatkan jaket dan kupercepat lari.
Semoga makan malam kita tak dingin di tanganku.
Sampai sudah.
Air menetes dari sekujur tubuhku. Kuperiksa kantong makan
malam kita. Masih hangat.
Aku kembali padamu, Cinta. Apa gerangan yang sedang kau
ciptakan di dalam galeri kita?
Kuputar gagang pintu. Terkunci.
Kupanggil-panggil dirimu. Tiada sahutan.
Tidakkah dirimu di dalam sana?
Kuraba bagian atas kusen pintu. Jemariku menyentuh
sebatang kunci, dan sebuah benda lagi, kertas.
Hatiku berdebar.
Kubuka lipatan kertas-kertas yang kutemukan. Selebaran peraturan
Observatorium Bosscha, dan lembar lainnya yang penuh oleh tulisan tanganmu. Sketsa
observatorium dan barisan-barasan kata di sekelilingnya; Sajak-sajak yang
bercerita tentang gerimis dan kenangan, tentang air mata yang tertahan, tentang
hati yang tergamang di batas rasa.
Kutinggalkan seluruh barang di depan pintu, lalu
menghambur ke pelukan hujan. Mencarimu.
Di mana dirimu saat ini, Cinta? Begitu jauh kelana hati
kau jalani hari ini. Sungguh keterlaluan diriku menambah panjang catatan luka
di hatimu.
Malam menebar kelam. Nafasku tersengal di antara tetes
hujan. Seluruh penjuru kusigi. Di mana?
Langkah lemasku terpacak di jalan sepi. Telah jauhkah kau
pergi?
Aku terhenti mendapati satu sosok terduduk. Terpuruk.
Dirimu. Sayup isak menghampiri telingaku.
Langkah demi langkah mendekat padamu, kuselubungi tubuhmu
dengan jaketku.
Terdiam. Wajahmu menoleh menatapku. Ekspresi yang kosong.
Walau tersamarkan hujan, kulihat sisa deras air mata di pipimu.
Hatiku tersayat. Ini sosok yang seharusnya kupeluk. Ini
sosok yang harus kubelai hatinya. Namun lihat yang terjadi. Lagi-lagi kau
menangis karenaku.
Maaf, Cinta. Aku terlambat.
Tubuhmu yang mengeras kaku perlahan mengendur. Satu-satu
kau mulai isakmu, kemudian tangis itu tumpah ruah di dadaku.
Menangislah, Cinta. Lampiaskan segala sakitmu. Redam
dalam pelukku.
Deras hujan tak henti, namun tak sedikitpun tubuhku
menggigil, karena aku memeluk sebentuk kehangatan. Dirimu.
Jambi, 20 Maret
2011
Teruntuk Mahabrata Liwangi
Baca juga:
Reuni Sepi
Huruf-Huruf Hangat
Kepada Sapardi Djoko Damono
Malam ini, kembali
kita berkutat mengulik huruf demi huruf
yang masih hangat;
beberapa waktu lalu kita ambil dari bara
perapian.
Untuk apa?
Cemooh laron yang sesekali lewat melihat
jemari kita melepuh melawan kobar api.
Hanya senyum yang menjawab tanda tanya
karena kata-kata terasa begitu berharga.
Percik hujan yang satu-satu memercik ke
kaca jendela,
Angin yang menyusup pelan melewati
sela-sela pintu dan ventilasi,
Serta gemeretak kayu bakar yang sekali
dua kali melompat dan terpantul pada dinding perapian,
Menemani kita yang saling bertukar
seperangkat kata.
Boleh kupinjam kaca matamu, Pak?
Kata-kataku bersemu memerah seakan ingin
kembali masuk ke dalam kerongkongan dan tak pernah keluar lagi.
Kembali, hanya senyum yang kau pinjamkan
padaku.
Begitu sederhana.
Membuat huruf-huruf hangat tadi
terangkai menjadi sepasang bingkai.
Lekat di mataku.
Jambi, 31 Maret 2011
Rani Amalia Busyra
Sapardi Djoko Damono adalah seorang pujangga Indonesia
terkemuka. Beliau menulis puisi, prosa, cerpen, esei, dan mengerjakan beberapa
terjemahan. Banyak puisinya yang dimusikalisasikan, seperti Aku Ingin dan Hujan
Bulan Juni.
Bagi saya, kata-kata sederhana dalam larik-larik puisinya
terasa tulus dan menghangatkan hati. Bagi saya, membaca puisi-puisi beliau
adalah sebuah peristirahatan bagi jiwa, seperti sebuah oasis yang keberadaannya
sangat diharapkan di tengah-tengah gurun pasir.
BIODATA
PENULIS
Nama : Rani Amalia Busyra
Lahir : Padang, 16 November
E-Mail : rani_restletink@yahoo.com
Twitter : @kekasihpuisi
Tersayat Tatapan Wanitaku
Rani Amalia
Busyra @kekasihpuisi
Entah apa yang ada di dalam pikiran wanitaku. Begitu keras wajahnya
menghadangku. Matanya beku menatapku, tak berkedip. Perlahan terbentuk sedikit
lengkung di bibirnya. Hatiku bersorak. Sesaat lagi semua lelucon ini pasti
berakhir dengan gelak tawa di antara kami. Ini yang paling kunantikan dalam
detik-detik ini: Senyum di bibirnya, pertanda bahwa ia sedang tidak serius dan
sesaat lagi menghentikan candaannya.
Ketika lengkung tergambar sempurna di bibirnya, entah mengapa wajah yang
kutatap malah bertambah gelap. Kupasati ulang seulas senyuman itu. Di mana
cerianya? Tiada.
“Kau mencari wanitamu? Maaf, dia telah mati. Tenggelam dalam genangan air
mata,” pisau-pisau kecil memberondong dari bibir indahnya. Berterbangan dan
bertubi-tubi tertancap di hatiku.
Aku menelan ludah. Kehabisan kata. Dia bukan lagi wanita manisku yang
dulu. Tiada lagi rona wajah dan sipu malunya yang tertunduk saat kutatap kedua
bola mata indahnya. Tiada pandangan lembutnya yang penuh cinta. Hanya kekelaman
bertambah dalam menyorot dari pandangnya.
Sebegitu jauhkah batas kesabarannya terlampaui? Sebegitu dahsyatkah
hatinya terhantam rasa sakit? Hingga buyar, mati, dan membusuk.
Kembali kuberanikan diri memasati ombak ganas di lautan matanya. Begitu
ramai bayangan berkelebat di dalamnya
seolah menceritakan sesuatu yang tak kutahu apa itu.
Kualihkan pandangku dari matanya, ke rambut poni yang jatuh lemas di
keningnya, ke rekah bibirnya yang bergetar, kemudian pada tangan mungilnya yang
mengepal erat, hingga sikap tubuhnya yang tegap kaku duduk di hadapanku. Tak
dapat kupungkiri, ia semakin memukau di balik bara emosinya. Membuat aku ingin
meraihnya, membakar kesendirianku yang hampa.
Benarkah ia seperti ini yang kuinginkan? Tentunya bukan. Di satu sisi aku
menginginkan wanita manisku, namun di balik kemanisannya tiada pesona memukau
seperti saat ini. Sungguh kontradiktif yang pelik, mengingat rasa-rasaku begitu
labil dalam hal ingin-menginginkan.
Ah, wanitaku. Mengapa malam ini kurasakan kau begitu angkuh dan jauh?
Padahal hatiku teramat menggebu ingin menggapai memelukmu meleburkan kita
menjadi satu, kerinduanku dalam geloramu, kekagumanku dalam anggunmu.
“Kamu serius? Masih menginginkanku?”
Aku terkesiap. Ia tidak sedang membaca pikiranku, kan? Kegelisahanku
memuncak, tanpa daya terintimidasi di bawah tatapannya. Seakan ia melepas helai
demi helai pakaianku, hingga tak bersisa. Mendadak aku menggigil sendiri.
“Cukup, aku menyerah! Jangan kau siksa aku dengan tatapanmu!” aku takluk
sudah. Tertunduk, tak lagi berani menantang sorot matanya.
“Hah, tak kusangka sama seperti malam-malam sebelumnya,” ia tersenyum
sinis.
“Kuakui kesalahanku, menghempaskan bertubi-tubi rasa sakit ke hatimu.
Namun cukupkanlah! Segalanya dapat kita perbaiki,” kukumpulkan sedikit
keberanian berargumen dengannya.
“Terlambat. Hatiku telah mati, jauh sebelum malam-malam kita yang penuh
perdebatan,” ucapnya dingin.
“Apa yang dapat kuperbuat untuk memperbaiki keadaan ini? Apa yang kau
inginkan agar hatimu puas, HAH?!” nafasku mulai panas, “Lampiaskan seluruh rasa
sakitmu yang dulu! Tampar aku! Jangan berhenti sampai terpuaskan segala
amarahmu!"
Aku berdiri, tersentak oleh kata-kataku sendiri. Otakku kusut. Pikiranku
semakin kalut.
Ia yang juga ikut berdiri, tanpa basa basi melayangkan tangannya ke
pipiku. Sangat keras. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Bertubi berkali-kali. Aku
tak berdaya, seakan terhipnotis menyodorkan wajahku ke telapak tangannya.
Tiba-tiba tamparan itu berhenti. Sepasang tangan kekar menahan kedua
tangannya.
Ah, bukan, tanganku yang ditahan.
Mengapa tanganku yang ditahan?
Dia yang menampar. Bukan aku.
“Sheila, apa yang kau lakukan? Mengapa kau menyakiti dirimu?” suara itu
terdengar bergetar di telingaku.
“Mas Raga?” kutatap wajah lelaki itu dalam setengah kesadaran yang
berkunang-kunang.
“Sayang, mengapa kau menampar dirimu sendiri?” Mas Raga terisak
menggenggam kedua bahuku.
"Bukan, Mas. Mana mungkin aku menampar diriku sendiri. Dia yang
menamparku," aku menunjuk wanitaku.
Mana dia? Mana wanitaku tadi? Yang kutemukan hanya sebuah kaca meja rias
yang memantulkan bayanganku dan Mas Raga.
Mas Raga membenamkanku ke dalam pelukannya. Erat.
***
Nama : Rani Amalia Busyra
TTL : Padang, 16 November
E-Mail : rani_restletink@yahoo.com
Twitter : @kekasihpuisi
Tobat Kopi
by
Rani Amalia Busyra @kekasihpuisi
"Aduuuh, aduh!"
Bu Asih yang sedang mencuci bayam langsung tergopoh
meninggalkan dapur demi mendengar rintihan suaminya. Di kamar, didapatinya Pak
Jono berguling-guling di kasur sambil memegangi perut.
"Pak... Pak, kenapa toh?!"
Bu Asih meraba-raba perut suaminya. Mencari tahu.
"Sakit, Bu... Perut... Aduh, aduh..." hanya bisa
merintih, Pak Jono terlalu kesakitan untuk menjelaskan.
"Perut ya... Sabar ya Pak... Tunggu sebentar,"
segera Bu Asih kembali ke dapur. Dengan cekatan diaduknya 3 sendok makan tepung
sagu ke dalam segelas air putih, dibawanya ke kamar, dan diminumkannya pada
suaminya.
Selang beberapa menit, Pak Jono kelihatan sedikit lebih
tenang. Bu Asih menyelimutinya dengan kain panjang.
"Kenapa toh
Pak, tiba-tiba sakit perut begini?" tanya Bu Asih sambil memijit-mijit
kaki suaminya.
"Aku juga ndak tau
Bu. Setelah sarapan perutku mules-mules.
Waktu ngambil minyak angin di kamar, mulesnya makin menjadi-jadi..."
urai Pak Jono.
Bu Asih tertegun. Apa ada yang salah dengan sarapan yang
disuguhkannya pada suaminya pagi ini?
***
"Penyebabnya kopi Pak, Bu," kata dokter muda yang
memeriksa Pak Jono di Puskesmas. Ya, pagi itu setelah Pak Jono merasa lebih
kuat, ia dan istrinya berjalan kaki ke Puskesmas terdekat. Pekerjaannya di
kebun ditinggalkannya sementara.
Sedikit mengerutkan kening, Bu Asih berpikir memang pagi ini
ia menyuguhkan kopi dan singkong goreng, tapi pada pagi-pagi sebelumnya pun
kopi sudah menjadi suguhan rutin untuk sarapan suaminya.
“Tapi biasanya saya juga minum kopi kok, Bu Dokter,” kata Pak
Jono yang ternyata satu pikiran dengan istrinya. Bu Asih mengangguk-angguk
meyakinkan dokter.
“Justru karena terbiasa itu, Pak. Mengkonsumsi kopi dapat merangsang
lambung untuk mengeluarkan asam lambung lebih banyak daripada jumlah normal.
Asam lambung yang berlebihan akan menyebabkan penyakit lambung. Saya sarankan
Bapak mengurangi konsumsi kopi, tidak lebih dari 2 cangkir sehari, dan jangan
mengkonsumsi kopi saat perut kosong,” jelas dokter panjang lebar sambil menulis
di secarik kertas.
Pak Jono dan Bu Asih terbengong-bengong kesulitan mencerna
istilah-istilah dokter yang bagi mereka asing.
Dokter segera tersadar “Begini, Pak. Banyak minum kopi bisa
bikin sakit perut, jadi kopinya dikurangi ya, Pak. Satu hari 2 gelas saja.
Kalau belum makan, jangan minum kopi,” jelasnya dengan kata-kata yang lebih
sederhana.
Suami istri itu mengangguk-angguk sambil ber-‘Ooo..’ pelan.
Melihat sepasang suami istri lugu di depannya, dokter muda
itu tersenyum “Ini resepnya, Pak. Obatnya diminum teratur. Jangan makan yang
keras-keras dulu, kalau bisa makan bubur saja. Hindari juga makan yang
asam-asam,” pesannya sambil memberikan secarik kertas yang dituliskannya tadi
kepada Pak Jono.
Setelah menukar resep
Berjalan pulang
“Syukur ya pak biaya berobatnya ndak mahal. Cuma sepuluh ribu
sekaligus obat,” kata Bu Asih lega saat mereka berjalan pulang.
Pak Jono masih bersungut-sungut, kesal karena disuruh
mengurangi minum kopi, kopi adalah kesukaannya, butuh/candu malah. Sekarang
disuruh mengurangi.“Ibu tahu sendiri toh, kalau minum kopi aku merasa segar
gitu lho. Terus disuruh makan bubur, kayak bayi aja”
“Ya ndak apa-apa toh pak. Kita ikuti saja kata bu dokter,”
kata bu Asih sambil membimbing suaminya jalan, “Bu dokter baik ya pak. Aku jadi
ingat Nani, jadi kangen. Apa kabar ya dia sekarang? Terakhir dia kirim surat satu bulan lalu
bilang kalau Bayu sudah pintar ngomong. Aduh, aku jadi kagen pak sama anak dan
cucuku itu. Ndak sabar nunggu lebaran. Nunggu mereka mudik dari jakarta.”
“Lah, bu, kok jadi ngawur toh, ayo jangan meleng nanti
kesandung.” Kata pak Jono yang merasa gengsi bilang kangen ke anaknya
“Iya pak” kata bu asih sambil terus senyum-senyum “Hmm,
jarang-jarang ya pak kita jalan-jalan kaya gini lagi. Jadi ingat pacaran dulu.”
“Jalan-jalan apanya, ini kan karena aku sakit,” kata Pak Jono
pura-pura bersungut-sungut menutupi groginya “Aduh, Bu, mau mapah apa gentolan
nih? Berat bu,”
“Ndak apa-apa toh pak. Merasa muda lagi, hihi…” kata bu Asih
semakin menggelayut manja pada lengan suaminya.
“Malu toh Bu… Malu” Pak Jono gelagapan melihat sekeliling
takut ada orang yang melihat dan menertawakan meraka.
***
Hari-hari kembali berjalan seperti biasa.
Sebagian besar masyarakat di desa Buaran/ Krakah, Kabupaten
Brebes ini memang bekerja sebagai petani bawang, baik
berkebun sendiri, maupun kebun yang diolah bersama beramai-ramai. Sebagai salah
satu penghasil bawang terbesar biasanya hasil panen bawang dari desa ini
dikirim ke Kabupaten. Pak jono rutin ke kebun bawang merah milik mereka,
hasil panennya dijual ke agen, dan uang yang mereka dapat lebih dari cukup
untuk membiayai kehidupan mereka berdua selama tiga bulan sebelum panen
berikutnya.
Nani, anak semata wayang Pak Jono dan Bu Asih, ikut suaminya
merantau ke Jakarta.
Sesekali mereka pulang ketika lebaran atau ketika ada rejeki lebih. Jadilah Pak
Jono dan Bu Asih hidup berdua saja di rumah sederhana mereka.
Pak jono menyiasati minum kopi. 2 gelas. Tapi minta gelas
besar. Kadang-kadang keluar ke warung kopi untuk minum di sana.
“Pak, ingat tho kata bu dokter, ngopinya dikurangi. Jangan
bandel toh pak”
“Yo kan
dak mungkin toh bu, duduk ngobrol di warung kopi tapi ndak ngopi. Mau ndak mau
toh bu,” kilahnya.
Makan juga bandel. Dibuatkan nasi lunak dan sayur bening di
rumah. Makan sayur asem di warteg, ditambah lagi gorengan.
“Bosan Bu, masak nasinya lunak, seperti bayi saja. Aku kan butuh tenaga lebih
untuk kerja di kebun.”
Bu Asih Cuma bisa geleng-geleng kepala mendengar alasan
suaminya. Untungnya Pak Jono tidak rewel kalau masalah minum obat, ia
meminumnya dengan teratur.
***
Sore hari sepulang bekerja di kebun, Pak Jono duduk bersantai
di dipan beranda rumah, tak ketinggalan rokok di sela jari dan kopi di
hadapannya. Bu Asih menemaninya sambil membersihkan beras untuk makan malam.
“Aduh…” Pak Jono memegangi perutnya.
“Kenapa Pak?”
“Perih Bu…” wajah Pak Jono semakin terlihat kesakitan.
Seperti mengulang adegan beberapa hari lalu, Bu Asih segera
ke dapur membuatkan air tepung sagu dan meminumkannya pada Pak Jono. Namun
selang beberapa menit, belum juga sakitnya hilang. Malah pak Jono
muntah-muntah, isi perutnya terkuras habis. Mukanya pucat pasi menahan sakit
dan mual.
Bu Asih panik dan meminta tolong tetangga untuk mengantarkan
pak Jono ke Puskesmas. Seorang tetangga yang mempunyai mobil bak bersedia
membantu. Di bak mobil, Pak Jono dibaringkan di atas kasur busa, Bu Asih duduk
di sampingnya.
“Lambung Bapak luka, bu.” kata dokter, yang beberapa hari
lalu juga memeriksa Pak Jono.
“Luka gimana Bu Dokter,” Bu Asih meminta penjelasan lebih.
“Begini Bu, kemarin itu lambungnya lecet, nah tapi bapak
masih saja mengkonsumsi makanan berat, ditambah lagi kopi yang memperparah
keadaan lambungnya,” kata dokter sambil menyentuh perut Pak Jono. Kemudian ia
melanjutkan “Bapak kehabisan banyak cairan karena muntah, dan belum boleh makan
apapun karena menyebabkan ingin muntah lagi. Saya sarankan Bapak dibawa ke
Rumah Sakit dan rawat inap di sana.”
“Iya dok, iya dok,” hal yang terpenting bagi Bu Asih adalah
kesembuhan suaminya.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Bu Asih meneteskan air
mata “Pak, tahan ya Pak, kuat ya,” katanya berulang-ulang sambil memijit-mijit
tangan dan kaki suaminya.
“Iya, Bapak bisa kuat kok. Jangan cemas, Bu. Hapus air
matamu,” kata Pak Jono berusaha menenangkan istrinya. Ia menyesal telah membuat
istrinya cemas dan menangis seperti saat ini.
“Bu…” Pak Jono meraih tangan istrinya.
“Ya, Pak?” Bu Asih memandang Pak Jono. Ia tahu ada yang ingin
disampaikan oleh suaminya.
“Bapak janji nggak akan minum kopi lagi,”
“Aduh pak, jangan janji, nanti kalau mungkir kualat,”
“Benar, bapak ndak mau minum kopi lagi. Tobat bu.”
“Benar Pak?” Bu Asih menatap lekat mata suaminya.
“Benar Bu. Tobat kopi,” Pak Jono balik menatap. Berusaha
meyakinkan.
Bu Asih terkikik “Alah... Tobat Kopi. Sejak kapan ada Tobat
Kopi?”
“Sejak Aku bilang barusan,” Pak Jono sambil pura-pura
memasang mimik serius, kemudian nyengir tiba-tiba.
“Iya Pak, Iya.. Aku percaya. Lho? Perutnya ndak sakit lagi
pak?”
“Ndak begitu sakit lagi seperti tadi. Kenapa ya? Ah… Aku
tahu, pasti karena air tepung yang diberikan oleh istriku tercinta ini,”
“Eh, Bapak malah ngegombal. Nanti perutnya nambah sakit. Ayo
istirahat dulu. Sebentar lagi sampai,” Bu Asih pura-pura ngomel sambil
membenarkan selimut yang tadi dipinjamkan Puskesmas untuk Pak Jono. Wajahnya
tersipu.
“Iya, Aku istirahat. Ibu jangan cemas lagi toh,”
Bu Asih tersenyum manis dan menggenggam tangan suaminya. Hari
beranjak senja, langit memerah dan burung-burung pulang ke sarangnya. Mobil bak
yang mengantar mereka akhirnya memasuki halaman Rumah Sakit.
Indralaya,
5 Maret 2011
Buat nama dokter?
Buat Nama puskesmas?
Buat nama Rumah sakit? Rumah Sakitnya di kabupaten atau desa?
Ada dak yang
dekat aja?
Bawang, ladang atau kebun?
Sumber teori tentang kopi:
http://tiqahminds.wordpress.com/2009/04/17/dampak-konsumsi-kopi
“Halo, Halo
Bandung”, Sebuah Kerinduan Di Balik Irama Bersemangat
Kembali
menggali spirit Bandung Lautan Api
Oleh: Rani Amalia Busyra
“Halo, halo Bandung
Ibukota Periangan.
Halo, halo Bandung
Kota kenang-kenangan.
Sudah lama beta tidak
berjumpa dengan kau.
Sekarang telah menjadi
lautan api.
Mari, Bung, rebut
kembali!”
(Halo,
Halo Bandung – NN)
Sekilas
terdengar lagu “Halo, Halo Bandung” adalah sebuah lagu yang membangkitkan semangat.
Lagu gembira? Tentunya bukan. Bertolak belakang dengan iramanya, di balik lirik
lagu “Halo, Halo Bandung” tersebut tersimpan kepedihan rindu yang teramat
sangat terhadap kota Bandung.
“Sudah
lama beta tidak berjumpa dengan kau”
Kalimat
ini benar-benar mengandung makna harfiah dan sederhana yang dikumandangkan oleh
para pejuang yang secara terpaksa meninggalkan Kota Bandung dalam pertempuran
melawan tentara Sekutu-NICA.
Menurut
pemaparan Dahrun Usman, S.Sos, Guru MI Asih Putera Cimahi melalui Tribun Jabar,
hari Senin, 21 Maret 2011, peristiwa tersebut berawal dari masuknya tentara
Sekutu ke Kota Bandung pada Oktober 1945. Ketika itu, para pejuang Indonesia di
Bandung sedang melaksanakan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata perang
dari tentara Jepang. Tetapi Sekutu secara sepihak menduduki beberapa kantor
penting dan fasilitas lainnya di kota Bandung. Di samping itu, tentara NICA
Belanda juga ikut membonceng kepada Sekutu dengan maksud kembali menguasai kota
Bandung.
Tindakan
tersebut mambuat para pejuang dari Bandung yang tergabung dalam Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) marah dan melakukan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA
Belanda sekaligus.
Pada tanggal
21 November 1945 tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar tentara TKR
dan para pejuang mengosongkan Bandung utara dan para pejuang harus menyerahkan
senjata kepada Sekutu. Tentu saja perintah ini tidak dihiraukan oleh tentara
TKR sehingga menimbulkan bentrokan kedua belah pihak dan sejak saat itu, maka
Kota Bandung terbelah menjadi dua; Bandung utara dan selatan.
Pada tanggal
23 Maret 1946 tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum yang kedua, mereka menuntut
agar TKR yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI)
mengosongkan Bandung bagian selatan. Presiden Soekarno memerintahkan agar TRI
dan para pejuang lainnya segera mengosongkan Bandung selatan demi keselamatana
rakyat dan pertimbangan politik.
Para
pejuang memang mematuhi perintah Presiden Soekarno tersebut, namun sebelum
meninggalkan Bandung selatan, mereka membumihanguskan daerah tersebut agar
tentara Sekutu dan Belanda tidak bisa memanfaatkan fasilitas kantor dan gedung
lainnya. Pembumihangusan yang terjadi pada 24 Maret 1946 ini ternyata pada
akhirnya dianggap sebagai salah satu strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan
Indonesia (Wikipedia Indonesia, Bandung Lautan Api).
“Sekarang
telah menjadi lautan api. Mari, Bung, rebut kembali.”
Dari
dua kalimat terakhir lagu yang sama dapat kita lihat tekad para pejuang yang
menganggap pembumihangusan tersebut adalah sebuah langkah mundur untuk
selanjutnya maju seribu langkah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Ada
sebuah pesan moral yang dapat kita petik dari peristiwa ini, yaitu
“Pengorbanan”. Para pejuang yakin, dengan strategi yang telah mereka susun
sedemikian rupa, termasuk pembumihangusan Bandung selatan, pada akhirnya mereka
dapat meraih kemenangan ke depannya untuk Indonesia. Dengan segala bentuk
keikhlasan mereka rela membakar tempat tinggal mereka sendiri, meninggalkan
lingkungan tercinta tempat mereka bertumbuh dan seluruh kenangannya. Bahkan
Indonesia harus rela kehilangan dua orang pemuda gagah berani yaitu Muhammad
Toha dan Ramdan, yang gugur demi meledakkan gudang amunisi tentara sekutu.
Semua itu direlakan dengan keyakinan bahwa segala bentuk kehilangan dapat
tertebus dengan keadaan yang dinamakan Kemerdekaan Mutlak.
Pengorbanan
yang tanpa pamrih. Pengorbanan tanpa berharap namanya akan diingat oleh
orang-orang setelahnya. Itulah semangat pengorbanan yang berkobar lebih besar
daripada lautan api yang berkobar selama tujuh jam dan menyisakan puing-puing
bangunan dan tempat tinggal rakyat.
Sudahkah
kita berkorban untuk negara? Tidak perlu langsung berfikir pada pengorbanan
yang besar. Dimulai dari hal-hal kecil saja.
Relakah
mengorbankan sedikit waktu senggang yang biasanya digunakan untuk bermain dan
bersenang-senang diisi dengan kegiatan bermanfaat seperti belajar dan berkarya?
Relakah sedikit menyumbangkan rasa lelah menggunakan fasilitas kendaraan umum
ketimbang kendaraan pribadi demi mengurangi padat kemacetan di jalan raya? Atau
bahkan jika berfikir lebih jauh lagi, adalah untuk menghemat penggunaan bahan
bakar. Dan masih banyak pengorbanan-pengorbanan kecil lainnya yang dapat kita
lakukan untuk masa depan negara tercinta.
“Jangan
tanyakan apa yang akan diberikan oleh bangsa kepadamu, tapi tanyakanlah apa
yang bisa kau berikan kepada bangsa.”
Tidakkah
kata-kata Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, yang pernah dikutip
Presiden Soekarno sebagai potongan pidatonya ini menggelitik nurani kita sebagai
pemuda yang diharapkan mengisi masa depan bangsa? Mari kita mulai dengan
satu-dua langkah sederhana.
Banyak
yang dapat kita lakukan di jaman sekarang dengan aman dan bebas tanpa
peperangan, maka pastinya tidak sulit bagi kita untuk memberikan sumbangsih karya
dan kegiatan yang bersifat positif dalam bentuk apapun kepada Negara Republik
Indonesia.
Pernah
juga Presiden Soekarno berkata, “Beri aku sepuluh Pemuda, maka akan
kuguncangkan dunia.”
Menurut
pembahasan Erik Permana Putra, Mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang, kata-kata Presiden Soekarno secara tidak langsung menyatakan bahwa
hanya dengan pemuda dan di tangan pemuda sebuah bangsa bisa menjadi besar dan
maju. Karena itu, tak salah jika sejak dulu hingga sekarang tampuk harapan
selalu dibebankan kepada pemuda. Jika menengok sejarah perjalanan Indonesia
sejak era penjajahan hingga reformasi, pemuda selalu menjadi aktor utama dari
setiap peristiwa penting dalam perjalanan sejarah bangsa.
Sekarang,
mari kita berkaca pada diri sendiri. Dapatkah kita meningkatkan kualitas diri
agar menjadi salah satu pemuda yang dapat mengukir sejarah Indonesia dengan
suatu prestasi, seperti pemuda-pemuda terdahulu? Atau dapatkah kita mendidik
anak-anak kita agar menjadi pemuda yang kedepannya dapat memajukan bangsa?
Kembali, mari kita mulai dari hal-hal kecil. Memberi teladan yang baik pada
anak-anak tentang makna mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengingatkan para sahabat yang mulai melakukan suatu tindakan yang berpengaruh
buruk terhadap lingkungan atau yang tindakannya sudah melenceng dari
norma-norma, mencintai produksi dalam negeri, dan memperhatikan serta turut
serta dalam upaya melestarikan budaya asli Indonesia serta nilai-nilai luhur
yang terdapat di dalamnya.
Setelah
memaknai seluruh pengorbanan dan perjuangan pahlawan kemerdekaan, mari kembali
nyanyikan dengan hati setiap baris lagi “Halo, Halo Bandung” tersebut, kemudian
resapi seksama ke dalam sanubari. Semoga rasa haru dan semangat perjuangan
merasuk dalam jiwa kita para pemuda Indonesia.
Jambi,
30 Maret 2011
Daftar Pustaka
Biodata Penulis
Nama : Rani
Amalia Busyra
Tempat,
Tanggal Lahir : Padang,
16 November
Fakultas
/ Jurusan : Ekonomi
/ Akuntansi
Perguruan
Tinggi : Universitas
Sriwijaya
ORGANISASI DAN AKTIVITAS
2010
– sekarang : Sekretaris Taman Baca Pondok Imaji Khatulistiwa
2009
– sekarang : Anggota Ikatan Bujang Gadis Kampus Sumatera Selatan
2007
– sekarang : Anggota BELISARIO, Paduan Suara Mahasiswa Universitas Sriwijaya
Jenis
suara: Mezzo Soprano – Alto
KONTAK
Facebook : Rani Amalia Busyra
Twitter : @kekasihpuisi
E-Mail : rani_restletink@yahoo.com
Date/Time: 19th March 2011 / 10:44:29
Folder: Ucut TulisDream11
----------------------------------------------------------------------
(1)
PLAAKKK!
Aku terkejut bangun dari tidurku. Terasa panas dan
berdenyut. Baru saja sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.
"Anak kurang ajar," kudengar mama menggerutu dan
keluar dari kamarku. Aku tak tahu tentang apa itu. Kesadaranku belum terkumpul
penuh.
(2)
aneh, ini sebuah hal yang baru kualami, tak biasanya mama
menamparku setelah ku terkaga dari tidur. ada apa ini, jantungku berdetak
sekencang angin menerpa. tak ada penjelasan, hanya kata-kata kurang ajar, apa
salahku?
(3)
Setelah sejenak terduduk berfikir, aku bangkit dari kasur
dan keluar dari kamarku.
Di mana mama? Aku mencari-cari. Ingin kuminta penjelasan
padanya atas tamparan tadi. Tak kutemukan mama di dapur maupun di kamarnya.
(4)
keadaan yang membuatku bingung, dengan lamunanku yang dalm
aku berpikir apa salahku hingga cacian mapir didepanku tadi.
tak berapa lama terdengar suara langkah kaki dari depan
pintu, siapa itu.
(5)
Dari jendela kulihat ada sesosok lelaki berjalan di halaman
depan menuju pintu rumah kami.
Tamu?
Belum sempat satu langkah aku menuju ruang depan untuk
membukakan, entah dari mana mama mendahuluiku berjalan menyambut laki-laki itu.
(6)
otakku semakin tak menentu memikirkan kejadian tadi, kenapa
tiba-tiba mama hadir tanpa sepengetahuanku. langsung saja membukakan pintu itu.
siapa tamu itu, aku penasaran dengan sikap mama.
kuintip dari sudut dinding kanan rumah, ah.. aku tak
mengenali tamu itu.
kembali aku duduk diruang tengah dan menunggu mama memberi
penjelasan kejadian barusan.
aku tak mau menguping, hingga aku sempatkan untuk memutar musik
di handphoneku, pelan hanya aku yang mendengar.
(7)
Sedang nikmat-nikmatnya kudengarkan musik dari handphoneku,
mama menghampiriku dengan tersenyum-senyum.
Apa lagi ini?
Sikap mama berbeda 180 derajat daripada tadi. Aku yakin
tamparan tadi bukan mimpiku. Tak ada satu orang lagi pun kecuali mama dan aku
di rumah ini.
"Ivo, kemari. Ada yang ingin Mama kenalkan
padamu," aku disuruh berkenalan dengan laki-laki itu?
(7)
lelaki itu tegap berdiri dari tempat duduknya, aku terpaksa
berkenalan dengan lelaki. tak biasanya mama bertingkah seperti ini. lain dari
biasanya.
ia ulurkan tangannya dan aku menyambutnya dengan cepat,
"ivo", "ferdi". dan ia duduk kembali dengan senyumnya tanpa
sebab. mama pun ikut tersenyum, ah! siapa orang ini, apa pentingnya aku dikenalkan
dengan lelaki yang samasekai tidak menarik menurutku.
mama : ivo, ferdi ini anak tante tari, temen sma mama. ingat
kan?
aku : ee..e iya ma, ivo ingat.
mama : nah, sekarang kalian udah saling kenal, umur kalian
cocok lg.
aku hanya terdiam melihat tingkah mama yang seakan mau
mendekatiku dengan lelaki ini. lelaki itu menatapku dengan penuh, aku membuang
arah ke segala penjuru.
mama : ivo, kamu buatin minum deh buat ferdi
ferdi : gak usah tante, gak usah repot-repot
mama : gak papa kok, masa tamu gak disuguhi minum. ah kamu
ini fer.
(8)
Aku segera berjalan ke dapur. Tak ingin aku berlama-lama ada
di ruang tamu ini.
Kuseduh teh pelan-pelan.
Begitu pelan aku sambil berfikir cara apa yang dapat membuat
laki-laki yang bernama Ferdi itu mengurungkan niatnya menikahiku.
Aha!
9.
gotcha! aku dapat ide, kuseduh teh dengan ramuan khusus. ya,
garam sebagai pengganti gula. biar dia bosan berlama-lama dirumahku.
kuantarkan teh dengan senyuman pasti, kuletakkan
dimeja,tepat didepan kursinya.
mama : ivo, mama kedapur sebentar ya. kamu tmenin Ferdi ya
vo.
ivo : iya ma..
dalam hatiku, ini kesempatan bagus untuk membuat lelaki ini
cepat pergi dari rumahku.
ia menatapku tajam sambil tersenyum, (sialan pakai senyum
segala)
aku : o, iya diminum tehnya fer..
Date/Time: 29th March 2011 / 11:7:21
Folder: Ucut TulisDream11
----------------------------------------------------------------------
1. Penulis
Usia lanjut membuatku tak henti untuk berkarya, tulisan
mengalir bersamaan aliran darahku. Tubuhku boleh terserang renta, tapi karya
tetap akan jadi point utama dalam mengisi hari-hari. 4 jam sehari kuluangkan
waktu pada ruang 3*4 untuk membaca dan menulis.
(2)
Seperti kebiasaan seluruh penulis, aku menulis di kala sepi
hari. Pada dini yang berembun. Namun aku tetap sadar pada keterbatasan tubuhku
yang tak setangguh masa muda dulu. Tidak lagi aku bisa menghabiskan malam tanpa
lelap. Kubiasakan mengistirahatkan tubuh diwaktu malam dan terjaga setiap dini
hari dengan kesegaran dan dingin yang luar biasa melimpahruahkan inspirasi.
Mengajakku menuliskan kata-kata hangat nan sederhana. Terkadang istriku turut
terjaga bersama, menyuguhkan kopi di sampingku, kemudian menanti pagi sambil
merajut dalam diam di sampingku. Terkadang kutatapi lekat ia yang sedang
tenggelam dalam motif rajutannya. Ya, dari auranya lah terkadang kutemukan
inspirasi. Malah terkadang lebih lancar daripada waktu-waktuku sendiri.
Istriku oasis inspirasi yang tak habis-habis. Aku
membutuhkannya karena aku mencintainya.
Rumah kami yang menarik diri kepada sepi, didirikan oleh
anak-anak kami yang kini tersebar dengan hidupnya masing-masing. Satu-dua waktu
mereka berkunjung dan bertukar cerita padaku. Tentang pengalaman hidup. Tak
lupa pula aku selalu mengingatkan mereka agar senantiasa tetap bertahan pada
kemurnian jiwa dan dengan erat berpatok pada hakekat hidup dalam menghadapi
kegilaan jaman.
Ah, anak-anak yang kuberi bekal sebelum kulepas pada dunia
manis asin.
3. Dunia ini keras dan menjadi seorang penulis seperti
diriku membutuhkan waktu yang cukup menguras keringat. Kuingat dahulu memulai
menulis pada kertas-kertas sekolah yg tengahnya kurobek untuk kutuliskan
beberapa sajak kemudian kutempel dimading sekolah. Darisanalah teman-teman
sekolahku menjulukiku pujangga, tak dapat kupahami saat itu tentang imajinasi
yang lahir dengan sendirinya.
Aku mulai menyukai diary-diary kecil dan kutuliskan bait
demi bait hari-hari. Diselip kata-kata ada saja puisi,ungkapan yang tak mudah
dimengerti orang awam.
4 Dalam mengetuk hati, aku mencoba mengingat masa lalu.
Dimeja kerjaku masih saja kupakai mesin tik kuno hingga saat ini. Mesin tik
inilah yang menemani malamku, inspirasiku. Bunyinya menguraskan semangat yang
kuat,aku sangat nyaman mengetik dengan mesin ini.
5. Sebuah kata lahir dengan tatapan pertama pada dinding
sebelah kiri ruang kerjaku. Aku mulai dengan tema priyayi.
(6)
Seketika kepalaku dipenuhi oleh imajinasi dan
bayangan-bayangan keteraturan adat masa lalu. Kemewahan tanpa gemerlap, namun
membuat orang-orang terintimidasi dengan keanggunan dan tutur cara yang
sedemikian diatur jalurnya.
Kumulai menulis tentang suasana.
Kulanjutkan menuliskan penggambaran pribadi-pribadi di
dalamnya.
Ah, kuhidupkan mereka semua dengan kisah.
Sebuah kisah yang sedari dulu bersemayam di kepalaku dan
senantiasa mengetuk-ngetuk minta dibukakan pintu agar mereka terbebas pada
dunia. Tertumpah pada kertas-kertas polos untuk kemudian dibaca oleh dunia.
7. Cerita yang berangsur-angsur terisi dengan kehidupan para
priyayi desa, para konglomerat kaya yang tinggal didalam istana dengan beberapa
selir. Membuatku jauh melayang mengikuti pada zaman itu, terasa dan dapat
kutuliskan sejarah demi sejarah. Pakaian berlapis sutra, sarung-sarung jawa
yang hanya dikenakan kaum atas. Jelas kububuhi dengan arogansi moral yang
terjadi.
Warga desa yang menunduk sambil menyerahkan upeti dan tanah
ulayat yang tak habis-habisnya ditanam paksa dengan pekerja-pekerja keringat
baja.
Tak terasa 3 jam kutuliskan tanpa henti disebuah kertas,
ah..sejenak melakukan peringanan jari dan mulai merengangkan tubuh,sambil
kupikirkan kelanjutan cerita ini.
(8)
Kutatap kelam yang sedikit demi sedikit disisipi
serpih-serpih cahaya.
Tumbuh sebuah tanda tanya di ladang pikiranku.
Arogansi.
Mengapa arogansi bercokol di kepala orang-orang yang merasa
memiliki lebih banyak dari pada lainnya?
Sepertinya benih-benih superioritas memang ada di setiap
hati manusia.
Harta adalah pupuknya dan kegilaan terhadap penghormatan
adalah air yang senantiasa menyirami tumbuh suburnya arogansi tersebut.
9. Imajinasiku mulai berkembang ke arah kehidupan kaum-kaum
kecil yang ditindas oleh bangsawan. Ini ketidakadilan. Jari-jariku tak sabar
menuliskannya. Aku melanjutkan dengan arogansi kaum bangsawan yang menghendaki
kesejahteraan dengan segala cara, hasil dari petani harus disumbangkan ke
mereka, para gadis-gadis belia harus bersedia bekerja sebagai selir di istana.
Baiklah,ini merupakan cerita lintas sejarah jawa, aku akan mencari lebih banyak
sumber untuk kujadikan novel dan menjadi sumber hidup dalam kesusastraan
Indonesia.
Date/Time: 01st April 2011 / 2:26:31
Folder: Ucut TulisDream11
----------------------------------------------------------------------
Tawa Kecil
(1) Ubeb
siang yang terik membuatku bersemangat bergerak untuk
menyambut pengalaman baru, kringgg..suara telepon genggamku berbunyi, pacarku
menelepon, dan berkata kabar gembira hadir, aku diterima mengajar di sebuah
kursus di daerah sekitar rumhku. tak habis pikir juga, pacarku sangat bisa
mencari pekerjaan yang tak jauh dari rumahku. memang ini suatu kebetulan. pukul
11.05 waktu semkin dekat pukul 13.05 dan aku harus segera bergegas menghadiri
pertemuan pertama untuk mengajar.
baju apa yang harus kupakai ya, aku bingung. ah yang warna
abu-abu panjang saja. aku suka baju ini, sederhana dan berbahan dingin,nyaman
kupakai. semoga anak-anak suka dengan penampilanku. setelah siap berbenah aku
melangkahkan kaki ke tempat kursus......
(2)Ucut
(2.1)
Di mana ya tempatnya?
Sesuai deskripsi pemilik tempat kursus, pastinya tempat itu berada
di sekitar sini.
"Dari POLSEK simpang bawah Perumnas, menyebrang saja.
Tempat kursusnya ada di depan toko duplikat kunci Shakira," katanya di
telepon tadi.
Aku lihat keadaan sekitar.
"Toko Shakira... Hmm... Nah, itu dia,"
kulangkahkan kakiku agak cepat karena sudah tepat pada waktu perjanjian, 13.15
WIB. Kulirik jam tanganku. Aku tidak ingin memberikan kesan buruk pada
pertemuan pertama ini.
Akhirnya. Aku berdiri di sebuah rumah sederhana. Di beranda
depannya tergantung spanduk Nez English Course. Kakiku melangkah perlahan
menuju pintu depan rumah itu.
"Assalamualaikum," ucapku di depan pintu.
Seorang wanita muda berjilbab dan beberapa anak seumuran TK
- SD yang sedang belajar sambil bermain menoleh ke arahku "Waalaikum
salam."
"Rani, ya?" ucap wanita itu sambil tersenyum dan
berdiri dari tempat duduknya.
"Iya," aku tersenyum. Mataku menyapu sekilas
seluruh isi ruangan. Tempat kursus ini tidak seperti tempat-tempat kursus
kebanyakan yang dibayangkan orang. Termasuk aku. Hanya terdiri dari satu ruangan
besar yang lantainya ditutup hamparan karpet hijau. Anak-anak duduk lesehan di
lantai dengan meja-meja kecil di hadapannya. Persis dengan suasana TPA, Taman
Pengajian Al-Quran.
Melihat keadaan seperti ini, hatiku malah sangat senang.
Tidak akan ada suasana belajar yang menegangkan. Tidak akan ada stress dalam
belajar mengajar. Pasti aku yang mengajar dan anak-anak yang belajar akan
merasa rileks.
(2.2)
"Kita belajar di sini santai saja. Tidak perlu terlalu
keras. Yang penting, anak-anak mengerti," kata Kak Mira, pemilik sekaligus
pengajar tempat kursus ini.
"Ayo, langsung dimulai saja. Masing-masing mereka usia
sekolahnya berbeda-beda, jadi mereka membawa buku masing-masing yang biasa
mereka pakai di sekolah. Kita tinggal menolong mereka belajar saja, mengikuti
pelajaran mereka di sekolah," jelas Kak Mira.
Aku mulai mengajar anak-anak di sini. Sedikit demi sedikit,
aku dapat mengenal mereka satu per satu. Caca yang sangat pintar walaupun belum
masuk SD. Puja yang mungil dan masih cadel serta belum pandai menulis. Oji,
kelas 4, sangat bandel dan sering mengganggu teman-temannya. Nadiya, teman
sekelas Oji, yang sering jadi bulan-bulanan gangguan Oji. Yudha, kelas 5, yang
pintar dan percaya diri. Dani dan Dana, si kembar yang sama-sama pemalu. Mutia,
kelas 5, yang pendiam dan penurut. Terakhir, Tania, yatim-piatu yang sangat
gigih belajar. Tania adalah murid istimewa di tempat kursus ini, karena Kak
Mira tidak mengharuskan dia membayar uang kursus, "Cukup rajin belajar
saja. Itu syaratnya," kata Kak Mira saat kami duduk bersantai di beranda
tempat kursus sambil menunggu Caca dan Puja dijemput orang tuanya.
Terbersit rasa salut di hatiku untuk kak Mira. Aku jadi
semakin bersemangat untuk lebih baik mengajar anak-anak di sini. Dengan
mengajar mereka, aku dapat menabung amal jariyah yang pahalanya tak akan pernah
putus selama mereka memakai ilmu yang kuajarkan di masa depan kelak.
hal 3.(penutup)ubeb
aku merasakan suasana baru, ini yang kucari selama ini.
berbaur dengan orang dan mendapatkan pengalaman. hidup memang keras, sebuah
mata koin harus dipilih salah satu atau kalah dan terdiam selamanya. aku puas
mengajar pada hari pertama, berkecimpung dengan anak-anak merupakan hal baru
dalm hidupku. mereka terlihat gembira, tertawa lepas dan bermain dengan riang
dalam jam belajar. akan kutanamkan nilai moral dan edukasi yang baik kepada
anak-anak muridku, kelak harus menjadi manusia berdaya saing.
langkah awal yang tak terduga-duga, semoga saja pekerjaan
ini dapat memberikan hasil positif bagiku dan orang disekelilingku. berbagi
ilmu, mengajar salah satu asah ilmu bagiku. agar terus kuingat tentang bahasa
yang selama ini kupelajari dan saatnya dipraktekkan dalam ruang nyata dan
manusia-manusia hasu ilmu.
***
jambi, kolaborasi rani-ian
1 April 2011
Date/Time: 05th April 2011 / 12:59:39
Folder: Ucut tulis + mimpi
----------------------------------------------------------------------
Pecinta
Alam
cerpen KOLABORASI
06.04.11
HALAMAN 1
UBEB
Ruang teras dipenuhi para sahabat-sahabatku yang sibuk
mengecek peralatan serta tenda-tenda untuk keberangkatan sore ini menuju Gunung
Gede Pangrango.
Halaman 2
Ucut.
Carriel-carriel besar muatan 40kg berjejer di pinggir
beranda.
Air minum, beras, wadah makanan, pemantik api, senter besar,
tali temali, serta peralatan survival lainnya lengkap sudah kami siapkan.
Peralatan dari masing2 pribadi pun kami persiapkan
masing-masing.
Halaman 3
Ubeb
aku : uj, mana petromax kita?
uj : aduh, aku lupa gus. biar kuambil sekarang kekosku.
aku : ya, ambil j, gawat kalau gak ada. bisa mati dalam
gelap kita nanti.
semuanya tertawa mendengar ocehanku, untung saja aku cek
kembali peralatan-peralatan yang penting. ini pendakian pertama ke Gunung Gede,
kami harus mempersiapkan segalanya dengan baik.
Tak lam, chandra datang dengan carriel dipenuhi peralatan
lengkap.
chandra : Assalmualaikum..maaf telat tadi terjebak macet di
lampu merah.
Aku : santai bro, kita juga lagi nunggu uj mengambil
petromax. dia lupa membawanya.
chandra : okelah kalau begitu, aku mau cek alat-alatku lagi
gus.
Aku : ya, cek kembali barang-barang bawaanmu.
tidak lupa aku siapkan buku note dan pulpen untuk menulis
nanti di puncak.
waktu menunjukkan pukul 15.30, sebentar lagi kami siap
berangkat. kemana uj, lama sekali dia. atau bercinta dulu dengan pacarnya,ah
kebiasaannya tidak berubah.
Ayahku Dalam Karikatur Abstaksi Mimpi
Sore itu lorong
waktu berkecamuk memukul hari-hariku, teman-teman asyik bermain diluar dengan
manja dan tertawa, akulah anak-anak yang tiada pernah merasakan permainan
dengan keindahan bersama… berawal dari pustaka hari, umurku baru 5 tahun.
Ayah…ayah dalam mimpiku kata ibu, kenapa nak?
Ibu : Kamu
bermimpi lagi? Yan rindu Ayah bu, kemana ayah. Ayah bu. Ayah!.
Ibuku hanya
terdiam dalam kabut malam itu. Tepat pukul 03.12 wib ibuku terisak di ruang
dapur, aku mendengar sesayup doa yang cukup mencenggangkan hati. Ibuku berkata, jika bukan karena anak-anakku
ya Allah” aku ingin menemuiMU ya Allah, Ya Allah, mengapa jalan hidup
keluargaku begitu menyedihkan.
Tanpa pikir panjang aku langsung berlari mendekkati
ibu, ibu kenapa menangis (sambil kupeluk dengan erat bahu atasnya).
Ibu :
Ibu gak apa-apa nak, Cuma shalat aja. Kamu kenapa belum tidur yan?
Yan : terbangun bu, mendengar tangisan ibu, yan
khawatir. Sudah, sudah…gak apa-apa, sekarang tidur ya.
Ibu : Ibu mau memasak lagi untuk jualan esok
pagi.
Yan : Iya bu…
***
Pagi yang
dipunguti hujan deras…ibuku masih dalam kesibukkannya memasak dan membuat
kue-kue kecil untuk dititipkan ke sekolah dasar.
Yan : pagi bu…ibu
sudah sarapan?
Ibu : belum nak, ibu masih sibuk membuat kue,
o iya kamu tolong ambilkan baskom itu.
Yan : ya bu…
sambil kuambil roti tawar untuk ibu
yan : Bu…ini
baskomnya, rotinya dimakan dulu bu.
Ibu : iya nak…
Memandang keluar
jendela, kutilik jelas anak-anak seumuranku bermain klereng, bermain
kejar-kejaran. Sedang aku hanya bias terdiam dirumah dan memperhatikan alur
permainan mereka.
Aku hanya bias
terdiam dan menduduki istana surge rumahku bersama ibu, kelahiranku normal kata
ibu, tapi dokter memvonis dengan penyakit tumor jinak di otakku. Inilah alas an
kuat ibuku melarang bermain, sedikit kelelahan aku bias jatuh pingsan dan
tergeletak tak sadarkan diri. Sama halnya dengan manusia yang sekarat.
Lingkungan yang berdebu menjadi alasan
kuat untuk bermain, memang lingkungan di sekitar rumahku tidak begitu nyaman,
debu adalah ratapan manusia sekitar. 90% udara bersih jarang kami hirup
disekitar rumah.
Pukul 07.00 wib, mentari mulai menarik
ulur cahaya, ibu telah siap dengan lampan tuanya dengan ratusan kue yang telah
dibuatnya. Siap untuk diantarkan ke sekolah dasar negeri 20.
Ibu : yan, ibu pergi dulu ya. Untuk
sarapan sudah ibu persipakan dimeja makan. Nanti setelah makan kamu jangan lupa
makan ya.
Yan : iya bu, ibu hati-hati di jalan.
Ibu : iya nak..Assalamualaikum…
Yan : walaikumsalam
Seperginya ibu dari rumah, ratapan
mataku kembali tertuju kesemua ruangan rumah. Entah kenapa kembali kucari ayah,
wajahnya, rupah dirinya dalam mimpiku. Lemari tua yang berada didalam kamar
menjadi acuan otakku untuk mencari tentang ayah, perlahan kucari dan kucari
dengan harap. Dibawah lemari dengan tumpukkan baju, tanpa sengaja kutemukan
secarik surat dari…Abdul Wahab. Teruntuk Sulastri.
Kubaca perlahan, dengan gemetar.
Teruntuk
istriku tercinta…
Sulastri
Senin,12 januari 1982
Ma,
aku pergi untuk mencari nafkah, maaf tanpa pamit aku tinggalkan secarik surat
ini. Aku berjanji akan kembali setelah sukses nnanti. Jagalah baik-baik Ardian
dirumah. Semoga Allah selalu melindungi mama dan Ardian.
Aku
pergi ma….
Abdul
Wahab
Selesai kubaca, kembali kucari apa lagi
peninggalan ayah untuk ibu. Tanpa kusadari didalam amplop tersimpan cincin
nikah ayah dan photo ukuran 3X4 yang using tersangkut zaman. Inilah ayahku,
akhirnya kutemukan rupanya. Betapa bahagia diriku dapat melihatnya walau ahnya
dalam bentuk photo dan rautan wajahnya aku yakin, dia pasti kembali untuk
keluarganya.
Tok…tok…
Assalamualikum…
Tok…tok….
Hah…aku terkejut, siapa diluar.
Cepat-cepat kurapikan berkas-berkas surat ketempat semula.
Assalamualikum…
Lastri…lastri…
Aku langsung berlari menlihat keluar
pintu…siapa diluar.
Walaikumsalam…
Yan : oo…tante ning, kenapa tante?
Ning : ibu belum pulang yan?
Yan : belum tante, ibu masih di sekolah,
mungkin sebentar lagi. Kenapa tante?
Ning : gak, ini ada surat dari pak pos
buat ibu.
Yan : iya tante, nanti yan sampaikan.
Terima kasih tante…
Ning : iya sama-sama yan, kalau begitu
tante mohon pamit ya
Yan : iya tante, hati-hati ya tante
Hari telah menyingsing hangat, ibu belum
juga pulang. Aneh tak seperti biasanya ibu belum pulang. Dan perasaanku semakin
heran dengan isi surat yang diberikan dari tante ning, diatasnya tertulis
teruntuk sulastri. Dan tidak ada alamat pengirim, hanya initial A.W. aku pikr
dengan keras, A.W, A.W, apa benar Abdul Wahab, tanyaku dengan keras…
Tanpa pikir panjang kubuka surat
itu,
Tertukar
Celana
(Mimpi)
Inspirasi :
Rani Amalia Busyra (istriku)
Oleh :
Ubeb
Menghidupi malam dengan tong-tong lampu
membuatku paham untuk menyambut mimpi. Aku tak lelah bermimpi, karena mimpi
menghidupkan hariku. Aku tak bosan bermimpi karena sudah jalan yang kudapat. Ya,
tertukar celana, celana yang kupakai warna sama bahkan tipe pun sama. Hanya
ukurannya yang berbeda, tapi yang kusesali. Ini kali pertama celanaku tertukar
di asrama kuliah. Sangat lucu, untung saja bukan celana dalam yang tertukar.
Ini jemuran di depan kamarku, tak
biasanya ada yang menjemur pakaian di depan kamar. Biasanya di tempat
masing-masing. Telah kubawa celana itu kekamar untuk kulipat, kusetrika. Tapi
anehnya belum kusadari saat itu, baru tersadar ketika ingin kupakai, loh kok
sempit ya. Apa tubuhku udah melar. Ah tidak mungkin. Tidak mungkin. Nah, ini
pasti tertukar pikirku. Sialan, celana siapa ini. Mana celanaku. Langsung
kutanyakan ke kamar depan.
Aku :
Siti..Siti, tau gak celana siapa ini?
Siti :
Gak tau na, emang celana siapa. Tertukar gitu?
Aku :
Iya Ti, aduh. mana itu celana kesayanganku. Siapa ya kira-kira yang menjemur
pakaian tadi siang Ti?
Siti :
Mungkin anak baru sebelah kamarmu Na
Aku :
Hah, ada anak baru?
Siti :
Iya, ada anak baru disamping kamarmu, tadi pukul 10.00 pagi dia datang.
Aku :
Mungkin juga dia yang menjemur. Ya sudah aku kekamarnya Ti
Siti :
Cobalah tanya Na. Mungkin dia yang menjemur
Aku :
Oke ti, thanks ya
Aku
langsung menuju kekamar itu, tokk..tokk.. Assalamualaikum..
Terdengar
balasan, Walaikumsalam..wanita asing yang membuka pintu.
Aku :
halo, anak baru ya?
(ia
sangat cantik, mirip sekali tubuhnya denganku. hanya pinggangnya cukup lebar 3
cm. kuperhatikan seluruh tubuhnya secara detail).
Anak baru :
iya mbak. saya baru di asrama ini
Aku :
o kalau begitu selamat datang di asrama, (kusodorkan tanganku ke dia) kenalin
namaku ana
anak baru :
namaku veysha, mbak ana dikamar mana?
Aku :
aku disebelah ni,kita tetangga
Anak baru :
wah kalau gitu nanti saya kekamar mbak.
Aku :
ok. ditunggu ya.
loh, kok aku gak jadi bertanya tentang
jemuran. tentang celana. aduh, kok bisa lupa ya. ah, nanti malam saja
kutanyakan. kugantung pakaian itu dipintu kamar. dan melanjutkan pergi ke
kelas.
siang itu begitu terik, keringatku
mengucur deras. gila global warming semakin membuat dunia kering. jemuran
menjadi garing, seperti ikan asin jadinya. untung ada buku, sehingga bisa
kujadikan kipas.
setelah usai jam pelajaran usai. aku
langsung menuju asrama. mandi dan melahap indomie goreng kesukaanku. ah, hari
yang menjengkelkan. apa sih maunya orang yang menukar celanaku.
tok..tok..tok..
Assalamualikum..(terdengar suara diluar pintu kamarku)
walaikumsalam
jawabku..tunggu sebentar,sambil merapikan kamarku.
Aku :
ooo..veysha..masuk..
loh kok bawa celana
Veysha :
iya mbak, ini celana mbak ya. kayaknya saya salah ambil tadi.
(kulihat dengan teliti)
Aku :
iya vey..celanaku. berarti itu celanamu. (sambil kutunjuk ke arah gantungan
pintu kamar.
Veysha :
loh, iya mbak. berarti kita tertukar mbak
Aku : iya jelas tertukar, untung bukan
celana dalam. hahaaa..td siang ingin kutanyakan ke vey, tp lupa. eh vey yang
datang kesini.
Veysha :
maaf mbak, vey yang salah. salah ambil jemuran tadi. buru-buru tadi mbak.
Aku :
udah gak papa, yang penting udah kembali celana kita.
Hahaa. Celana-celana, kok bisa-bisanya
engkau tertukar. apa sudah bosan kupakai, bilang dong. iih.. untung
kembali,kamu kan celana kesayanganku. awas tertukar lagi.
Lalu kusimpan di lemari pakaian berlapis
kayu jati.
***
Date/Time:
04th April 2011 / 3:24:56
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Diantara
Sisi Hidup
halaman
1
mencoba atau tidak sama sekali, berani
berucap salah atau benar maka tindaklah dengan bijak. hidup bukan sekedar
tertawax ada kalanya mengarungi tangis dalam lautan luas. serangan hidup adalah
gelombang yang harus ditempuh, mengkayuh dan teruslah berusaha. itu seberkas
tulisan yang terus kubaca dalam diary kecilku, hidup memang berat. aku sudah
muak dengan hidup, sekarang kebebasan yang ingin kuraih bukan omong kosong.
terlalu banyak bicara, tiada tindakan.
banyak sekali kutemui kawan-kawanku yang semudah berbicara tanpa dapat memegang
mulut mereka. apa ini hidup atau sedikit pengalaman yang mereka dapat sehingga
berbicara tanpa isi. pembicaraan yang mengarah bau bukan wangi, aku sering
meninabobokan kata-kata yang kuanggap kosong.
halaman
2
berbekal menulis membuatku sadar dengan
beragam watak dan sifat yang seperti sperma-sperma hidup. mengkerucut sangat
aneh. kehidupanku berangsur pulih setelah mengalami cobaan besar, ya suamiku
meninggal muda pada usia 31 tahun, leukimia sejak ia kecil. aku mencintainya
sepenuh hati, tidak ada sedikitpun rasa terbuang untuknya. meski ia mengidap
leukimia.
pernikahan baru kami jalin selama 2 tahun
setengah. belum lama, selalu kuberikan senyumku pada hari-harinya. cinta dan
kasih murni telah kucurahkan, sebab hanya ia pahlawanku, aku terpukul berat
seperginya dari hidupku. siapa lagi tempatku mengadu. hanya dirinya,
tulisan-tulisanku tak berhenti tentangnya, kisah nyata telah aku terbitkan.
hasil penjualan pertama best seller, aku hargai para pembaca. kuberikan judul :
Suami Dalam Balut Leukimia Cinta.
halaman
3
menjadi kesendirian membuatku semakin
kuat menjalani hidup, menulis adalah teman setiaku dalam arungi hidup. dengan
menulis semua rasa tersampaikan, menulis membuatku bebas dalam berpikir dan aku
ingin menulis sampai mati.
***
Date/Time:
05th April 2011 / 8:43:57
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Orang
Asing Itu
suasana tokoku sepi pengunjung, hari
kerja memang berbeda dengan hari libur. aku bisa jatuh bangkrut kalau terus-terusan
sepi. sudah 10 tahun terakhir kujalani bisnis kain sutera, berkat dorongan dari
nenekku. akhirnya bisnis ini berjalan sampai saat ini.
keuntungan yang kuperoleh sangatlah
besar, dalam sehari bisa kuterima 500-600 ribu keuntungan bersih. semuanya
kukumpulkan dalam sebulan. tidak mudah menjalani bisnis, aku menghidupi 5
karyawan wanita dan semua gaji mereka aku tanggung. Alhamdulilah aku bisa
menjalani tanpa ada resiko sampai saat ini.
hari semakin terik, belum ada satupun
pengunjung yang datang ke toko ini, tiba-tiba ada orang asing berwajah india.
wah, ini tamuku yang pertama. aku harus melayaninya dengan sepenuh hati.
haloo
(sapanya).
aku
: haloo.. (ya aku lebih suka turun tangan secara langsung melayani pembeli di
tokoku)
Aku
: silahkan dilihat.. kami mempunyai berbagai kain sutera yang lengkap.
tanu
asing : ya, kami ingin melihat-lihat dulu(dengan kata-kata yang terbata-bata,
memang susah mereka berbicara bahasa Indonesia).
lama juga mereka melihat-lihat
kain-kainku, dipegangnya kain-kain itu, sambil tersenyum. alangkah manisnya
orang india ini, seperti gula saja pikirku. kembar pula, sangat membuatku
tergila-gila. tapi sayang aku tidak suka orang asing, selalu kuingat kata
ibuku, "jangan pernah jatuh hati ke orang asing, budaya mereka sangat jauh
berbeda dengan orang timur".
mereka
menghampiriku. karyawan mendekatiku,
fina
: pak, ibu ini ingin membeli kain sutera kelas 1. warna kuning ini.
aku
: baik, tolong ambilkan yang baru na
orang
asing : i want this one sir, i like it
aku
: ok miss, i will take the new one for you. wait a moment
hah, bisa juga aku berbahasa Inggris,
tertawa aku dalam hati. hahaaaa.. ternyata aku pintar juga. seingatku dulu
pernah les bahasa Inggris waktu duduk di bangku SMP, untunglah aku masih ingat
cara ucapnya.
setelah
lama tak diasah, inilah ilmu. selalu teringat kapanpun.
aku
: ok, this the sutera, yellow miss.
orang
asing : ok, i love this. ee..sir, i want all of sutera yellow in here. for my
family.
aku
tersentak kaget. semua kain suteraku mau diborongnya. wow.. aku seperti
mendapat rezeki durian. udah manis, enak pula.
aku
: ok miss. wait a momment, i will take it.
setelah
kuambil barang itu, segera kuberikan ke miss India itu.
orang
asing : so how much the price sir?
Aku
: the total is Rp.3000.0000 miss.
orang
asing : ok, this is my credit card.
ini
rezeki mendadak yang kudaptakan hari ini. terima kasih Gusti Allah.
sekedar
kuberikan motivasi ke karyawanku,
Aku
:kalian harus rajin-rajin bekerja, bisnis memang keras. tapi harus benar-benar
dijalankan dengan kuat.
Date/Time:
05th April 2011 / 8:53:4
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Dear
My Cute (You Are My Inspiration)
sayup-sayup terdengar
melodi dari balik daun-daun rotan
melodi-melodi yang
mencemari hutan menjadi lukisan
naturalis kubentuk
lekuk-lekuk garis
wajahmu berhias hijau
merambah wangi dan
bernyanyi mesra 'tuk isian imaji
tertulis disini namamu
kasih
sayang apakah kita akan menyempatkan hari
untuk berbagi?,apakah kita akan memberi hawa pada tiap jelang pertemuan? aku
merindumu sayang, segala yng kutulis adalah tentangmu. kucampur beberapa frasa
dunia hingga kau hidupkan sajak-sajak rindu. sayang jika kelak kita
bersama,mari kita arungi tarian dewa. aku sebagai gerak dan dirimu menjadi
pemandu nada yang indah.
aku terus memimpikan suara merdumu yang
klasik, bernada alto menyampaikan pesan tentang hidup. siapa yang tidak jatuh
hati mendengar suaramu kasih,anginpun takluk kau buat. sayang apa boleh aku
meminta tentang masa kekinian. aku ingin bersamamu menyusuri bukit hari dan
waktu yang meloncat tiada henti.
melihat wajahmu membuatku terteduh dalam
hangat,nyaman yang kau berikan menyertai hari-hariku. hanya dirimu inspirasiku,
aku ingin dirimu satu bukan yang lain.
sertai hari kita untuk siap arungi
samudera,air hidup yang terkadang mentah. masaklah sayang agar kuteguk dengan
kehausan yang teramat dalam.
sayang, aku ingin melihat gerak tubuhmu
yang indah, suaramu yang merdu serta guyonmu yang selalu memberikan kehangatan.
Date/Time:
05th April 2011 / 9:2:29
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Tema
: Lapindo
ibu-ibu
lihat ada balon ditanah, itu ibu. balon.
ibu
: itu bukan balon dek, itu gas. bahaya, jangan kesana ya.
aku
: iya bu.
ko..joko..
joko
: iya bu.. ada apa bu?
aku
: jaga adikmu, jangan sampai dia kesana. bahaya
joko
: iya bu, tenang saja joko jaga
lumpur merampas semua harta benda
milikku, rumah yang tertelan bumi. keluarga yang kurang gizi, kini aku harus
berjuang sendiri setelah suamiku meninggal bersama lumpur itu.
ribuan rumah menjadi selongsong timbunan
lumpur, hancur terpecah belah. kami tak tahu lagi harus menuntut kepada siapa,
sudah lelah kami meminta tanggung jawab pemerintah. terlalu lambat menanggani
masalah ini. elemen-elemen LSM seakan berpihak ke pemerintah, pantas saja
semuanya uang yang berbicara. negara hanya bisa berbicara tanpa tindakan cepat.
akibatnya kamilah menjadi korban multi sengsara. sungguh biadab pemerintah,
kerjanya hanya santai dan mengharapkan uang. tidak sedikitpun memperhatikan
keadaan kami. tenda-tenda pleton dikira cukup untuk dijadikan rumah. kami telah
menelan air mentah, panas terik menembus tenda serta dingin yang membuat
meriang.
tidak ada lagi arena bermain bagi anak-anakku.
semuanya menjadi lahan-lahan lumpur yang menyembur dari dalam perut bumi.
inilah tontonan dan hiburan yang kami lihat tiap hari.
tahun 1996 merupakan kiamat bagi warga
renokenongo, kami tidak mempunyai apa-apa lagi. hanya nyawa dan baju-baju untuk
dipakai. apa ini teguran dari Allah bagi kami dan Indonesia yang telah jauh
dari jalanNya.
semoga dengan doa yang kami haturkan,
rumah-rumah baru dapat segera selesai dan kami dapat hidup layak seperti sedia
kala.
Date/Time:
06th April 2011 / 9:41:48
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Sepasang
Bola Mata Warung Camar
Dedikasi
: Rani A B
Terbit
: 06 April 2011
Pukul
: 21.00
oleh
: ubeb
siapa bilang warung rumah tidak nyaman?,
siapa bilang warung itu makanannya ecek-ecek? semua persepsi kawan-kawan salah
semua, mereka lebih mementingkan prestige sebagai orang kaya, merasa malu untuk
makan atau sekedar duduk di warung. aku terbiasa duduk di warung camar, disini
kuhabiskan waktu untuk bercerita, sharing mengenai keaddan dan sastra.
aku beruntung menemukan kekasih yang
tidak neko-neko, rani namanya. ia seorang gadis yang sederhana. baginya
dimanapun makannya tidak masalah selagi sehat dan yang terpenting tidak ribut.
kami sama menyukai tempat yang sejuk dan nyaman. walaupaun warung ini sangat
sederhana tapi makannya adalah makanan kelas 1 tidak kalah dengan restoran
mewah lainnya. bisa berjam-jam kami duduk disini, bercanda serta saling
berdiskusi.
sore yang terik tiba-tiba hujan panas,
wuah! padahal sudah ada janji dengan kekasihku. aduh gimana ni. bisa digigitnya
aku nanti kalau telat.
halo
sayang, maaf sayang, hari hujan. sayang disana hujan gak?
rani
: gak hujan disini sayang, rani masih dijalan kok
aku
: ohh..untunglah, kirain udah sampe. ya udah. tunggu 5 menit lagi ya.
rani
: iya sayang, jangan telat ya.
tak
lama hujan panas reda, memang biasanya ada kejadian atau malapetaka kalau hujan
panas terjadi. ah, aku lekas pergi ke warung camar sebelum pukul 14.00.
melewati sisi lorong tua, lorong biasa yang kulewati.
sampai
juga diwarung camar, untunglah aku hadir duluan. kekasihku belum datang.
pelayan
: pesan apa mas?
aku
: pesan es jeruk 1 mbak
(dalam
hatiku,emangnye ikan mas. dipanggil mas)
mana
ni rani, aduh lama juga. padahal baru 5 menit kok terasa lama kurasakan.
kriinngggg..
hah
telp dari rani.
aku
: halo sayang, dimana?
rani
:udah di camar kok. sabar dong sayang. muuachhh..
eh..kayak
lorong waktu aja, udah sampai aja sayang, heheee.. capik gak?
rani
: capik sayang.. sayang dah pesan ya
aku
: udah sayang, sayang mau pesan apa?
rani
: soto dengan jus tomat aja sayang
aku
: mbak, pesan soto dan jus tomat ya, tapi sotonya gak usah pake kuah mbak,ayam
dan mangkok.
mbak
: (bingung, kayak orang pusing memegang kepala)
aku
: hehee..bercanda mbak, cepetan mbak. udah laper ni
rani
: iihh..ada-ada aja sayang ni
aku
: heheee..gak papa sayang, pelayan wajib diuji. seperti kata mbah marjan, eh
salah mbah marijan. tak tes kemana-mana, tak tes kemana-mana
rani
: hahaaaaaahaaaaaaa... udah ah, ngocol terus. laper ni
dak
lama pesananpun datang, kekasihku makan dengan lahap. perlahan tapi pasti.
aku
: aduh makannya kok pelan-pelan gitu sayang, yang cepat dong. kayak ubeb.
cepat,lugas,terpercaya.
rani
: emangnya slogan. harus dikunyah sayang kata dokter boyke. loh.
aku
: hahaaaaaaa..dokter sex jadi ubah profesi.. ah bisa aja sayang.
mam
dulu sayang, nanti keselek. akhirnya semua makanan dilahap dengan sempurna.
emm..mamamia! lezatos. sungguh enak bakso ini, aku suka bakso camar.
keseimbangan rasa tidak perlu diragukan lagi.
selesai
makan,lanjut obrolan mengenai sastra di wilayah Indonesia. pada bulan ini kami
membahas tentang cerpen-cerpen serta karya puisiku. ada banyak karya yang harus
kami ekspos ke media, bukan untuk meraup uang atau popularitas. tapi ingin
sumbangsih bagi kemajuan dunia sastra bagi negara ini. sastra adalah minat yang
tidak bisa lepas dari keseharianku dan kekasihku. beruntung memang mendapatkan
kekasih hati yang menyukai sastra dan mendalaminya sungguh-sungguh. kutatap
matanya untuk sekedar berbicara dari hatiku, semoga ia menerima pesan hatiku.
aku padamu.
***
Date/Time:
06th April 2011 / 8:36:50
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Citibank
usia membuat malinda dee tidak gentar
dalam melaksanakan tugasnya sebagai manager relationship citibank cabang
Jakarta, meraup gaji yang besar serta bonus tiap bulan membuat Malinda Dee
merasa kurang. korupsi yang dilakukannya sebesar 17 miliar atas uang nasabah
baru tercium minggu kemarin, apa ini yang dinamakan pengawasan sembrono oleh
pihak Bank Indonesia terhadap Bank lainnya. Citibank adalah bank asing yang
beroperasi di Indonesia, sudah seharusnya BI bertindak mengawasi tiap
gerak-geriknya, sekarang telah terbukti bahwa pengawasan serta sistem kerja BI
tidak awas dan tanggap. kualitas bank-bank di tanah air semakin tidak
dipercayai oleh nasabah.salah siapakah ini? seperti pertanyaan anak TK, alhasil
sebelum diproses lebih lanjut semua barang mewah milik Melinda Dee ditarik oleh
BareskrimM tidak mungkin seorang manager dapat membeli F mobil mewah yang
harganya diatas 1 M. mustahil bin ajaib, apa pihak bank tidak pernah curiga
akan hal ini. tapi saya yakin, karena hukum di negara Indonesia ini hanya
anget-anget tai ayam. kasus ini akan tertelan bumi, mari kita hitung berapa
lama proses hukum berjalan. setelah itu akan tenggelam entah kemana. uang
berbicara dan pers garuk-garuk kepala.
======================================================================
Date/Time:
08th April 2011 / 8:44:29
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
"Suara
Indahmu"
Dear
Gadis Smart
semester
awal masuk sekolah menengah atas, Alhamdulilah aku bisa juga masuk SMA favorit
ini. tak heran jika hanya sedikit yang diterima disekolah ini, rata-rata
mempunyai kemampuan diatas rata-rata.
hari
pertama, orientasi siswa baru dimulai. kami berkumpul di lapangan olahraga.
disini aku melihat sekitar, loh kok ada teman-teman SMP ku, kekiri tatapanku
hah ada rani, gadis yang terkenal di SMP dulu. wah wah disini banyak orang
besar, aku hanya semut disini. keesokkan harinya kami berkumpul kembali,
kulihat pengumuman pemilihan king and queen SMA. terpilih rani dan wahyu, ah
kenapa wahyu yang terpilih bentakku dalam hati. harusnya aku dong. dia jelek
gitu kok terpilih. mungkin karena dia pintar.
kulihat
rani, tubuhnya pendek memang. tapi kharismanya terpancar keluar. semakin
kulihat aku takut jatuh hati. aku bukan siapa-siapa. hanya bisa mengaguminya dari
jauh. suranya sangat indah. dia layak menjadi artis kelak.
berjalannya
waktu kudengar ia bergabung dalam OSIS sekolah. pantas saja hampir tiap harinya
dia kulur mudik kekantor dan ke ruang OSIS. SSS (super-super sibuk) tapi aku
suka melihat gaya jalannya. seperti menari balet, cepat dan ada nilai
estetiknya.
aku
memang pendiam, seringkali banyak yang menjulukiku pujangga. ya pujangga yang
pendiam. aku sering membuat sajak-sajak dalam keseharian di kelas. rata-rata
temanku yang sedang fall in love meminta bantuanku membuat puisi cinta. sebut
saja ihdi,faruqi,dan lainnya. masa mereka jatuh cinta aku yang membuatkan puisi
untuk pacarnya. ini luar biasa. hahaa..seandainya pacar mereka tahu yang
membuat puisi itu bukan mereka, bisa kacau hubungan mereka.
siang
hari, pada jam istirahat kulihat dari balik jendela kelas ke kelas IPA, disana
rani berdiri. entah membicarakan apa, wajahnya serius dan tertawa dengan manis
dengan teman-temannya. aku tak kenal dengan temannya. hanya saja aku heran
melihat kekakuan anak IPA. berbeda dengan IPS yang sosial bebas bergaul. untung
saja rani berbeda. kulihat ia sering bergaul, bahkan banyak teman-teman kakak
tingkatnya. hebat, ini yang kusuka darinya, luwes dalam bergaul.
seandainya
dia mengenalku, mungkin kami bisa berbagi pengalaman. dia pintar dari
kesehariannya, siapa yang tak mengenal dirinya. kusebut saja diriku menyukainya
dalam diam.
aku
takut menyatakan perasaan ini, siapa aku, punya apa aku, hingga kuputuskan
menjadi pemuja rahasia dan berharap ia tahu kelak ada menyukainya sepenuh hati.
sebuah
jalan yang menukik pada gayamu berbicara
sebuah
kata yang tak sempat kusampaikan pada jarak
pada
rintang yang bebas
semoga
kau tahu muasal hatiku
bergerak
pada intuisi gelak tawamu
***
Date/Time:
08th April 2011 / 1:17:11
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Apa
Salahku?
menjadi seorang polisi mengemban
pekerjaan yang cukup keras, sistem peraturan keras, disiplin yang keras, sikap
militer yang keras.
semua serba keras, pekerjaan adalah
pilihan. berani memilih harus berani menjalankan.
salah atu lagu favoritku adalah menyanyi
dan mendengarkan lagu india, sedikit berbeda dengan teman-temanku yang menyukai
band-band lokal. lagu india sangat romantis, melihat gerakan dan drama hidup
membuatku sangat menyukai budaya india. diseling kerja hampir tiap harinya
kunyanyikan lagu india, kuch-kuch, sharul khan, amitabhan, adalah penyanyi
favoritku.
sering kutiru gaya mereka kalau menyanyi.
hari ini seperti biasanya, piket menjaga pos dengan temanku Reno. ia
mendapatkan musibah kemarin, ayahnya meninggal dunia. sehingga kuputuskan untuk
menghibur dengan joged dan lagu india. tentu saja aku ingin melihat ia tertawa.
kuputar lagu kesukaanku dan mulai
berjoged, syukurlah ia akhirnya tertawa juga melihat gayaku berjoged. ini
kebiasaanku yang sering kulakukan. aku berjoged sampai selesai lagu berputar.
sangat riang hati, membuatku riang disaat kerja piket.
Reno kembali diam, mungkin kembali
teringat ayahnya. aku harus berpikir keras mulakukan tindakan konyol kembali.
kuputar sekali lagi dan menirukan gaya
menari sharul khan. kali ini lebih bersemangat, dan aku berhasil. Reno mengakak
melihat monolog gaya menariku.
Reno : udah man, kau ini bisa saja
membuatku tertawa. ayo bertugas lagi.
Aku :hahaa..akhirnya kau tertawa juga,
gitu dong no.
kembali kami melanjutkan tugas, menjaga
piket sampai sore hari. huh! siang yang panas,baju yang panas,coba ada es atau
jus mantap sekali. ah, imajinasi tingkat tinggi. aku polisi bukan orang
kantoran,harus kujaga kedisiplinan diri.
kenapa aku tidak menjadi penyanyi saja
daripada polisi ya, tapi kalau jadi penyanyi india apa laku suaraku di
Indonesia. hahaa..mimpi kali aku. semua sudah diatur Tuhan, semua harus
kusyukuri apa yang diberikan kepadaku sekarang.
Date/Time:
08th April 2011 / 2:42:29
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
INISIAL
MD
Wanita itu berinisial MD, Melinda Dee
seorang senior relationship manager. tentu seorang manager mempunyai prestise
yang besar, kuat dan berwibawa. gajinya saja 50 juta perbulan belum bonus 250
juta per tiga bulan. apa ini tidak cukup bagi dirinya untuk hidup di jakarta?
jika kita bandingkan dengan gaji Anggota dewan. gaji Melinda Dee lebih besar,
suatu hal yang tidak diduga-duga memang korupsi yang ia lakukan terhadap para
nasabahnya berjumlah 17 miliar, ini bukan angka kecil. kerugian negara yang
cukup untuk membangun fasilitas umum atau sekolah-sekolah. kurangnya pengawasan
dari Bank Indonesia serta pihak Bank Citibank membuat Melinda Dee bebas
bergerak. dikasih cuti tidak mau ia ambil, dikasih waktu untuk berlibur ia tak
mau. ternyata jelas ada permainan dibelakang, sudah sejak lama ia melakukan
korupsi terhadap nasabahnya, jika sehari saja ia tidak masuk maka orang akan
tau korupsi yang dilakukannya. dengan cara check and recheck atau istilahnya
tutup buku. pintar memang dia, dengan masuk setiap harinya semua budget bisa ia
manipulasikan apalagi jika kita lihat dia adalah seorang senior manager disana.
mudah baginya memenipulasi data. semua telah terjadi, hukum tercengang terhadap
kasus
kasus ini. tinggal menunggu hasilnya.
mari kita sebagai warga yang pintar melihat hukum negara ini. apakah akan
memberi sanksi sesuai dengan tindakannya atau akan ditimbun sehingga hilang
ditelan angin. seperti kasus munir,kpk,lapindo dan lain-lain. yang ditimbun
entah sampai kapan hukum akan benar-benar menjadi hukum yang substansial
daulat,bermoral dan adil.
***
Date/Time:
09th April 2011 / 1:44:9
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Namaku
Cia
buah
inspirasi cia
Sekolah
membuatku tak nyaman sama sekali, terlalu formal. Ingin rasanya bidang ilmu
yang kutarik adalah sosial bukan formalitas hitung-hitungan. Terlalu banyak
teman-teman yang kaku karena belajar dan belajar.
Ada
kalanya kita santai dan serius, setelah belajar aku merasa menemukan sesuatu
yang baru dalam hidup. seringkali aku menuliskan sesuatu yang terjadi di
hidupku. Keluarga dirumah, mama,papa,serta kakak-kakakku yang serba sibuk.
Mungkin sudah jalanku untuk bermain sendiri, bermain sepeda, membaca buku dan
mengambar.
halaman
2
sederhana
saja, cukup panggil namaku cia. Seringkali aku habikan hari dengan bermain,
orang bilang untuk apa bermain gak ada ilmunya.
didalam
bermain ada edukasi yang kutemukan, sesuatu yang baru. aku sangat senang dengan
kak Rani, hanya dia yang baik kepadaku dalam hal mengajari pelajaran.
halaman
3
aku
lambat menangkap pelajaran eksak, memang bukan bidangku. Tapi jangan ditanya
jika hal sosial. Aku sangat peka dengan pelajaran bahasa serta ilmu sosial
lainnya.
malam
tadi aku mempelajari bahasa inggris, kak rani yang mengajariku kurang lebih
satu jam. Banyak kosakata yang kudapat dari belajar, mungkin inilah yang
dinamakan minat dan kemauan keras. Aku harus bisa dan membangakan keluargaku.
halaman
5
Aku
suka membaca sama dengan kak Rani. atau mungkin kami adalah keturunan pembaca.
ayah,ibu serta saudara-saudaraku hobi membaca dan mengoleksi buku. buah jatuh
tak jauh dari pohonnya.
Aku
harus mengubah sikap santaiku, memang umurku masih kecil. Tapi kalau ada
kemauan pasti bisa kucapai. Aku harus bisa, ya harus.
***
Date/Time:
09th April 2011 / 2:8:40
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Susunan
Batu Bata Untuk Dendam
buah
inspirasi Rani A B
Menjadi
diam bukan berarti sabar dan sabar dalam kalah. Diamku adalah strategi yang
kususun secara rapi. Sudah cukup kau mengejek hidupku.
Teruslah
lakukan apa yang membuatmu segar dalam mengolok diri ini. sudah puaskah engkau
dengan kata-kata busukmu. Cukup segarkah perbuatan mengundang amarah dikandung
diriku.
Sekolah
Menengah Pertama, kelas 2. aku seringkali diejek serta diolok oleh R, ia sangat
suka menertawaiku tanpa sebab yang jelas. Orang bodoh yang bisanya hanya
mengejek dan mengolok.
Aku
siap membunuhnya dengan cairan insto yang kuteteskan kedalam air minumnya.
kuletakkan kembali di mejanya. kita lihat apa Tuhan akan menghukumnya dengan
tindakannya. semoga saja.
aku
duduk di pojok belakang kiri, kulihat ia kembali ke kelas dan langsung meminum
air beracun itu. Hahaa.. tunggu rekasinya, segera kau mati.
Tak
berapa lama ia mulai kesakitan meraung keras, aduhh..aduhhhhhh..sakit. dan
terjatuh terkapar dibawah mejanya, mati kau setan. bedebah yang tak pantas
hidup.
halaman
2
kaulihat
inilah dendamku, jangan terus menyakitiku atau kau akan mati. Sudah cukup aku
diam selama ini, jangan mengangap aku tak berani melawan. memang sudah jalannya
engkau dimusnahkan. jika tidak siapa lagi yang akan kau ejek sesuka hatimu.
3
hari dirumah sakit, kabar mengejutkan terjadi. Penyakitnya bertambah parah,
atas racun yang ia minum menyerang kronis lambung. hingga kronis dan harus
dioperasi, dalam tahap operasi Tuhan berkehendak lain. ia meninggal dunia dalam
operasi di ruang ICU.
semoga
kau tahu mulutmu adalah harimaumu. semoga kau sadar di alam sana.
***
Date/Time:
09th April 2011 / 8:47:14
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
tema
: rakus
Sebut
Saja Si Kumis
Aku
baru diperusahaan ini, bahagia rasanya dapat bergabung bekerja di perusahaan
ini. bidang yang ditawarkan adalah public relation sesuai dengan keahlianku.
ada seorang pegawai disini, bernama Putra Hadi. kami menyebutnya si kumis, ia
berbeda dengan lainny, kenapa berbeda ya dia sangat rakus dengan kekuasaan.
sombong sebagai asisten kepala, ia anggap dirinya bos dan semena-mena
memerintah pegawai lain.
tak
kusangka iming-iming kekuasaan bisa mengubah seseorang menjadi rakus.
seringkali aku diberi tugas translate proposal atau berkas-berkas asing, aku
lakukan sesuai deadline. ini hari kedua aku selesaikan pekerjaan. dan kuberikan
kepadanya, ia cek kembali pekerjaanku dan bertanya ini tensesnya dalah
kayaknya. betul aku katakan, itu sesuai buku pedoman yang kubuka. ternyata ia
menjaga prestise di depan bos, supaya kelihatan ia mengerti bahasa inggris.
ingin rasanya mencoba berbicara bahasa inggris dengan dia, jika benar ia
mengerti pasti bisa menjawab, tapi tak jadi kutes aku takut ia tersinggung.
hari ketiga. tetap diberikan tugas translate proposal Kali ini dari PBB
mengenai ISO (internasional standard organization) merupakan istilah baru yang
kupelajari.
halaman
2
ia
seringkali mengangapku salah dan salah, aku baru menterjemahkan kata-kata
pabrik. asing memang, apa begini sistem yang harus diberikan kepada pegawai.
berbicara keras, teriak-teriak seakan mempermalukan.
lebiah
baik diam dan kuiyakan, dan lambat laun hari berganti nyatanya ada hal baru
yang kudapat. tugas Pak Jansen diambil alihnya, sungguh rakus. ia ingin
segalanya ia kuasai. memang pada saat itu pak Jansen sedang dinas, tanpa
koordinasi ke yang bersangkutan ia langsung memberikan izin kepada masyarakat
untuk melintasi. sebenarnya ini pekerjaan bersama atau sendiri-sendiri? kenapa
tidak ads job desk yang jelas?
berikutnya
pada saat yang sama, pegawai mengadu tentang surat-surat STNK dan SIM truk,
tentu saja yang bersangkutan lebih paham. tapi lagi-lagi dia yang langsung
turun tangan tanpa koordinasi.
aku
pernah mendapat mandat dari pak Jansen, untuk mengurusi proposal K3, aku buat
dengan teliti selama 2 hari. kemudian kuletakkan di meja. alih-alih kembali
didepan bos, ia bertanya pak ian apakah sudah membuat proposal K3? sudah
jawabku.
langsung
dimintanya dan dikoreksinya, apa lagi ini. oke saatnya kubilang dengan pak
Jansen. kukatakan bahwa tugas ini diperiksanya dan diperiksanya.
halaman
3
ini
suatu sistem kerakusan dan ketamakan seorang pegawai. apa benar yang dikatakan
pegawai lain, bahwa ia sangat rakus dalam menjilat dikantor. akhirnya kusadari
dan kulihat sendiri caranya menjilat didepan bos. sudah sering kami
membicarakannya, tapi apalah guna melawan. biar kita lihat apa tindakan bos yang
netral kepada pegawai-pegawainya.
satu
yang kupegang dari hidup, orang hebat tidak akan mengatakan ia hebat dan orang
pintar tidak akan mengatakan dirinya pintar. cukup kujadikan pedoman dan
akhirnya pemberontakan kulakukan, aku muak dengan keadaan ini. aku bekerja
untuk mencari uang bukan seenaknya diperintah dan dicaci, cukup sudah.
pemberontakan kumulai dengan melawan, sudah saatnya keberanian kuletakan paling
atas dikantor ini. jika tidak habislah aku ditindas. karena aku hanyalah
karyawan baru, dia mengolok bos besar untuk memecatku. tanpa alasan yang jelas
oleh bos, ia bilang kau dipecat sampai disini. apa alasannya pak? tanyaku.
ia
diam sambil tersenyum, hanya masalah konflik pak Ian dengan Putra Hadi.
***
Date/Time:
09th April 2011 / 1:54:45
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Penyair
Angkatan '45
sebut
saja Chairil Anwar, Armijn Pane, Sanusi Pane, Sitor Situmorang, adalah beberapa
penyair yang menjadi pendobrak gaya baru puisi modern. mereka tidak segan-segan
memberontak melalui tulisan-tulisan mengecam pemerintahan era Soekarno-Hatta.
Semua
berawal dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan yang otoriter. apa yang
dilakukan oleh para penyair angkatan '45 adalah tindakan yang equivalence
terhadap kejadian yang jelas pada tindak-tanduk para birokrat.
secara
substansial sebut saja mereka adalah pahlawan pada zamannya.
Halaman
2
pembaharu
sastra angkatan '45 berperan penting dalam pembangunan negara. semua keadaan
yang bertitik tolak pada kemajuan zaman telah ditanamkan oleh para penyair dan
budayawan.
Chairil
dianggap pembaharu dunia sastra modern, mengajarkan luaskan bidang sastra di
sekolah-sekolah. karena Chairil dan teman-teman seangkatan sastra lainnya
banyak para penyair muda yang mengembangkan nilai sastra dengan gaya baru.
semuanya berkat kerja keras para pekerja seni sastra.
***
Date/Time:
13th April 2011 / 8:15:54
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Mereka
Setrika Wajahku
untuk
: TKI malaysia
namaku
heni indriyani, aku tinggal dilampung. disini memang susah mencari kerja
sehingga kuputuskan untuk bekerja sebagai TKI di malaysia. kata orang sih
disana kejam-kejam, tapi itu tidak membuatku takut dan oatah semangat untuk
bekerja disana. aku nekat pergi ke jakarta dan melamar di PT. Mardel Mitra
Global sebagai TKI. disini ramai sekali para wanita-wanita pekerja yang malamar
sepertiku. untunglah tidak ada seleksi ketat. hanya kelengkapan paspor dan
biodata lengkap sehingga semua pendaftar akan diberangkatkan ke negara
tetangga.
hari
pertama tiba di negara malaysia, akhirnya aku bisa juga ke luar negeri walau
hanya sebagai TKI tapi aku senang dapat membahagiakan keluargaku. ibu dan bapak
di rumah.
pak
budi manajer kami langsung mengantar kami ke rumah-rumah yang telah memesan
kami sebagai pembantu rumah tangga. aku mendapat rumah pak Tam Kim Leng,
rumahnya megah seperti istana. mereka hanya tinggal berdua dirumah. untunglah
sehingga pekerjaanku tidak terlalu menumpuk pikirku.
dirumah
ini aku ditempatkan kekamar ujung dekat dapur, luasnya kamar dan mewah. baru
kali ini aku tidur di springbed kasur empuk. suara terdengar dari luar
memanggiku.
halaman
2
heni..heni..
iya
pak..
pak
Tam : kamu bisa buatkan teh segelas ya buat saya
aku
: iya pak..
langsung
kedapur dan aku bingung letak teh dan gula pasir diletakkan dimana, kucari saja
perlahan dirak-rak dapur. aha! ketemu. langsung kubuat secangkir teh hangat.
kuantarkan keruang depan. kudengar suara nyonya keras seperti berkelahi dengan
pak Tam. aku jadi takut mengantar.
ah,
biarlah kutunggu saja mereka sampai redam. tidak lama suara mereka tak
terdengar lagi. kulangkahkan kaki menuju ruang depan.
pak
Tam sedang duduk cemberut dan istrinya sibuk memegang bantal dambil komat-kamit
tak jelas. mereka berbicara bahasamandarin yang tak kumengerti.
kuletakan
dimeja didepan pak Tam.
Pak
Kim : hani tunggu dulu, kamu duduk dulu disini.
sambil
ia cicipi teh buatanku.
pak
kim : puah! apa ini hani? kenapa asin
aku
: eee..asin pak? maaf pak. mungkin hani salah ambil gula pasir..maaf pak
pak
Tam banting gelas itu kearah depan,
pak
kim : setan kamu ya berani meracunin saya..
dijambaknya
rambutku, keras sekali..sambil teriak maaf pak. maaf pak. ia tidak peduli kata
maafku.
setelah
puas memaki dan menjambak rambutku aku mulai masuk kamar dan berpikir mungkin
ini salahkah. esok harus bekerja benar tidak boleh salah.
halaman
3
telah sepekan aku bekerja dan cacian serta
siksaan aku dapatkan dirumah ini. mulai dari jambak rambutku, menampar wajahku
dengan tangan bahkan ditinju, memukul payudaraku dan meremas kemaluanku hingga
berdarah. aku mendapatkan siksaan batin dan tubuh secara bergilir dari pak Tam
dan istrinya. hingga akhirnya aku teriak kesakitan dan minta tolong. untunglah
tetangga rumah ini mendengar dan mereka menolongku.
aku
dirawat oleh tetangga sebelah dan keesokan harinya polisi datang menangkap pak
Tam Kim Leng serta istrinya. atas tuduhan penganiyaan terhadapku. syukurlah
keadilan masih ada disini. aku shock dan minta dipulangkan kekampung halaman.
setibanya dikampung, tubuhku yang memar dan kurus tinggal tulang berlutu dikaki
ibu dan menangis. ibuku memelukku tak habis pikir atas aniaya di malaysia.
semua
telah terjadi aku hanya dapat melanjutkan sisa hari di rumah menunggu keadaan
tubuhku membaik.
***
"Suara Indahmu"
Dear Gadis Smart
semester awal masuk sekolah menengah atas, Alhamdulilah aku
bisa juga masuk SMA favorit ini. tak heran jika hanya sedikit yang diterima
disekolah ini, rata-rata mempunyai kemampuan diatas rata-rata.
hari pertama, orientasi siswa baru dimulai. kami berkumpul
di lapangan olahraga. disini aku melihat sekitar, loh kok ada teman-teman SMP
ku, kekiri tatapanku hah ada rani, gadis yang terkenal di SMP dulu. wah wah
disini banyak orang besar, aku hanya semut disini. keesokkan harinya kami
berkumpul kembali, kulihat pengumuman pemilihan king and queen SMA. terpilih
rani dan wahyu, ah kenapa wahyu yang terpilih bentakku dalam hati. harusnya aku
dong. dia jelek gitu kok terpilih. mungkin karena dia pintar.
kulihat rani, tubuhnya pendek memang. tapi kharismanya
terpancar keluar. semakin kulihat aku takut jatuh hati. aku bukan siapa-siapa.
hanya bisa mengaguminya dari jauh. suranya sangat indah. dia layak menjadi
artis kelak.
berjalannya waktu kudengar ia bergabung dalam OSIS sekolah.
pantas saja hampir tiap harinya dia kulur mudik kekantor dan ke ruang OSIS. SSS
(super-super sibuk) tapi aku suka melihat gaya jalannya. seperti menari balet,
cepat dan ada nilai estetiknya.
aku memang pendiam, seringkali banyak yang menjulukiku
pujangga. ya pujangga yang pendiam. aku sering membuat sajak-sajak dalam
keseharian di kelas. rata-rata temanku yang sedang fall in love meminta
bantuanku membuat puisi cinta. sebut saja ihdi,faruqi,dan lainnya. masa mereka
jatuh cinta aku yang membuatkan puisi untuk pacarnya. ini luar biasa.
hahaa..seandainya pacar mereka tahu yang membuat puisi itu bukan mereka, bisa
kacau hubungan mereka.
siang hari, pada jam istirahat kulihat dari balik jendela
kelas ke kelas IPA, disana rani berdiri. entah membicarakan apa, wajahnya
serius dan tertawa dengan manis dengan teman-temannya. aku tak kenal dengan
temannya. hanya saja aku heran melihat kekakuan anak IPA. berbeda dengan IPS
yang sosial bebas bergaul. untung saja rani berbeda. kulihat ia sering bergaul,
bahkan banyak teman-teman kakak tingkatnya. hebat, ini yang kusuka darinya,
luwes dalam bergaul.
seandainya dia mengenalku, mungkin kami bisa berbagi
pengalaman. dia pintar dari kesehariannya, siapa yang tak mengenal dirinya.
kusebut saja diriku menyukainya dalam diam.
aku takut menyatakan perasaan ini, siapa aku, punya apa aku,
hingga kuputuskan menjadi pemuja rahasia dan berharap ia tahu kelak ada
menyukainya sepenuh hati.
sebuah jalan yang menukik pada gayamu berbicara
sebuah kata yang tak sempat kusampaikan pada jarak
pada rintang yang bebas
semoga kau tahu muasal hatiku
bergerak pada intuisi gelak tawamu
***
Date/Time: 08th April 2011 / 8:44:29
======================================================================
Date/Time:
15th March 2011 / 2:21:32
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Abstraksi Tarian Jiwa
oleh
: mahabrata liwangi
memilih
buka untuk dipilih begitupun sebaliknya, prinsip dalam hidupku adlah kebijaksaan
secara cepat. pilihan menjadi hal utama atau tidak sama sekali.
pagi
itu membahanakan mataku untuk siap menuju kelas perdana kuliahku, aku
melanjutkan S2 di venice, belanda. suatu program beasiswa erasmus mundus yang
kuterima pada akhir tahun 1993, aku memang bermimpi untuk melanjutkan program
:2 fine art di belanda. seni adalah nafas pada hari-hariku.
pagi
ini, awal perkenalanku denga budaya baru di belanda, kota seribu kincir dadn
bunga-bunga tulip. beruntung aku bisa mendapatkan beasiswa untuk belajar
disini.
tanpa
kusadari nmaku dipanggil oleh Mrs. wilhem. Mrs. wilhem : Mr. Liwangi from
Jambi, Indonesia. could you introduce your self for us sir?
aku
: yes mam, I could.
aku
gugup meperkenalkan namaku kepada teman-teman. mungkin shock culture telah
mendarah dalam tubuhku. ini baru pertama kalinya aku keluar negeri.
teman
sebangkuku bernama Smith, ia berasal dari norwegia keturunan inggris. ia pun
sama sepertiku menyukai teater dan seni lukis.
kami
banyak mengobrol mengenai karya dan hobi masing-masing.
aku
: smith, do you like painting?
smith
: yes offcourse, i like it very much. i make it to.
aku
: (dengan terkejut mendengarnya). wow really, sae with me. what kind of
painting do you make it?
smith
: realism offcourse, and you?
aku
: I paint an abstract
smith
: wow wonderful sir, so difficult for me to paint abstract.
aku
: not really I think smith, because it's our soul. so we have the other color
to paint but one purpose, it's for the pure of art.
smith
: I aggre with you
kemudian
kami melanjutkan untuk mendengarkan penjelasan dari dosen mengenai peraturan
dan tata tertib kuliah serta jumlah sks yang akan ditempauh selam program S2
dijalankan.
kelas
pertamaku telah usai,
hah..aku
sangat bangga dapat menginjak Belanda, inilah mimpiku yang terwujud menjadi
nyata. terima kasih Allah, karena petunjuk dan ridhomu aku bisa sampai ke
negara ini.
hari
demi hari terlewari dengan lancar tanpa ada hambatan, demikian karya-karyaku
mulai meningkat setalah ilmu yang kudapatkan dari mata kuliah selama ini.
aku
tak sabar ingin membuka galeri setibanya pulang ke kampung halaman, menunjukkan
hasil karyaku kepada teman-teman dan para pecinta lukisan. semoga saja hasil
yang kudapatkan dapat berguna demi kemajuan melukis di Indonesia.
kelak
semnagat ini akan kutularkan kepada anak pertamaku, agaria memahami arti seni
dan keindahan dalam kehidupan.
======================================================================
Date/Time:
15th March 2011 / 1:51:58
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Ruang Tanpa Sapa
oleh
: mahabrataliwangi
ujaran-ujaran
yang mendatangiku seakan menyembur memekat tanda tanya, hendak bernubuat
hal-hal sepenuh apa adanya dan adanya ialah hal. kumulai dengan sebuah kata
berabjad A, angin, angkara, aforisma, autum, aroma, ajian, serta antusias.
tanpa
tersadar huruf demi hurf yang terangkai adalah karib yang tiada lelah menemani,
tanpa kata tanpa lawan bicara. sebuah kertas lusuh yang tinggal 2 lembar adalah
isi terakhri yang wajib kutuliskan dengan memori hari. jangan ragu kukatakan
pada hati, teruslah merintis huruf apapun yang kau ketahui.
suasana
yang dingin pada malam hari tak sedikitpun mengendorkan semangat untuk kutulis,
ibarat mantra kata telah kutelan beberapa pil imaji yang siap disiratkan dengan
emangat diksi-diksi membumbung awan.
4
gelas menamaniku sehari penuh dalam berbagai tulisan-tulisan yang tergeletak
siap terbaca ulang. esok, lusa atau kapanpun inilah warisanku setelah aku
pergi.
ibu,
ayah, adik, kakak, serta istri dan anakku telah tertidur dalam mimpi-mimpi
klasik mereka. apa harus kubangunkan mereka untuk menemaniku disini, atau
melihat wajah lugu mereka ketika sedang tidur dan kuelus perlahan muka-muka
mereka. ah... lebih baik aku tetap diruanganku menyelesaikan bait per bait kata
ini karena esok aku aka menawari rangkaian kata-kata ini pada media.
mereka
telah menunggu kedatanagn tulisan segarku, apa aku adalah penulis sejati yang
telah menuliskan rangkain kata yang indah. ah... biarlah sebuah sajak yang menjawabnya,
sebuah arti-arti dapat menjelaskan semuanya pada pembaca.
malam
kali ini begitu dingin menusuk belikat tulang rusukku. selagi masih kuat
tubuhku berkencan dengannya. mari seluruh hawa belahan dunia beri aku kecupan
malm. agar indah kutatihkan serdadu kata untuk para idola. semoga malam-malam
yang dingin mengubah darahku menjadi hangat. kental mencambur baurkan segala
adukkan pahit dan manis rasa kehidupan.
selongsong
awal abjad B, kemudian terpikir olehku untuk menuliskan baja, batu, barisan,
benteng, bangau, baratayuda, serta bomerang.
dua
abjad yang telah kupikirkan telah tertulis di sebuah kertas. pikirku, mau
kujadikan apa ini, puisi, novel, cerpen, drama, lirik, prosa, essay, cerbr,
cerbung, atau pantun.
sungguh
banyak yang harus kupilih, ya hidup adalah pilihan. kumulai dengan barisan
kata-kata puisi mantra dan gabungkan-gabungkan dari beberpa kataku menjadi
ampuh untuk dibaca. hahahaaa.. ide mulai bercerita dalam awalan A dan B serta
jadilah AB atau kubalik BA dan jadilah aba-aba serta siap untuk maju dan
bertempur. pada hitungan ketiga, kuhitung mundur, 3...2...1. maka jadilah sebab
aku berkata dan jadilah aba-aba, puah!
***
======================================================================
Iya,jelas
dsana gambaran ceritanya. Pencarian imajinasi sayang
Yg
monolog cerpen, the best menurut ubeb. Itu yg ubeb pikirkan dgn keras
======================================================================
Date/Time:
16th March 2011 / 7:36:6
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Beranda Reyot
oleh
: mahabrataliwangi
sebatas
mimpi untuk mendapatkan rumah semewah gedung-gedung yang berada di kota. aku
tak bermimpi lagi kini, aku memiliki gedung terindah dalm hidupku. rumahku
istanaku, segalanya adalah keindahan surga walaupun reyot dan berlapis kayu
sisa. inilah istanku, segala angin tak dapat menembus ruanganku.
wahai
kaya akulah si msikin tua yang tiada mempunyai apa-apa, tapi kita sama,
berteduh dari panas dan dingin. aku punya rumah dan kau juga. bukan begitu
kawan.
kupernenalkan,
cahaya nama anak pertamaku, ia meninggal diterjang banjir bandang 5 tahun yang
lalu. bintang anakku yang kedua, meninggal diterkam harimau sewaktu mengambil
getah karet di pedalaman hutan karet si desa trimulyo. dan istriku, ya..ia pun
meninggalkanku gara-gara banjir bandang tahunan tahun lalu. narni aku rindu
padamu, anak-anakku. kuelus poto-poto mereka di dinding yang redup.
gutasi
yang kudengar pada daun-daun muda yang mekar adalah nyanyian duka-duka yang
teramat dalam. aku enandungkan kesendrian dalam gelap di tiap-tiap malam.
dimana
lagi kusandarkan hari-hariku, senyumku. pada gubuk reyotku, telah kubangun
ulang 3 kali, karena banjir menerjang gubukku.
tak
pelak semangatku kabur, inilah gubukku yang telah membesarkan keluargaku.
karyo
salah satu dari temanku yang berumur 68 tahun sapai sekarang masih saja bekerja
sebagai buruh karet. kami setiap harinya mengambil getah karet untuk hidup.
menjadi seorang buruh memang tidak enak. inilah hidup, harus kujalani selama
itu halal dan tidak merugikan.
sore
menjelang, pukul 16.00
karyo
: wes wes, se mangan yok gus.
aku
: yo, mari Yo..
kami
menuju ke sebuah gubuk kecil tempat istirahat, makanan sengaja kami bawa dari
rmah. agar pada jam-jam istirahat dan sore harinya dapat langsung kami santap.
inilah
lika-liku yang harus kujalani sebagai buruh karet, penghasilan yang kudapatkan
pas-pasan. aku bahagia walau hidup sendiri. semangat keluargaku tetap ada
dihati. semoga dengan kekuatan hati, Allah bisa memberikanku waktu untuk
mengamalkan dunia tanpa putus asa.
***
======================================================================
Date/Time:
16th March 2011 / 10:49:11
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Kelakar Pohon Tua I
oleh
: mahabrataliwangi
sore
itu begitu banyak warna yang bercampur pada rak-rak cat dan kuas-kuas semakin
nakal dengan tariannya. ya aku adalah penikmat warna, kuaduk beragam warna
untuk dipadu padankn dengan intrik tersembunyi. Abstrak yang tersembunyi,
makna-makna yang lembut dan sembunyi.
hah..
eloklah yang kutata sudah, tinggal kulukis pada kanvas panjang berukuran 30X50,
kutarikan kuas dengan alunn angin, begitu sendu dan lalu lalang manusia-manusia
yang tak kukenal melihat tarianku. heran pada wajah mereka, seakan ingin
melihat lama apa yang kulukis dengan 5 kuas.
galeryku
kunamakan galery lukisan Ian, ya namaku terpampang disisi kanan jaln masuk
kelorong diman aku melukis. disnilah karya-kryaku selama kurun waktu 1 tahun
kuhasilkan.
seluruh
beban hilang ketika kukayuh kanvas-kanvas menjadi cerita warna. istriku adalah
wanita setia yang tidak jenuh menemaniku disela-sela melukis. terkadang
secangkir kopi hangat menjadi istimewa
ketika ia meletakkannya disamping kursiku.
rani,
istriku adalah salh seorang pecinta seni. sama sepertiku, kulukis
batanag.ketika henda melanjutkan apa yang akan kulukis selanjutnya. tiba-tiba
kulihat gerai rambut indah istriku, ini inspirasiku.
gotcha!
cute..cute,
(kupanggil istriku). sambil kupandang dengan jarak dekat dan tersenyum padanya.
rindang senyumnya membuatku nyaman.
hingga
lukisanku berlanjut menjadi akar dan rambut pepohonan dan dedaunan indah.
berkat dirimu sayang, aku telah menemukan inspirasi.
kutarikan
kuas-kuas kecil besar dengan cepat, sebilah daun terlukiskan dan lainnya dan
lainnya hingga utuhlah sebuah ranting, da pohon yang tegap berdiri. sekokoh
bayang, besar dan takjub. kuberi nama Kelakar Pohon Tua I.
***
======================================================================
Date/Time:
16th March 2011 / 8:21:19
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Panggil Aku Skizofrenia
oleh
: mahabrataliwangi
igo..igo..igo,
huhuhuhuuuuu..wewe..we.. bego..bego...oraaang gila, orang gila..
mereka
mengejekku setiap harinya, setiap saat. siapapun yang menertawakanku akan
kuterima. apa aku gila? hey, jawab dudun. dudun. hey.. kok diam saja.
(dudun
adalah boneka yang aku miliki).
umurku
15 tahun, banyak yang tidak percaya bahwa aku baru berusia 15 tahu. tubuh
besar, berewok,kumis, dan berbulu lebat pada kaki. ya, aku tak sempat mengurus
diri setelah ditinggal ayah dan ibu. akulah ya aku, akulah yang sekarang dan
bebas kemana saja aku mau.
"heehehheeeee...mau..mau..hehehe.."
kutawarkan janji pada manusia yang lewat tapi tak satupun mau.
pagi
yang cerah, aku guyur tubuhku dengan air aqua bekas. byurrr..ah segr. ditengah
keramaian jalan lampu merah kote malioboro. aku melanjutkan perjalanan.
aku
:mau..mau.. ini? mau..mau
orang-orang
menjauh dan tidak peduli denganku, ya akulah gila akulah sang lelaki bau yag
tidak akan didekati orang.
satu
helai baju adalah baju yang kukenakan selama kurun waktu 2 tahun, semenjak
ibuku dan ayah pergi untuk selam-lamanya.
hanya
bisa kutawarkan janji hidup, janji jujur dan janji setia. pesan-pesan yang tak
tersampaikan kepada orang-orang membuatku berbicara sendiri. tak tau lagi apa
yang harus dilakukan.
maukah
menjadi ayah saya? (sambil berdiri didekat lampu merah) orang-orang antri untuk
menyebrang)
tiada
sisa kata untukku semuanya menghindar, hingga kukejar bapak tua yang
menyebrang..pak-pak..dan tiba-tiba
ciiiitttttttttttttttt.....ciiiitt..pyarrrrr..
nyawaku melayang di jalan padat pada lampu hijau pertama.
...aku
datang ayah,ibu.
***
======================================================================
Date/Time:
19th March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
In
Winter Paradise
oleh
: ubeb leeleeeteng
sarangheyoooo..
pekikku dari kejauhan saat berpisah dengan Hyung Lee. dari sana kulihat ia
berbalik arah dan pergi kearah terminal 1 kloter penerbangan Seoul,Jepang.
kuputar
arahku dengan tetesan air mata, padahal ia hanya pergi untuk beberpa minggu
mengurusi pekerjaannya sebgai konsultan trademarket. entah kenapa aku bersedih,
berat rasanya jauh dari Hyung.
siang
hari yang panas mencecerkan keringatku sederas rasa sedihku, pandaganku lurus
mengingat kepergiannya. takut ia tak kembali.
kriiinggg..kringggg...suara handphoneku berdering di persimpangan lampu
merah
Seorang
pegawai dinas duta besar, bertanya padaku.
han
park huu : Nama kamu siapa?
Aku
:Naena soo
umur?
Aku: 23 tahun,
agama?
Aku: Budha,
kebangsaan:
korea,
nama
ayah dan ibu? Aku: ayah, lee jung soo, ibu han poo.
[BILUM SILISAI]
======================================================================
Date/Time:
19th March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Tulisan
Bersayap Kabut Putih
oleh
: olang teng-teng
penindasan
pada buku-buku yang tak bersalah, apa kau tahu berapa lama imajinasiku
bersamayam kotak-kotak, persegi dan beragam bentuk untuk menulis. tapi
buku-buku yang telah ada hanyalah sayap-sayap yang terbang rendah, tiada
mencapai awan. kau ludahi cover-cover sederhana hingga kau lucuti bom dibalik
karyakku. dimana-mana adalah kesombongan, aku laknatkan pepara manusia yang tak
mumpuni karya-karya.
sore
itu sebuah karya telah kusiapkan selam 4 dekade, ya satu buah novel yang kuberi
judul tulisan bersayap kabut putih. fross penerbit adalah sasaranku untuk
menerbitkan karya-karya yang telah aku buat selama ini, sungguh tak lazim para
staff kantor tersebut. buku yang telah kukirim bukanlah suatu objektivitas yang
penting. hanya sebuah pajangan meja yang indah.
pak
mugiono supati adalah pimpinan redaksi, ia sangat sibuk. sampai-sampai alasan
yang ia berikan kepadaku adalah klise dan klise. apa mau dikata, tulisanku
tinggal menunggu dasawarsa ketidakjelasan waktu.
aku
memang bukanlah penulis besar yang sekai masuk ke penerbit langsung dibubuhi
kata-kata wah dan dihormati. baiklah kawan, mari kita bersulang atas
kegagalanku.
malam
hari pukul 03.00 dini hari, aku masih berkumpul dengan teman-teman penulisku.
amil dan agung, kusulap malm dengan tawaan kegagalan.
anil
: sudahlah kawan, ada saatnya kau terkenal nanti.
aku
: ya, tapi bukan begini caranya mil, tulisan berkarat disana. 4 dekade bukan
waktu yang singkat.
amil
: ya, aku tau itu, mari kita
mendiskusikan rendra saja kalau begitu
aku
: mari kawan
agung
: rendra, ah..aku lebih suka sutardji.
amil
: kalu begitu mari kita diskusikan para sastrawan hebat. ini waktu yang pas.
malam
ini menjadi paduan dikusi yang hangat, menukarkan pendapat dan bersilang kata.
saing menasehati sehingga sedikit rasa kecewaku hilang.
======================================================================
Date/Time:
21st March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
---------------------------------------------------------------------
Bongkar
terinspirasi
dari lagu iwan falls
oleh
: mahabrata liwangi
gitar
yang lusuh siap meghantarkan aunan sore menjadi tawa-tawa negeri ini ke alur
yang sesungguhnya. Bento sebuah lagu dari iwan falls.
kunyanyikan
dengan bait bait lirih yang lumrah.
kalau
cinta sudah dibuang
jangan
harap keadilan akan datang
kesedihan
hanya tontonan
bagi
mereka yang diperkuda jabatan
oh
oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya bongkar
sabar
sabar sabar dan tunggu
itu
jawaban yang kami terima
ternyata
kita harus kejalan
robohkan
setan yang berdiri mengangkang
oh
oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya bongkar
penindasan
serta kesewenang wenangan
banyak
lagi teramat banyak untuk disebutkan
hoi
hentikan jangan diteruskan
kami
muak dengan ketidakpastian dan keserakahan
dijalanan
kami sandarkan cita-cita
sebab
dirumah tak asa lagi yang bisa dipercaya
orang
tua pandanglah kami sebagai manusia
kami
bertanya tolong lau jawab dengan cinta
oh
oh ya oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya oh ya bongkar
oh
oh ya oh ya oh ya bongkar
aku
bernyanyi dan megalunkan lagu ini dengan keras, sejumlah tetesan dan raungan
terdengar dari balik berita. ini negara macam apa, yang tak layak disebut
negara. masyarakat menderita untuk makan, untuk hidup bahkan bernafas.
lorong-lorong
sempit dibawah jembatan gantung adalah saksi bisu kebusukkan pemerintah,
negaraku yang dirampas nafsu-nafsu para birokrat busuk.
barusan
kabar isak tangis hadir melalui sms,
inbox
: pak cipto : " satu orang pengemis tua, meninggal membusuk dibalik sarung
tuanya sambil tertelungkup"
hah!
aku kaget, terjadi lagi korban meninggal dikotaku, aku langsung menuju lokasi.
melihat keadaan disana.
trotoar
gelap dan sepi di jalan. sudirman, disinilah letak kakek itu meninggal. aku
menyentuhnya dengan tak pelak hatiku beringas mengingat negara ini. ini
rakyatmu yang kau acuhkan, mana birokratmu, para polisi terlambat datang. hanya
masyarakat yang peduli ya kami yang mengangkat jasadnya untu diletakkan
dimasjid terdekat.
sejumlah
masyarakat masih tetap menggerumumi jasad kakek tua itu, pelan-pelan kudengar
suara bisik masyarakat mengatakan : kakek meninggal karena kelaparan. sungguh
tak kuasa aku mendengarnya, aku harus membuat sebuah momentum besar besok.
langsung kuhubungi markas besar HMI.
aku
hubungi wakil ketua HMI, hilman. tak diangkat setelah 5 kai kuhubungi, kucoba
melalui sms. mungkin saja dia lagi tidur.
hal
ini harus ditindakalnjuti. "lawan dan bongkar" REFORMASI sampai mati.
senin,
pukul 11.09, markas besar HMI, setelah aku datang, ternyata teman2eman telah
datang berkumpul. selamat siang sapaku.
hilman,
eko, rio, dan lainnya : siang pak ketu..
langsung
saja kita bahas kejadian memalukan negara ini, kalian mendengar berita semalam
bukan?
eko
: ya aku mendapat sms dari pak cipto
lainnya
: kami juga sama
oke,
langsung ke inti permasalahan. jika ini dibiarkan tetap didiamkan birokrat
tanpa malu itu tak akan jera dengan perbuatan mereka. kita harus turun ke
jalan. bagaimana menurutmu yo?
rio
: aku setuju, mari kita acak-acak mereka dengan kata-kata
lutfi
: bagaimna kalau kita buat surat malam ini ditujukan ke presiden bodoh itu.
baik,
aku setuju. bagaimana kawan-kawan. kita kirimkan surat ke presiden atas
kejadian ini. negara harus secepatnya turun tangan, atau kita buat sejarah '66
terulang kembali.
kondisi
semakin panas daa pembahasan negara ini, aku ingin kita undang seluruh
mahasiswa/mahasiswi sekota jawa. hanung, ini tugasmu untuk membuat surat kepada
mereka.
hanung
: oke sil.
tulis
namaku dibawah surat, kondisi harus segera ditindak lanjuti, mau bersma demi
negara atau mati dalam diam.
majuuuuuuuu...
aku memimpin barisan terdepan, diusl lutfi, hanung, eko dan lainnya. serta para
kawan'awan yang bergermbol datang dari sisi kan jalan, mahasiswa ugm, uny dan
ssi kiri jalan para mahasisqa polteknik. ini gabungan demonstrasi terbesar yang
kami lakukan.
majuuuuu...sambil
membawa spanduk-sapnduk dan beragam bendera organisasi kami datangi kantor gubernur
setempat. tampak polisi berjaga-jaga didepan pagar, 20 kompi lengkap dengan
senjata dilengan mereka. aneh, kenapa bisa sampai tau pihak kepolisian terhadap
aksi kami. ini sesuatu hal yang tidak masuk akal, musuh dalam selimut mulai pro
ke negara.
KAMI
ATAS NAMA MAHASISWA SEJAWA MEMINTA PARA BIROKRAT-BIROKRAT KOTA INI UNTUK SEGERA
MUNDUR DARI JABATANNYA, SERTA MEMBERIKAN PENJELASAN KONKRIT KENAPA TIADA
TANGGUNG JAWAB DARI PARA PETINGGI KOTA TERHADAP KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENIMPA
RAKYAT KECIL.
teriakkan
pun mulai terdengar, MUNDUR! MUNDUR! MUNDUR! KELUAR! KELUAR!...
aksi
damai berlangsung tertib, kami akhirnya mendapatkan jalan konsolidasi setelah
pak. ragiman, S.H gubernur, mengajak konsolidasi mencapai keepakatan.
aku,
girno (presiden HMI surabaya), Feri (presiden HMI jogjakarta, tomi (presiden
HMI surkarta) kami perwakilan yang menghadap gubernur siang ini.
======================================================================
Date/Time:
28th March 2011
----------------------------------------------------------------------
Pernikahan
Kosong
perjumpaan dengan wiman membuatku malu
untuk menceritakannya. kami bertemu dalam sebuah acara pesta ulang tahun
sahabatku, tirna namanya. saat pesta tersebut berlangsung. aku berjalan kearah
samping pintu sendirian dengan tergesa, dan tanpa melihat kearah depan. aku
menabrak wiman, sampai tubuh kami bersentuhan. aku yang bersalah, tapi wiman
meminta maaf telah menabrak. dari sini permulaan obrolan kami berlanjut. hingga
menjadi satu pembicaraan hangat, aku bertanya kepadanya tentang statusnya, ia
menjawab belum ada pacar. aku heran lelaki setampan ia belum ada pacar.
aku memang wanita kesepian, suamiku telah
selingkuh dengan sekretaris dikantornya. seringkali aku pergoki ia bermesraan
dikantornya. lalu pulang dengan wajah suram. entah apa yang harus kuperbaiki
dengan rumah tanggaku, untunglah kami belum mempunyai anak. pernikahan yang
terjalin selama 2 tahun tidak menghasilkan kehangatan, suamiku tidak
mencintaiku sepenuh hati. ia sering pulang larut malam. seringkali aku tersadar
hubungan ini harus cepat diselesaikan atau aku akan terus sengsara seumur
hidupku.
2.
ya, namanya juga dijodohkan jadi yang
namanya cinta mustahil terjadi. saat itu umurku masih kecil sekali, 19 tahun
pacaran pun belum pernah. jadi yang ada di otakku saat itu hanyalah
membahagiakan orang tuaku, lagipula mereka tidak akan lama hidup, sudah cukup
tua orang tuaku. terjadilah perjodohan dan kami menikah tanpa mengenal satu
sama lain. wiman usianya 29 tahun dan aku 19 tahun. beda 10 tahun, hahaa..
cocoknya dia jadi oomku, tapi sudahlah. rumah tangga kami sangat buram. sama
sekali tidak ada mesra mesranya. ya inilah perjodohan, aku malu saja untuk
memulai mesra, kan seharusnya lelaki dulu. masa wanita.
3.
akhirnya aku temukan saat yang tepat
untuk menyelesaikn masalah ini. hari minggu, biasanya memang ia santai. kami
duduk diruang tengah. dan aku mulai to the point ke masalah pernikahan. man,
aku ingin kita cerai. ini satu-satunya cara yang baik menurutku. percuma jika
dipertahankan. kita tak saling mencintai. aku sudah mencoba memberikan hatiku
sepenuhnya kepadamu, tapi kamu tetap saja sering main keluar, jalan dengan
cewek-cewek lain. aku tahu hal itu.
wiman menjawab santai, oke fi. kalau itu
maumu. ini memang jalan terbaik. aku juga tak mau kita hidup satu atap tapi
tanpa cint. baik secepatnya kita urus surat perceraian.
kami selesaikan masalah ini tanpa
perdebatan yang besar. memang sampai saat ini kami tidak saling cinta, ibarat
teman biasa. tidak lebih, akhirnya pada hari senin,siang harinya kami menghadap
kantor KUA, mengurus perceraian. banyak pertanyaan yang ditujukan kepada kami,
kenapa mesti bercerai, apa sebabnya, kenapa tidak mau mencoba untuk
dipertahankan. karena kami satu suara jadi menjawab dengan kuat, kami tak
saling cinta. maka selesailah urusan perceraian kami pada saat itu. aku kembali
ke rumahku, dan menelpon segera ibuku di blitar. beliau terkejut, tapi dengan
penjelasan yang
3.
kuutarakan, beliau mengerti. namnya orang
tua, ia mempunyai firasat juga tentang hubungan pernikahanku selama ini.
setelah perceraian selesai, aku pamit ke wiman untuk kembali kerumah ibuku di
blitar.
selesailah semua permasalahan hidupku.
aku sekarang hidup damai dengan ibu dan adik-adikku. semoga ini dapat menjadi
pelajaran bagi diriku untuk mengerti arti pernikahan yang dialiri cinta dengan
tidak.
memang salahku,menerima tawaran almarhum
ayahku untuk dijodohkan dengan wiman. hingga aku jalin tanpa cinta dalm rumah
tangga. sambil menatap poto ayahku, maaf ayah, vina telah bercerai dan mungkin
inilah jalan terbaik. semoga.
inilah kisah hidupku.
nama
: vina
umur
: 34 tahun
status
: cerai
masalah
: tidak ada cinta
pekerjaan
: penulis
alamat
: jl. ...
=====================================================================
Date/Time:
28th March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Petik
Dawai Kata
oleh
:mahabrata liwangi
nulis
buku.com
dimana
selagi bisa triangulasi kata disana tiada binasa
pada
balik kusen kusen yang bertubuh kekar ada huruf palawa-palawa siap ditukar
liang
memadat madat sejurusan niat
tentang
senja yang disebut romansa oleh alexander great
mengukir
tinta tinta emas yang ditukik mata elangmu
angin
memimpin didepan
dan
tangan mendayung pelan dengan kano segitiga
lewat
batas sepi semarakkan reaksi gutasi
tetesan
embun ubah rabun
rembes
mengalir dimulut haus warna
siap
reyot "harakiri" telan mentari esok lusa nanti
2.
serenada bicara tentakel menyapu morsi tua
kunisankan
pada bait-bait temaram
kabut
bercampur nurani mengisi suasana
hingga
menjantung dibelah memadati imaji
renta
sejarah!
kail
raksasa yang memancing ikan dewa
siap
dilumat pada piring kertas
pada
warna merah
menjadi
tinta yang bergerak bebas dan lepas
3.
eksotis gerak-gerak reuni sapa-menyapa
pada
sebatas ruang-ruang magis
kaum
agung berdiri pada dinding panggung
satu
per satu menempel menyatu dalam hiasan besar monet dan van gogh
lihat
sejarah!
tergeletak
sunyi tak tegur sapa
wajah
muram dibalut luka
punya
kaukah?
atau
wajahku yang lupa pada bulan maret kutitip dialun-alun barat venice
***
the
end
======================================================================
Date/Time:
28th March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Untuk
Kulanjutkan
cerpen-hari
teater sedunia
orang-orang
menyebutku woman from paradise, ya. wajahku memang kental dengan aura
norwegia-jakarta. sehingga tak heran teman-teman dalam komunitas teater sering
mengejar hatiku. 17 tahun sudah cukup bagiku menelan arti hidup, baru
kuinjakkan kakiku dijakarta selama 2 tahun terakhir. sungguh senang rasanya
dapat menemukan komunitas yang sesuai hobiku. ya, dunia teater. dunia bebas
dalam berakting, aku bebas memainkan naskah. dan bergerak menyanyi dan berteriak
dengan menangis. semua adalah kepuasan yang tak tergantikan.
valencia
smith, tercantum dalam riwayat lahirku. smith adalh almarhum ayahku, meninggal
dalam jantung setelah pementasan ke-68 dalam hidupnya. aku menyebutnya pahlawan
dalam dunia teater. seluruh hidupnya ia sumbangkan dengan fokus untuk akting
dan berbagi pengalaman.
2.
aku
ingin menjadi pedoman yang indah, aku ingin meneruskan karya-karya monumental
ayah. dan sampai saat ini, aku bahagia setelah bergabung pada teater salihara.
mereka sangat terbuka dalam dunia ini, aku embutuhkan tempat untuk subsidikan
minat dan bakatku, itu saja. hanya itu mauku, ayah, inilah anakmu yang akan
terus meneruskan karyamu.
tepat
pada hari teater sedunia, 27 Maret 1984, kami tampil di venice. disana hari
teater dirayakan secara besar-besaran. ya, seni adalah penghargaan yang tinggi
yang diakui oleh negara ini. untunglah kami mendapat undangan untuk pentas ke
panggung 5600 penonton. Venice Theater, sangat dipadati pengunjung. tentunya
bukan para warga biasa. ada banyak para seniman dunia yang sengaja berkumpul
disini.
======================================================================
Date/Time:
29th March 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Rapuh
di Sebuah ?
berkhayal
membuatku tervangun untuk bergerak tegap ore itu, tiba-tiba suara alarm otak
bergeming untuk menuliskan ide-ide yang disampaikan mimpi-mimpi berantai dalm
bunga tidurku. kumulai dengan sebuah kota era eksotis modern, semua barang-barang
bergerak. mall-mall hanya berisi robot-robot sebagai penjaga, barang yang
diperjualbelikan melayang, mobil-mobil terbang, hanya manusia yang ada di
darat. selebihnya robot-robot pembersih jalan yang dibuat oleh manusia dan
untuk melayani manusia. ada juga pria robot yang digandeng wanita, ah zaman apa
ini, semua serba robotic eksotis tak masuk akal. apa ini yang dinamakan
kemajuan zaman? ah, aku terbangun dan benggong dari tulisan diary kecilku.
2.
aku berpikir JK. rowling dapat menuliskan
hal-hal yang luar biasa diluar otak manusia, kenapa aku tidak.
29.03
======================================================================
Date/Time:
2th April 2011
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
Mimpi
Permulaan Film
Dalam
film, orang2 menari di atas tempat yang tinggi namun permukaanya tipis.
Seperti
akrobat.
Yang
jatuh, hilang pada gelap terdalam.
pada
keringat yang menetes, aku seakan terbawa ke dalam suasana akrobatik
sirkus-sirkus dalam panggung mewah. disana aku menari diatas permukaan tali
yang tersambung dari ujung permukaan kiri sampai ke kanan. tanpa cacat aksi
kulakukan berulang kali,penonton bersorak sorai melihat atraksiku. apa benar
itu sosokku.
jepeline
van houten namaku dalam mimpi, ah, sungguh mirip muka,raut wajah dan tubuh ini.
semakin lama semakin teruras otakku, lebih jauh lagi memikirkan melintasi sepi
dalam menuju ke alam sadar.
detak
jam membangunkanku pada permulaan mimpi yang terlewat sangat menantang.
antara
alam mimpi, kutarik pengalaman menjadi ahli sirkus dalam gempita ribuan
penonton.
***
OLEH
: UBREB
INSPIRASI
: MIMPI SAYANG OOOO.OOOO.. SAYANGKU
Bongkar
terinspirasi dari lagu iwan falls
oleh : mahabrata liwangi
gitar yang lusuh siap meghantarkan aunan sore menjadi
tawa-tawa negeri ini ke alur yang sesungguhnya. Bento sebuah lagu dari iwan
falls.
kunyanyikan dengan bait bait lirih yang lumrah.
kalau cinta sudah dibuang
jangan harap keadilan akan datang
kesedihan hanya tontonan
bagi mereka yang diperkuda jabatan
oh oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya bongkar
sabar sabar sabar dan tunggu
itu jawaban yang kami terima
ternyata kita harus kejalan
robohkan setan yang berdiri mengangkang
oh oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya bongkar
penindasan serta kesewenang wenangan
banyak lagi teramat banyak untuk disebutkan
hoi hentikan jangan diteruskan
kami muak dengan ketidakpastian dan keserakahan
dijalanan kami sandarkan cita-cita
sebab dirumah tak asa lagi yang bisa dipercaya
orang tua pandanglah kami sebagai manusia
kami bertanya tolong lau jawab dengan cinta
oh oh ya oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya oh ya bongkar
oh oh ya oh ya oh ya bongkar
aku bernyanyi dan megalunkan lagu ini dengan keras, sejumlah
tetesan dan raungan terdengar dari balik berita. ini negara macam apa, yang tak
layak disebut negara. masyarakat menderita untuk makan, untuk hidup bahkan
bernafas.
lorong-lorong sempit dibawah jembatan gantung adalah saksi
bisu kebusukkan pemerintah, negaraku yang dirampas nafsu-nafsu para birokrat
busuk.
barusan kabar isak tangis hadir melalui sms,
inbox : pak cipto : " satu orang pengemis tua,
meninggal membusuk dibalik sarung tuanya sambil tertelungkup"
hah! aku kaget, terjadi lagi korban meninggal dikotaku, aku
langsung menuju lokasi. melihat keadaan disana.
trotoar gelap dan sepi di jalan. sudirman, disinilah letak
kakek itu meninggal. aku menyentuhnya dengan tak pelak hatiku beringas
mengingat negara ini. ini rakyatmu yang kau acuhkan, mana birokratmu, para
polisi terlambat datang. hanya masyarakat yang peduli ya kami yang mengangkat
jasadnya untu diletakkan dimasjid terdekat.
sejumlah masyarakat masih tetap menggerumumi jasad kakek tua
itu, pelan-pelan kudengar suara bisik masyarakat mengatakan : kakek meninggal
karena kelaparan. sungguh tak kuasa aku mendengarnya, aku harus membuat sebuah
momentum besar besok. langsung kuhubungi markas besar HMI.
aku hubungi wakil ketua HMI, hilman. tak diangkat setelah 5
kai kuhubungi, kucoba melalui sms. mungkin saja dia lagi tidur.
hal ini harus ditindakalnjuti. "lawan dan
bongkar" REFORMASI sampai mati.
senin, pukul 11.09, markas besar HMI, setelah aku datang,
ternyata teman2eman telah datang berkumpul. selamat siang sapaku.
hilman, eko, rio, dan lainnya : siang pak ketu..
langsung saja kita bahas kejadian memalukan negara ini,
kalian mendengar berita semalam bukan?
eko : ya aku mendapat sms dari pak cipto
lainnya : kami juga sama
oke, langsung ke inti permasalahan. jika ini dibiarkan tetap
didiamkan birokrat tanpa malu itu tak akan jera dengan perbuatan mereka. kita
harus turun ke jalan. bagaimana menurutmu yo?
rio : aku setuju, mari kita acak-acak mereka dengan
kata-kata
lutfi : bagaimna kalau kita buat surat malam ini ditujukan
ke presiden bodoh itu.
baik, aku setuju. bagaimana kawan-kawan. kita kirimkan surat
ke presiden atas kejadian ini. negara harus secepatnya turun tangan, atau kita
buat sejarah '66 terulang kembali.
kondisi semakin panas daa pembahasan negara ini, aku ingin
kita undang seluruh mahasiswa/mahasiswi sekota jawa. hanung, ini tugasmu untuk
membuat surat kepada mereka.
hanung : oke sil.
tulis namaku dibawah surat, kondisi harus segera ditindak
lanjuti, mau bersma demi negara atau mati dalam diam.
majuuuuuuuu... aku memimpin barisan terdepan, diusl lutfi,
hanung, eko dan lainnya. serta para kawan'awan yang bergermbol datang dari sisi
kan jalan, mahasiswa ugm, uny dan ssi kiri jalan para mahasisqa polteknik. ini
gabungan demonstrasi terbesar yang kami lakukan.
majuuuuu...sambil membawa spanduk-sapnduk dan beragam
bendera organisasi kami datangi kantor gubernur setempat. tampak polisi
berjaga-jaga didepan pagar, 20 kompi lengkap dengan senjata dilengan mereka.
aneh, kenapa bisa sampai tau pihak kepolisian terhadap aksi kami. ini sesuatu
hal yang tidak masuk akal, musuh dalam selimut mulai pro ke negara.
KAMI ATAS NAMA MAHASISWA SEJAWA MEMINTA PARA
BIROKRAT-BIROKRAT KOTA INI UNTUK SEGERA MUNDUR DARI JABATANNYA, SERTA
MEMBERIKAN PENJELASAN KONKRIT KENAPA TIADA TANGGUNG JAWAB DARI PARA PETINGGI
KOTA TERHADAP KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENIMPA RAKYAT KECIL.
teriakkan pun mulai terdengar, MUNDUR! MUNDUR! MUNDUR!
KELUAR! KELUAR!...
aksi damai berlangsung tertib, kami akhirnya mendapatkan
jalan konsolidasi setelah pak. ragiman, S.H gubernur, mengajak konsolidasi
mencapai keepakatan.
aku, girno (presiden HMI surabaya), Feri (presiden HMI
jogjakarta, tomi (presiden HMI surkarta) kami perwakilan yang menghadap
gubernur siang ini.
Dunia Aneh
Huft… rencanaku
ibarat hilang tertelan bumi…
Hilina markapova
namaku, jenjang karirku merosot tanpa tujuan yang jelas aku bekerja pada
perusahaan majalah Egilz, sebuah majalah tentang fashion gaul saat ini. Sebenarnya bukan bidang ini yang
kucari untuk bekerja. Tapi dorongan keluarga sangat keras menyuruhku untuk
bekerja apapun yang halal, yang penting halal. Suatu hari aku ingin bekerja
dalam bidang penulis atau editor pada sebuah harian pagi dimanapun itu, karena
aku adalah jiwa dari kata-kata, kata-kata dapat membuat hariku menari. Memang
gila terdengar tapi inilah jiwa yang sudah terbentuk dari awal kuasah. Puisi,
novel, cerpen,dan lainnya adalah makananku sehari-hari. Jadi wajar saja aku
memutuskan untuk menjadi penulis. Salah satu kerjaan yang surga bagi diri.
Ruang kantor
Suasana pagi
pukul 07.31 wib
Mesin-mesin
mulai terasa tak jelas, suara hiruk pikuk yang sangat rancu terdengar oleh
telinga. Fashion dan fashion adalah hal yang membosankan bagiku.
Jill : hei lina…good morning
Aku : hai, morning. Kusapa dengan mulut loncong
tanpa hati. Aku muak dengan keadaan ini.
Pukul 08.00 wib
Waktu memulai
bekerja
Semua karyawan
disini seakan kesetanan mengejar deadline awal bulan yang akan menerbitkan
majalah Egilz dengan tema Miss Fashion 2011. Entah kenapa mereka memilih tema
itu, akupun bingung, dan yang sangat tidak masuk akal adalah para model yang
sengaja didatangkan dari eropa untuk dijadikan cover depan majalah. Aneh
memang, seharusnya mereka memilih wanita dan pria Indonesia asli keturunan
Indonesia untuk dijadikan model. Dulu seringkali kutawarkan dan memberikan
ide-ide yang ada diotakku. Tapi nyatanya ditolak mentah-mentah oleh pak trino
manajer majalah Egilz.
Hari menjelang
siang dan kinerjaku belum usai untuk mengedit transformasi kata yang aneh,
fashion modeling 2011, miss hana laura dari new Zealand adalah sorotan bulan
ini. Pak Trino dating dengan gagah ketengah-tengah kantor dan berkta, 15 menit
lagi kita meeting. Hayo…hayooooo…semangat.
Dalam otakku,
semangat hanya pada otak-otak kadaluarsa disini. Bekerja hanya mengharapkan
uang, bukan hasil. Bukan tujuan visioner.
Meeting
Ruangan satu
persatu dipenuhi oleh berbagai karyawan untuk melaksanakan meeting.
Aku orang kedua setelah pak trino yang memasuki ruangan meeting yang
panas tanpa AC. Huft….sialan masa dalam sebuah ruangan meeting tidak dilengkapi
oleh AC. Sungguh keadaan yang tidak nyaman, aku semakin bingar. Mulai satu demi
satu karyawan memasuki ruangan, Jill, Hans, Kyla, Tom, Helena dan assiten
manajer Frank. Aba-aba mulai diberikan oleh pak Trino.
Pak Trino :
selamat siang semua?
Jill,hans,Kyla,Tom,Helena,Frank
dan Aku menjawab perlahan : siang
pak
Pak Trino :
baik tanpa menunda waktu kita mulai saja
meeting hari ini mengenai tema yang akan kita publish dalam waktu dekat, saya
meminta laporan dari masing-masing bidang untuk melaporkan hasil yang didapat
untuk kita sumbangkan dalam majalah dan kita pasarkan. Dengan 2 spidol ditangan kananny, ia berprilaku seperti robot,
memutar-mutar spidol, kekakan kekiri. Baik, saya meminta lina unttuk
menjelaskan kinerja yang didapat untuk pertama kali, silahkan…
Aku :
terima kasih pak, pertama saya akan melaporkan beberapa hal yang menurut saya
tidak sesuai dengan tema ini pak, seharusnya kita sudah ancang-ancang untuk
menyodorkan beberapa model asli Indonesia untuk dijadikan desain cover depean
majalah kita bukan orang luar yang kita hanya tau dia sudah besar namanya, jika
keadaan ini terus berulang maka kapan para model negeri ini dapat maju pak.
Sehingga untuk hasil editing majalah baru 30% saya kerjakan pak. Terima kasih.
Pak Trino :
baik terima kasih atas pendapatnya lina, sebenarnya kita sudah adae tawaran
dari modeling pusat Jakarta, untuk menampilkan Kinaryosi sebagai cover majalah
kita, tapi ada saran juga dari pihak majalah ekuarto eropa, mereka menawarkan
model mereka dipasarkan di Indeonesia, karena tawaran tersebut telah saya
terima, sehingga tidak enak untuk membatalkan. Untuk editing seharusnya andae
bekereja secara professional bukan seperti ini.
Aku : iya pak,
maaf. Aku mulai berpikir, ini bukan
seorang pemimpin visioner, tapi pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri.
Pak Trino : apa ada masukkan lain untuk
majalah ini?
Jill,hans,Kyla,Tom,Helena,Frank
: tidak pak.
Demikian wakeetu
berjalan apa adanya, dan meeting yang diberikan menurutku bukanlah sebuah
meeting melainkan sebuah alur cerita penegasan sepihak. Sangat otoriter,
ah..semakin kacau pemikiranku sampai saat ini.
Semakin
kubekerja, semakin aneh rasanyaeee untuk tetap bertahan.
Selasa, 20
Desember 2010
Tanpa pikir
panjang, aku bereskan semua barang yang ada dikantor. Setelahnya aku menuju
keruangan pak Trino.
Tok..tok..
Aku : Pagi pak
Pak Trino : ada
apa lin?
Gerhana Mengantar Duka
Mahabrata Liwangi
Sekedar ingin melihat langit yang terang pada
pukul 11.35 WIB, langit menyiratkan hal yang sangat indah.
“Ibu... Ibu... Lihat ke langit. Cepat, Bu...”
dengan wajah riang dan sambil berlari tergesa, seorang anak memanggil ibunya.
“Apa, Nak? Ada apa? Apa yang kau lihat?”
Soedibio mengangkat lengannya ke atas dan menunjuk
kearah matahari yang tertutup perlahan, “Gerhana akan terjadi sebentar lagi,
Bu.”
Ibu terdiam melihat kearah langit, ini merupakan
kejadian alam yang baru dilihat semur hidupnya. Dengan wajah yang tercengang
Soedibio dan ibunya terus melihat bayangan bulan yang menutup matahari
perlahan.
Cahaya langit semakin redup dan mata tetap setia
memandang kegelapan total yang akan terjadi sebentar lagi, gerhana total akan
menunjukkan makna dari kuasa Ilahi. Inilah kebesaran Allah.
“Ibu, gerhana ini sangat indah, bukan?” ujar
Soedibio sambil terus menatap langit.
Ibunya mengangguk perlahan dan tetap melanjutkan
melihat gerhana.
totalitas
bulan
akankah aku
bisa meniru geraknya
perlahan
dan memastikan gaya
tarik ulur
waktu
seiring
bermain waktu
manusia
hanyalah sekecil debu
jauh tak
tertandinggi
aku ingin
menirumu bulan
terang dan
pelan
terang dan
menerawangkan bayang
pasti
menghujamkan makna
yang
menyirat
yang
usiakan manusia untuk berjalan
tegap dan
tetap
teguh dan
menyeluruh
elok dan
menari tanpa lelah
asa pun
ikut gentayang
***
Kami terhipnotis dengan keindahan gerhana yang
terjadi, tanpa mengetahui penyebab gerhana dan asal usulnya. Kami hanya bisa
terpukau dan terus menyaksikan keajaiban alam yang satu ini, tanpa mengetahui
dampak yang timbul ketika cahaya yang begitu terang tiba-tiba datang setelah gelap
total secara penuh.
Sesaat matahari tertutup penuh. Tiba-tiba, sekilat
cahaya menyembur dari balik bayangan bulan. Cahaya yang dipancarkan begitu
terang dan...
“Aaaaa...aaaaa!!” aku dan ibu berteriak kesakitan
setelah menerima cahaya kilat yang keluar barusan. Cahaya itu membuat mataku
dan ibu sakit.
Ayah terkejut mendengar dari dalam rumah, dan
panik mengejar kami ke luar, “Hah?! Ada apa, Bu, Dibyo?”
“Mata ibu sakit, Yah...”
Aku terdiam dan mengusap-usap mataku dengan kedua
tangan. Ada apa ini? Kenapa penglihatanku semakin kabur setelah kuusap?
Dengan panik kutanyakan pada ibu, “Ibu, bagaimana mata
Ibu?”
“Kabur, Nak,” terdengar olehku suara lemah ibu.
***
Pak Marno terdiam. Ia bingung memikirkan
pertolongan pertama untuk istri dan anaknya yang tiba-tiba tidak bisa melihat
dengan jelas. Kabur dan berbayang, itu yang dikatakan istri dan anaknya.
Akhirnya, ia membawa istri dan anaknya menuju
Rumah Sakit St. Boromeus untuk diperiksa matanya.
Pukul 12.00 WIB, sesampainya di rumah sakit, Dokter
Frans langsung memeriksa istri dan anaknya yang berbaring di tempat tidur, “Saya
periksa dulu ya, Bu.”
“Iya, Dok,” Bu Marno mempersilahkan.
Setelah memeriksa Bu Marno, Dokter Frans beralih
memeriksa Soedibio. Setelah keduanya diperiksa, dokter mempersilahkan mereka untuk
duduk.
“Ini adalah dampak dari intensitas cahaya berlebih
yang tiba-tiba diterima oleh mata manusia saat pupil sedang membesar, Pak. Jadi,
sebelum semuanya terlambat, ibu dan anak Bapak harus dirawat secara intensif secepatnya.
Semoga tidak terjadi hal-hal yang lebih parah.
Pak Marno mengangguk pelan, “Baiklah, Dok. Jika
harus dirawat, maka saya hanya bisa mengandalkan Dokter untuk kesembuhan mata
anak dan istri saya.”
“Semoga saja, Pak. Kalau begitu saya akan suruh
suster menyiapkan ruang inap.”
***
Aku dan ibu terpaksa dirawat untuk diperiksa. Hari
semakin sore dan mataku semakin kabur. Tulisan-tulisan pada dinding kamar ini
tak dapat kubaca.
Apa ibu sama sepertiku, tak dapat melihat dengan
jelas juga? Tanyaku dalam hati.
Tak berapa lama kemudian, terdengar olehku Dokter Frans
datang bersama seorang suster dan seorang lelaki tua yang setelahnya kuketahui
juga seorang dokter.
Aku dan ibu kembali diperiksa. Dokter Frans
memeriksaku menggunakan senter dan memberikan isyarat-isyarat jari. Aku hanya
bisa menjawab satu isyarat dengan benar.
“Angka dua, Dok,” kataku. Pertanyaan lainnya tak
dapat kujawab. Aku semakin was-was. Apakah aku akan buta? Bagaimana pula dengan
ibu?
Terdengar pembicaraan para dokter didekat tempatku
berbaring, ada kata-kata operasi dan perban.
Operasi! Hah... Aku tersentak terkejut, keringatku
mengucur deras. Kututup mata dan mulai berdoa.
Setelah pergi beberapa menit, Dokter Frans kembali
ke ruanganku. Mataku dan mata ibu diperban, agar visualisasi yang diterima mata
tidak semakin parah. Mata harus ditutup agar keadaan bisa kembai normal besok. Itu
pun baru kemungkinan akan sembuh. Jika tidak, aku dan ibu harus dioperasi.
***
Pagi telah kembali. Keputusan akan diambil setelah
perban mataku dan perban mata ibu dibuka.
Keadaan tetap tidak berubah, mataku tetap kabur,
sesekali hanya bisa melihat kelebat wajah orang-orang sekitar. Keadaan ibu
lebih parah lagi, ia tidak bisa melihat apapun.
Operasi akhirnya dijalankan hari ini. Ayah
memegang erat tangan ibu. Aku masih bisa melihat dengan kabur ketika ayah
menangis mengantar kami ke ruang operasi.
Lampu merah diatas pintu operasi dinyalakan. Operasi
mulai dilaksanakan.
Enam jam oprerasi sepertinya berjalan sukses. Mataku
dan mata ibu diperban lebih erat.
Setelah kembali ke ruang inap, aku berkata pada
ibu, “Bu, Su minta maaf. Gara-gara Su, semua ini terjadi.”
“Sudahlah, Nak. Ini cobaan dari Allah. Kita berdoa
saja, meminta pertolongan-Nya.”
“Iya, Bu...,” aku menyentuh pelan perban pada
mataku, dan berharap esok atau lusa penglihatanku kembali normal.
***
Sabtu, 28 Oktober 1995, ternyata Tuhan berkata
lain. Perban dibuka dari mata dengan hasil mengagetkan. Ibu tetap tak bisa
melihat, sedang mataku kembai pulih.
Aku menggenggam tangan ibu. Ayah memeluk erat ibu
sambil menangis.
“Sudahlah, ini semua sudah terjadi, Yah. Mungkin
sudah jalannya Ibu menjadi buta.
“Tidak!!!” ayah berteriak, “Tidak, Bu, masih ada
jalan. Operasi pergantian kornea mata. Ibu harus bisa melihat kembali, melihat
dunia dan taman kecil kita.
Terdengar ibu menangis kemudian terdiam, “Iya,
Yah... Semoga Ibu bisa melihat kembali.”
Akulah yang bersalah atas kejadian ini, aku tidak
akan pernah memaafkan diri ini. Karenaku, ibu menjadi buta.
Gerhana dan kejadian alam lainnya adalah kebesaran
Tuhan. Manusia hanya insan biasa yang dapat menikmati keindahannya. Tapi
sekarang apa yang dapat dilihat ibu setelah mengalami kebutaan? Semua gelap,
semua tiada, yang ada hanyalah sesal yang teramat duka.
Aku : maaf, saya
mengembalikan ini pak (berkas, kartu
karyawan dan surat-surat lainnya).
Pak Trino : Apa
ini! Apa maksud kamu?
Aku : Saya
brehnti dari kantor ini pak, trima kasih!
Pak Trino : bungkam dalam diam
Dan dengan
langkah pasti aku tinggalkan ruangan kantor yang kusebut Dunia Aneh.
Date/Time:
13th April 2011 / 4:54:39
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
Rumah
Terapung
Semangat para nelayan tak lelah menguras
keringat yang dialiri semangat juang melanjutkan generasi nenek moyang. Disana
adalah tempat bagiku mengarungi samudera luas, air oh air yang mengisi pelukan
erat. aku tak merasa dingin hidup diatas rumah terapung, anak, istriku adalah
surga yang menemani setiap haru dan bahagia di kehidupan ini.
Rumah terapung kami sekarang terletak di
pulau weh, paling ujung Indonesia. setidaknya aku bisa tetap berteduh dari
panas dan hujan dihari-hariku. biar miskin tapi kami hidup bahagia dengan laut
menjadi lagu pagi mengantarkan semnagat, langit sore yang mengantarkan
istirahat dan gelombang pasang maam yang mengantarku ke ruang rehat bersama
keluarga.
kapal phinisi sederhana peninggalan
kakekku masih kurawat dan kujadikan transportasi mencari ikan-ikan segar di
pulau ini, anakku Teuku Genta seringkali menemani mencari ikan. lumayan laut
memberikan kami penghasilan yang cukup. bahkan bisa berbagi dengan tetangga
rumah terapung.
hari ini cuaca agak mendung, harusnya aku
tidak turun ke laut. tapi harus kulakukan jika tidak mau makan apa anak
istriku. jangkar kuturunkan di tengah laut, jarin-jaring siap dilempar. dalam
doa sebelum melempar, Bismillah ya Allah berikan aku rezeki melimpahmu untuk
anak istiriku. jaring kulempar pada ujung perahu, sambil duduk menunggu harap,
mendung tidak menjadi penghalang untuk rezekiku hari ini.
halaman
2
2 jam berlalu, sebentar lagi akan
kuangkat jaring-jaring raksasa. kusiapkan kantong-kantong besar untuk ikan.
Teuku..tolong ambilkan tong besar disana.. (teriakku) iya pak, (sahut Teuku).
kuangkat jaring perlahan,
hap..hap...Alhamdulilah, jaringku penuh ikan, hah! ada ikan pari terjerat
dijaringku. ah, kupikir ikan ini hampir punah, lebih baik kulepaskan. ikan
salmon, ikan tenggiri yang kudapatkan cukup besar-besar selebihnya ikan
kecil-kecil.
Teuku tolong pisahkan ikan kecil ini ya.
baik pak, taruh ditong besar saja ya pak.
banyak ini.
iya ku. campuarkan ikan kecil didalam
tong itu.
lumayan Teuku kita dapat banyak ikan hari
ini, iya pak Alhamdulilah lumayan banyak.
Mendung semakin gelap, aku harus
cepat-cepat pulang kerumah. kuhidupkan mesin speed perahu dan mulai kembali
pulang.
20 menit aku berlabuh di rumah, ikan-ikan
segar siap kusimpan didalam rumah. esok hari akan kujual dipasar tumpah.
bu.. banyak ikan yang didapat ini bu.
iya pak, wah..lumayan pak, padahal hari
mendung ya pak. Alhamdulilah pak.
Halaman
3
semua berkat Allah ma. jadi apa menu hari
ini ma, ikan apa yang akan mama masak nanti?
hmm.. sepertinya ikan salmon enak pa,
mama masak salmon goreng saus pedas ya.
oke istriku.. papa tunggu ya.
sementara istriku menyiapkan hidangan
didapur, aku segera duduk didepan rumah terapungku. melihat datangnya hujan,
alangkah indahnya bumiku, lautan yang biru membahana. nelayan-nelayan yang
masih terjaga di lautan meski hujan telah turun. sungguh besar limpahanMu ya
Allah. terima kasih telah menyuguhkan kesederhanaan hidup pada keluargaku,
disini akan kugariskan sejarah turun-temurun dari kekek buyutku. generasi
penerus setelah kutiada adalah Teuku Genta anak tunggalku.
Hidup di laut sangat tenang ketimbang di
darat, minoritas suku disini sangat berbaur dan berkeluarga, maklum kami kaum
terpingkirkan. semoga laut menjaga kami sampai ajal menjemput.
***
Merampas Pengembaraan Hidup
oleh
: mahabrataliwangi
@liwangi
email
: mahabrataliwangi@yahoo.com
proyek
: nulisbuku.com
tanggal
1 April 2011
6
tahun sudah cukup bagiku menekam di balaik jeruji besi, hukuman yang kudapt
seimbang dengan apa yang telah kuperbuat. semua telah terjadi,akulah orang
bodoh yang tak dapat memilih jalan yang baik dan benar. terjerumus dan
ikut-ikiutan dalam dunia yang bebas membuatku jatuh ke dunia hitam.
menjadi
pengedar shabu dan pemakai sangat membuatku nyaman untuk menjalani hidup,
layaknya gangster di luar negeri. kami semua berkumpul di basecamp dan jika
tidak punya uang, seperti biasanya memalak para remaja yang emlintas daerah
kami. lorong-lorong sempit yang tersebar di daerah tongkrongan, sering kami
jadikan medan tepat untuk memalak. sekedar goceng atau ceban, jika dikumpulkan
seharinya bisa 200 sampai 400 ribu, cukup untuk membeli bir dan shabu.
semenjak
keluargaku tiada ditelan banjir bandang, semua musnah. ayah dan ibu meninggal.
Tuhan masih memberiku jalan untuk hidup. aku di basecamp saat kejadian. beban
yang berat semakin memukul diriku, tiada tempat mengadu,tiada tempat berteduh,
hanya disnini keluargaku. gangster dan shabu adalah penyemangat.
setiap
harinya kuantar pada costumer yang menjadi langganan shabu kami, diatas jam
00.00 biasa kami bertransaksi barang. saat yang tepat dimana aparat telah tidur
bersama istrinya.
merampas harta milik orang, memalak, serta
menghabisi orang jika benar-benar melawan itulah yang aku lakukan. tatto telah
kubuat pada lengan kiriku, naga berbelit pedang, ini kepribadian diriku yang
sangat suka bermain otot. jika saja ada yang melawan aku langsung saja menghabisi
sampai ia tak berdaya.
kesal
dan bodohnya aku saat memalak anak polisi, saat siang bolong. tentu saja ia
langsung mengadu ke bapaknya, aku seperti ayam ditangkap. dibasecamp aku
dijerat dengan pukulan keras dengan pistol tepat dikepalaku.
sial,
aku tak berdaya kini, habislah aku. masuk bui dan tiada lagi kesempatan untuk
berkumpul. aku divonis selama 6 tahun penjara, pidana telah ditetapkan sebagai
pengedar,pemalak,pemakai. selama mendengar hakim membacakan berita acara, aku
menunduk dan diam tak berbicara sedikitpun. ini sudah takdirku.
kuhirup
udara kebebasan yang segar dari luar gerbang penjara nusa kambangan, selamat
tinggal masa lalu. kini aku telah lahir kembali menjadi manusi baru. ya, aku
yang baru. bukan adriano yang dulu.
aku
mulai melangkahkan kaki,berjalan mengelilingi daerah sekitar,pasar melewati
toko-toko. sangat berbeda dengan enam tahun yang lalu.
mulai
kuberpikir, mau kemana aku tinggal, orang tua tiada, ria kakakku di jogjakarta,
boy adikku di probolinggo. aku binggung untuk sementara waktu. akhirnya
kuputuskan untuk duduk di taman kota, sejenak berpikir apa yang harus kulakukan
menjadi orang baru.
orang-orang
sibuk berlalu lalang didepanku, mereka sangat riang menjalani hidup tampak dari
wajah-wajah mereka. aku pun harus bisa seperti mereka. langsung aku beranjak
melangkahkan kaki untuk ke masjid, sekitar pukul 13.06 waktunya shalat dhuzur.
disana kusempatkan untuk membersihkan badan dan setelahnya aku melakukan
ibadah. disinilah tempatku mengadu. aku mohon kepada Allah tunjukkanlh jalan
baru di hidup baruku, hanya itu. aku ingin bertobat. insyaallah, akan kucari
pekerjaan yang halal.
selesai
shalat kakiku menuju sebuah warung makan, tepatnya warung pa' jul, Bakso Urat
Khas Ambon. mana mungkin aku masuk, uangpun tidak ada. lama aku berdiri didepan
toko ini bukan untuk makan tetap mengharapkan pekerjaan disini.
penjaga
toko : hei..ngapain kamu berdiri disitu..sana-sana pergi.
apa
yang salah dengan diriku sampai diusir seperti kucing kampung, ah mungkin saja
karena potongan pakaian lusuh ini dan potongan rambutku.
aku
harus cepat memangkas rambut dan mencari pakaian layak. langsung terpikir
olehku untuk ke basecamp, tapi! tidak! aku tidak akan kesana dan kembali lagi.
aku harus mencari jaln sendiri,ya harus.
akhirnya
kuputuskan untuk menjadi buruh paruh waktu di toko beras, kuangkat beras dari
gudang ke truk-truk untuk dibawa ke toko-toko. lumayan selama 3 jam bekerja
mendapat upah 15.000, uang ini bisa kubeli pakaian dan memangkas rambutku.
langsung saja aku menuju ke pangkas rambut di pasar. kupotong pendek, agar
terlihar rapi. selesainya kulanjutkan membeli pakaian BJ yang sesduai ukuran
tubuhku, aha! ini ia, kemeja hitam dan celana dasar. lumayan. hanya sepuluh
ribu baju dan celana ini.
sekarang
aku telah rapi, maka waktu harus kukejar sebelum matahari terbenam. aku kembali
mengitari toko demi toko di daerah ini. ada sebuah toko makanan, warung kopi
santai, disini sepertinya aku layak mencoba. ya harus kucoba.
langsung
kumasuki toko ini, menuju ke karyawan toko, wanita cantik berambut panjang.
aku
: maaf mbak, apa disini ada lowongan kerja?
karyawan
: waduh, saya kurang tau mas, coba saya tanyakan ke bapak ya. tunggu sebentar.
Aku
: iya mbak, terima kasih.
tak
berapa lama karyawan itu datang dengan bosnya.
karyawan
: ini pak yang menanyakan pekerjaan
bos
: kamu,.. no..adri? adriano bukan?
aku
: iya pak, benar.
(bingung
kenapa dia bisa tahu namaku)
bos
: ini aku no, dodi. lupa kau. ah!
dodi..dodi..
kawan sma nusantara dulu.
aku
: ooo.. dodi, wah kau berubah sekarang (sambil kepegang pundaknya yang berotot)
beda kau sekarang. besar, tinggi dan berotot. jadi ini tokomu dod?
bos:
ya no, ini tokoku, kurintis dari nol. hingga akhirnya sebesar ini. mari-mari
kita duduk dulu biar santai. (e..sari tolong ambilkan jus mangga 1)
karyawan
: baik pak
aku
: kau msih ingat saja minuman kesukaanku dod. hebat kau, sekarang sudah menjadi
bos besar.
bos
: yah..inilah rezeki yang Allah berikan no, aku merintis karir dari kecil
hingga akhrinya dapat kubeli brand nama tokoku untuk hak paten dan membuka 10
cabng toko kopi ini.
aku
: hebat kau dod, aku salut dengan usahamu. jadi sekarang kau tinggal dimana
dod?
bos
: aku tinggal di valentino square, apartment lantai 9 kamar 56. ini kartu
namaku no. kau ingin bekerja bukan?
aku
: iya dod, aku butuh pekerjaan. kau tahu sendiri kan sejarahku. pahit.
untunglah ketemu kau disini dod.
bos
: semua sudah digariskan no.baik, jika begitu kuberikan tanggung jawab penuh
untukmu no untuk mengurus toko ke 6 ini. aku mulai kerepotan mengurus
cabng-cabangku yang lain. kau tak keberatan bukan no mengurus toko ini?
aku
: maksudnya apa dod? aku jadi wakilmu?
bos
: iya, wakilku. ah.. sudahlah, jangan sungkan. kita sudah sejak lama kenal. aku
tahu kapasitasmu no. kau mampu membantuku. tenang saja, semua kuatur. kau jalankan
saja cabang ini.
aku
: terima kasih dod, terima kasih..(sambil berdiri kupeluk dodi)
bos
: santai saja, kita kawan lama. sudah sewajarnya kita saling bantu. bukan
begitu no? dulu kau sering membantuku dalm pelajaran. sekarang aku membantumu.
imbas bukan? hahaa..
aku
: tapi ini seperti mimpi dod, terima kasih banyak atas kepercayaan yang
diberikan ke aku dod. akan kubantu menjalani bisnis ini.
bos
: baik, kalau begitu. mari kukenalkan tentang produk dan karyawan-karyawanku
no.
kami
berjalan memutar sekeliling toko, dodi menjelaskan secara detail tentant
riwayat toko ini, produk-produknya serta karyawan-karyawan yang ada disini. ini
merupakan mimpi bagiku, apa ini hidup baru yang Allah janjikan kepadaku?.
terima kasih ya Allah, anugerahmu begitu besar.
hari
demi hari berangsur-angsur memulihkab hidupku, ini hidup baru yang kualami
sangat berbeda dengan sebelumnya. pepatah lama yang selalu kuingat adalah
"jika ada kemauan, pasti ada jalan dibaliknya". ini fakta nyata yang
kualami setelah
terjerat
dalm dunia hitam,masuk bui selama 6 tahun. akhirnya aku mendapatkan hidup baru
dan akan kujalankan sebaik-baiknya. kelak akan kujadikan cerita berharga bagi
anak-anakku.
***
THE
END
tema
berikutnya tentang perjuangan masa lalu
judulnya
: setetes darah sejarah
yang mengalir
feodalisme
pada tangan-tangan tirani besi, negara yang terhamburka oleh carut marut
politik adu kekuasaan dan demi apapun adalah ketidakwajaran terjadi dinegara
ini. almarhum ginanjar suparman adalah ayahku yang dulunya prajurit angkatan
'45 telah matiaimatian bertempur malawa penjajah dan akhirnya dengan semangat
dan jiwa prajuritnya ia meninggal di medan tempur sewaktu melawan jepang
ditanah -ndonesia, nganjuk jawa timur. sederet teman-teman ayah ikut tewas dikala
perlawanan menjaga keutuhan negara ini dari kekuasaan tirani jepang. nais
ketika kudengar cerita dari pak Tirno Yosningrat, ia bercerita "pada tahun
'45 kami berperang dengan senjata seadanya, semua prajurit menggunakan senjata
yang bisa dijadikan senjata. ada yang dari bambu, pisau, parang, besi, kayu
panjang, golok, keris, rencong, dan tombak. segala alat yang bisa dijadikan
alat berperang kami jadikan alat utama untuk melindungi diri. ketika itu ayahmu
dengan gagah menggunakan tombak yang sangat tajam, dengan gagah ia bunuh
tentara jepang satu per satu, tapi Tuhan berkata lain. ayahmu tewas ditembak
ketika sedang melawan ratusan tentara jepang. kami hanya 68 tentara yang
melindungi kota Nganjuk saat itu
saat
itu. dapat kau bayangkan jauh total perbandingan prajurit negara ini dibanding
tentara jepang yang dengan lengkap mempersenjatai diri mereka, tapi kami para
prajurit tida pernah patah semangat untuk terus mempertahankan negara ini
sampai tetes darah terakhir. ayahmu seorang prajurit sejati nak. ia tewas
dengan terhormat mempertahankan bangsa ini dari tangan jepang.
***
semua
yang diceritakan kepadaku adalah fakta nyata mengenai semangat juang yang
besar. seiring perkembangan waktu para veteran angkatan '45 hanya bisa terdiam
melihat nasib mereka, rumah-rumah yang mereka tempati tidak sesuai dengan upaya
dan kerja keras dahulu mempertahankan negara dari penjajah. apa ini yang
dinamakan negara, yang tidak menghormati para pejuang dahulu, selayak habis
manis sepah dibuang.
para
birokrat dan pemerintah seakan tak peduli dengan nasib-nasib mereka, apa yang
harus dilakukan anak muda saat ini adalh mencuatkan semangat angkatan terdahulu
untuk menghormati dan tetap menghormati sejarah, sangat mengahrukan melihat
teman-teman ayahku yang masih hidup sampai sekarang, senyum mereka adalah
tangis yang selalu tersimpan di hati. ya para pejuang-pejuang negara tanpa
mngenal tanda jasa.
sekaran
sudah 55 tahun kemerdekaan negara ini bebas dari jajahan para penjajah. tapi
tetap saja, para penerus yang benar-benar memegang arti sejarah hanyalah
segelintir orang. negara masih saja terjajah oelah produk-produk negara luar,
terjajah dengan kekuasaan negara-negara besar yang sedikit demi sedikit
mengabil kekayaan negara ini. siapa lagi penerus untuk mempertahankan negara
tercinta jika tidak ada orang yang peduli, aku heran jika melihat negara yang
sangat manja dengan kehidupan, hanya mementingkan pribadi semata dan tidak
peduli akan keutuhan negara dan kekayaan didalamnya.
"jangan
pernah meluapaan sejarah" kata-kata soekarno presiden RI pertama. dengan
intelektualitas yang tinggi ia dapat membuat para pemimpin negara lain tunduk,
menghormati segala tindakan yang dilakukannya dala masa kepemimpinannya saat
itu.
Haryono
Galuh Bratayuda ayahku meberi nama kepadaku, sebuah nama yang harus kujaga
sesuai pemberian pejuang. ayahku engkau adalah pejuanag sejati yang tidak akan
dilupakan sejarah sampai kapanpun jua.
saat
ini aku bekerja pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi Jawa Timur.
ya aku memilih jalur pegawai negeri, untuk tetap meneruskan nilai juanag
ayahku. berbeda kerja tapi nilai-nilailuhur yang aku dapatkan akan terus aku
terapkan dalam bekerja. mengherankan jika melihat kasus-kasua kolusi,korupsi
sert nepotisme. inilah budaya baru yang dibuat zaman milenium pada bangsaku,
setiap tahun korupsi terjadi di tubuh negara bakan yang terbesar terjadi pada
pegawai negeri sipil.
negara
ini telah lama melupakan sejarah, suatu saat jika budaya yang tidak seharusnya
dipertahankan terus dijalankan maka tidaklah heran, negara ini akan habis
dijajah oleh negara adikuasa.
siang
hari pada jam makan siang, aku sempatkan untuk ziarah kemakam ayah,
memebersihkan makam gagahnya dengan bendera tergantung disamping makamnya.
disinilah har berjanji ayah, akan terus mengikuti pedoman-pedoman yang ayah
ajarkan dan semangat juanag yang jujur. ayah jika kau mendengar ceritaku
tentang negara ini janganlah bersedih, karena kerja keras ayah dahulu hanyalah
dipandang sebelah mata oleh negara ini. jangan takut ayah, har tidak akan pernah
melupaan sejarah dan tidak akan pernah. (sambil kusentuh kepala makam berlapis
marmer putih ayahku, dan hormat kearahnya, aku pergi dengan hentakkan kaki
layak prajurit menghadap komandannya).
***
======================================================================
Date/Time:
15th March 2011 / 2:51:13
Folder:
Ubeb Sastra
----------------------------------------------------------------------
tema
: horor
judul
: 1 Minggu Bayang Hitam
oleh
:mahabrata liwangi
satu mobil berisikan 5 orang, kami menyewa
avanza untuk berlibur selama musim liburan kuliah. inilah waktu yang tepat
untuk menghabiskan hari bersama sahabat-sahabatku.
kami menuju ke daerah pangrongpong,
lembang kotamadya bandung untuk berlibur. kepenatan kota jakarta membuat kami
memilih bandung kota sejuk yang paling cocok untuk dijadikan tempat berlibur.
aurel, hilda, jack, uno, hans dan aku.
kami adalah sahabat sejak pertama masuk
universitas indonesia, orientasi mahasiswa membuat kami kompak, sehingga sampai
saat ini kekompakkan itu terjalin sangat baik.
tujuan kami ke villa bunga yang terletak
pada atas kapubaten pangrongpong, suasanya sangat dingin dan mencekam. benar
saja walau terdapat banyak villa disini, tapi yang menyewa beberapa villa tidak
banyak, hanya beberapa villa yang disewa untuk hari ini.
sesampainya di villa kami berlima
langsung merapikan barang-barang bawaan keruang tengah, wow.. sangat besar,
terdapat 7 kamar dan 3 kamar mandi yang mewah. aku melihat sekitar dan keadaan
sekeliling. ternyata pilihan kami sagat tepat. pemandangan yang dapat
disaksikan diluar jendela langsung kearah terasering panen padi dan beberapa
tanaman lainnya diselinggi pepohonan beringin tua yang besar. angin masuk dari
seluruh ventilasi villa ini, sehingga jaket yang aku kenakan tidak terlepas sedetikpun.
sore pukul 17.45 membuat suasana semakin
nyaman dengan suara jangkik, kami berkumpul diruang tengah mengobrolkan tentang
acara besok yang akan kami lakukan.
hans tampak kedinginan, ya ini adalah
kali pertamanya memasuki villa dan daerah dingin. hanya aku yang terbiasa
suasana dingin, pegunungan, bukit dan lembah sering kulalui. villa merupaka hal
biasa.
setelah asyik mengobrol tiba-tiba, uno
pergi kebelakng untuk membuat segelas kopi.
krakkkkk..krakkkkk.. ada suara terdengar
dari balik jendela dapur, uno terkejut. suara aa itu, ah..pikirnya hanya sebuah
angin yang lewat. tak lama setelah selesai membuat secangkir kopi, ia berjalan
menuju ruang tengah dan terdengar lagi suara lngkah didapur pojok.
takkkk..tak.. dan hilang. uno melihat tapi tak ada tanda-tanda yang
mencurigakan
akhirnya ia putuskan pura-pura
menghilangkan rasa takutnya dengan mengobrol santai dengan teman-teman.
pagi yang dingin membangunkan kami dengan
segar, kami siap untuk joging sambil melihat beberapa villa sekeliling. ada
seorang kakek pengurus kebun sebelah memanggil kami,
nak..nak..
kemari,kemari..
aku
: ya kek, ada apa kek
kakek
tua : kalian baru menyewa villa sebelah ya? ( dengan suara serak)
aku
dan teman-teman : iya kek. kami baru datang dari jakarta
aku
: ada apa kek sebenarnya dengan villa kami (dengan sedikit firasat tak enak)
kakek
tua : berhati-hatilah nak. (kakek itu hanya berkata dengn pelan dan pergi)
kmi
terkjut dengan kata-kata kakek tua barusan.
uno, hans da aku menepi agak jauh untuk
kompromi. apa sebenarnya yang ada di villa itu. sambil kami melihat villa yang
kai tempati dari villa sebelah.
uno
: ya, kita harus berhati-hati, aku merasa ada yang tidak beres dengan villa ini
hans
: maksud kamu apa no?
uno
: aku mendengar suara-suara aneh tadi malam di dapur, entah suara apa itu
aku
: ah, mungkin hanya perasaanmu saja no
hans
: iya no, gak mungkinlah ada suara aneh. kebanyakan nonton kau no.
uno
: yang penting kita harus tetap waspada
hilda dan A komat-kamit melihat
pembicaraan kami. kami sengaja berbicara jauh dari mereka, takut mereka
terkejut dan ingin pulang.
ahirnya acara jogging tetap kami
laksanakn selama 1 jam berkeliling are villa bunga, suasana sangat epi. entah
kenapa di villa ini sangat sepi. kudengar dari teman-temanku vill ini dulunya
sangat amai tapi kenapa sekarang menjadi sepi seperti kota mati.
jogging membuat kami segar dengan cuaca
yang dingin. brrrrr.. au gemetar sesampainya di villa. lagsung kuseduh teh
hangat. woi, ada yang mau teh(teriakku dari dapur).
uno,hans,hilda,A
teriak bersama sama, mauuu!
uno
: aku kopi aja run
ah,
uno ada-ada saja, minta buatin kopi pula. ya sudahlah aku buatkan kopi.
sretttttttt.. hah! apa itu, pandanganku
keatas dek kayu dapur. mataku tetap mengawasi suara yang barusan kudengar. aku
tak yakin suara apa itu, langsung terpikir olehku tentang pembicaraan uno tadi
pagi.
apa benar villa ini angker, bulu kudukku
merinding mengingat omongan kakek tua tadi pagi. ahhh.. pengecut. aku laki-laki
tak boleh gentar dengan suara-suara aneh.
setelah menyantap teh hangat, kami bersiap
mandi dikamar masing-masing. memang tersedia kamar mandu di tiap-tiap kamar.
tiba-tiba dikamar mandi air mati, disusul
kamarku,hans dan uno. aneh, tadinya sangat deras, tiba-tiba air mati. tak lama
lampu redup dan mati serentak. kami terkejut dan keluar kamar dengan muka
pucat.
uno
: ada apa ini, kenapa tiba-tiba air dan lampu mati.
aku
: ya, ada sesuatu yang aneh di villa ini
tak
berapa lama lampu hidup dan air mengucur deras, pertahankan keberanian dan
tetap waspada
hari ketiga setelah keringat dingin
mengucur deras, kami pontang pating menjaga bersama, tidurpun tak nyenyak.
malam hari pada kesunyian yang teramat
sangat, kembali terdengar olehku suara lengkah kaki, seperti eretan panjang
dilantai 2x aku pergi keatas untuk mengambil jaketku dan tiba-tiba ada suara
seretan yang sangat mencekam. entah apa yang ada diluar. buluku merinding
dengan kuat. entah apa yang diseretnya, mungkin hanya dugaanku saja.
hilda dan a kembali kamar untuk
beristirahat sedang kami para lelaki tetap berjaga dibawah. rasa penasaranku
semakin besar mengenai villa ini.
apa mungkin ada hantu disini atau sesuatu
mistik yang angker telah ada sejak dulu disini.
sebuah tanda kutemukan dibalik pintu
belakang villa, bertuliskan nyai. tulisan itu berwarna merah, anehnya baru kali
ini kulihat tulisan itu.
terang saja aku terkejut setelah melihat
tulisan itu, perasaanku semakin besar.
tolooooooooooongggggg..Aaaaaaaaaaaaaaa!!!!
teriakan hilda terdengar dari dalam kamarnya. aku, uno dan hans langsung menuju
kamarnya.
aku
: ada apa hil? (sambil mendobrok pintu kamarnya)
hilda
: (dengan panik) A hilang run, tadi dia tidur disampingku. dan ekarang lenyap.
tepat pukul 00.36 A hilang dari kamarnya,
kami sibuk mencari dengan teriakkan-teriakkan namanya. Aaaaaaa..aaaa. aku
keruang belakang, uno keruang depan, hans dan hilda keruang tengah,dapur dan
kamar kosong pojok.
Astafirugllah, hans terkejut melihat A
telah tewas dalam bautan tali guling. lidahnya menjulur keluar dan jarinya
menunjuk kearah atas dek kamar kosong itu.
tersentak olehku, ada apa dengan dek
diatas ruangan ini. akhirnya keesokkan harinya kami memutuskan untuk mencari
tahu apa yang ada dibalik dek villa ini. aku, hans dan uno, membagi tugas untuk
masuk keatas dek. hilda menjaga dibawah sambil membri kode-kode dari bawah. aku
mengarah dek belakang. uno kearah dek depan dan hans ke dek pinggir.
saat kusenter kearah pojok dek belakang,
ada sebuah tulisan, NYAI.. Hah! aku terkejut setengah mati, tulisan ini lagi.
kuputar kearah kiri,terdengar suara seretan..sreeeeeeet..srreeeeeeeeett.
senterku menuju arah suara, tapi kosong. tiada apa-apa.
kubalik arah, Aaaaaaaaaa! astaga, apa
itu, bayangan hitam besar. dengan sekencang tenaga aku putuskan untuk
cepat-cepat turun. sambil berteiak "uno! hans cepat turun" hentak
kaget, merekapun menyeret badan mereka dan tanpa diduga-duga.
buuukkkkkkkkk! uno terpeleset salah
menginjak tiang dek tanpa tiang, dan dia terjatuh dari ketinggian dek villa.
uno tewas terjatuh, kepalanya pecah membentur marmer villa. hilda :
tidaaakkkkkkkk!!! unoooo! (sambil terisak dengan sedihnya) tak mungkin-tak
mungkin..
aku
: sudahlah hil, ini sudah takdirnya. kita haru cepat-cepat berbenah.
ketika sedang siap berbenah, listrik
berkedip. dan mati.. aku, hans dan hilda hanya mempunyai senter sebagai
penerang.
aku
: mari kita keluar kawan, ada yang tidak beres disini
hans
dan hilda : (mengangguk)
hilda
: iiiiiiya run..lebih baik kita keluar
dengan nafas lega, kai berhasil keluar.
dan tampak kakek tua sedang berjlan kearea depan villa kami. kek.. panggilku
kakek
: ada apa nak?
aku
: tttteeeman kamu meninggal kek. tooolong kek
kakek
tua : itu adalah peringatan dari nyai nak, kan sudah kakek peringatkan
hati-hati disana
aku
: Nyai? nyai siapa kek
kakek
tua : ya nyai, nyai tumenggung santi. ia penguasa daerah ini dahulu. tidak ada
yang boleh menginjakkan ke seluruh villa ini tanpa membawa sesajen. nyai butuh
sesajen, itu tradisi dahulu. kalian lupa membawa persembahan kepada nyai
hans
: kami tidak tahu kek,kami baru pertama kali kesini
aku
: iya kek, ini kali pertamanya kami berkunjung
hilda
: (terdiam dan gemetar memegang tanganku)
kakek
: lebih baik kalian berbenah diri untuk pulang, matahari sebentar lagi akan
terbit. siap-siaplah kalian untuk berbenah. sebelum ada korban selanjutnya
aku
: iiiya kek.
hans
: iya kek
akhirnya dengan gugup kami bertiga
menunggu diluar sambil mendekap,menunggu mentari terbit.
hari keempat, kami mulai berbenah diri
untuk menyiapkan barang-barang bawaan dan memanggil ambulance untuk membawa
jenazah uno dan A.
ini merupakan perjalanan yang mencekam
bagi kami, sungguh tragis. hilda shock sesampainya dijakarta.
aku dan hans hanya bisa terdiam atas
kejadian yang menimpa kedua sahabat kami.
kehidupan memang sudah diatur oleh Tuhan,
tiada yang tahu siapa yang bertahan siapa yang kalah siapa yang sementara. ini
sebuah memory pahit yang akan kuingat dan kujadikan pengalaman hidup yang
sangat berarti.
selamat jalan uno, A. semoga kesetiaan
dan semangat kalian tetap damai dihati kita.
***
Date/Time:
15th March 2011 / 10:2:59
----------------------------------------------------------------------
ralat,
jadinya cuma 4 hari mereka berlibur sayang
trus
yg A tu namanya diganti sayang
Melukis Dini Hari
Suara-suara
ini kembali terdengar dari balik pintu kamarku, ini kedua kalinya suara
hentakan kaki yang tiba-tiba hilang. Pukul 02.10 dini hari aku asyik melukis
kelakar pohon tua, dalam alunan kuasku tiba-tiba tak..tak..dua langkah
terdengar pelan. Dari arah belakang, seperti menuruni anak tangga. Kubuka pintu
kamar dan kulihat sekitar. Kosong,tiada orang satupun yang terdengar hanya
dengkuran kamar sebelah.
ah,
hanya halusinasiku saja. kulanjutkan melukis dan terdengar lagi
takk..tak..tak..kali ini tiga langkah dekat kamarku..Astafirugllah, Allahhu
Akbar. Bulu kudukku merinding mendengar suara langkah kaki itu, kulihat dari
balik pintu kamar. Tidak kutemukan orang satupun. Semakin merinding kurasakan
malam ini, cepat-cepat kubaca ayat kursi. Dan kuputar televisi agar terdengar
suara hingga hilang rasa takutku.
halaman
2
hari
selasa, aku terbangun pada pukul 07.20. Pagi yang segar, kuhirup udara pagi
dari pintu galeriku. ah, saatnya membuat kopi pagi seperti biasanya.
kubuka
pintu galeri dan menyapa tetangga depan, pagi bu. Selesai membuat kopi
kulanjutkan menambahkan warna pada lukisan semalam.
Tak
lama tamu datang dari depan galeri,
Mbah
Marjan : Assalamualikum dek,
Aku
: Walaikumsalam,eh bapak..masuk pak
Mbah
Marjan : lukis naon dek?
Aku
: ieu,pohon mbah. kumaha mbah rame ngamen?
Mbah
Marjan : ah, biasa dek.
Dipegangnya
lukisanku sambil komat-kamit tak jelas, entah doa atau mantra. Yang kutahu Mbah
bisa berhubungan dengan alam gaib.
Aha!
ini kesempatan meminta tolong mbah tentang kejadian semalam.
Mbah,
semalem abdi teh denger suara langkah kaki dibelakang. Gaib mbah, 2 kali abdi
denger jam 02.10.
Mbah
Marjan : eta penunggu sini dek, keliatan dari sini tah mahkluknya. Cewek.
Lalu
Mbah langsung kebelakang mengarah ke tangga. disinilah mulut Mbah komat-kamit
membaca doa. Setelah membaca doa, diajaknya ngobrol. Aku tak mengerti apa yang
dibicarakan, sunda lama lumayan membuatku bingung.
Mbah
Marjan : Jadi dia teh sudah lama didieu dek, namina Putri Sekar Ayu. Masih
muda, dulu
halaman
3
Meninggal
disini, arwahnya disini, tapi teu ganggu. Tersesat katanya, teu tau jalan
pulang.
Aku
: O gitu ya Mbah, teu ganggu kan Mbah?
Mbah
Marjan : Teu ganggu, cuma numpang lewat semalem. Bingung dia teh. tos Mbah
bilang jangan ganggu.
Aku
: Nuhun Mbah.
Bulu
kudukku merinding lagi mendengar cerita Mbah barusan, untunglah tidak ganggu.
Ternyata penunggu kosan ini, yang sudah lama semenjak sebelum dibangun kosan ia
telah ada disini. Wanita muda berumur 23 tahun yang meninggal bunuh diri,
hingga dia tetap gentayang disini. sudah 126 tahun sekarang umurnya kata Mbah.
Tapi tetap cantik dan baik tadi diajak ngobrol.
Syukurlah
kalau begitu, kami melanjutkan obrolan di ruang gelari. Mbah menasehatiku
dengan larangan-larangan berbicara kotor disini dan berbuat janggal.
Setelah
usai pembicaraan, kumulai dengan sesuatu yang baru. Tingkah laku yang sopan dan
melukis dengan meminta izin kepadanya.
***
8
april 2011
Date/Time:
13th April 2011 / 5:15:47
Folder:
Ubeb tulisan 2011(4-)
----------------------------------------------------------------------
lomba
Keselamatan Jalan
judul : Aspal Reyot
Deadline
: 30 April 2011
Jalan
ini dinamakan jalan lintas 90, satu-satunya akses menuju desa kuala tungkal.
disana aku bekerja, diangkut bis terguncang-guncang selama 2 jam tak henti
karena badan jalan yang rusak parah, reyot tak terusus pemerintah. apa saja
kerja pemerintah perhubungan jalan selama ini, apa tidak melihat atau mendengar
ucapan masyarakt atau pendatang yang melalui jalur ini? aku heran melihat
lambatnya sikap pemerintah dalam penangganan aspal-aspal yang rusak. terkadang
mobil bis yang kutumpangu tersangkut dilubang-lubang aspal yang besar. jalur
ini sering dilalui truk-truk mengangkat sawit dan pohon akasia, tentu saja
infrastruktur jalan harus kuat. jalan lintas ini sudah lama tidak diperbaiki,
dapat kulihat dari bentuk jalan serta kondisi badan aspal yang tak menentu.
seringkali
kasihan melihat para wanita yang didalam bis melewati jalur 90 ini. banyak yang
muntah karena goncangan kuat lubang-lubang jalan.
halaman
2
sudah
6 bulan aku lalui jalan ini, hampir tidak ada sentuhan para petugas jalan serta
pemerintah menanggani kasus kerusakkan jalan ini. pikirku sampai kapan jalan
ini akan diperbaiki?
mungkin
menunggu ada korban lagi baru pemerintah perhubungan turun tangan, kemana dana
APBN selama ini jika tidak dipergunakan untuk kepentingan prasana umum?
masyarakat banyak mengeluh dengan sikap pemerintah yang lamban dalam menangani
kerusakkan jalan.
satu-satunya
akses jalan kota Jambi menuju kabupaten Tungkal adalah jalur ini, disini
terdapat banyak pabrik-pabrik kayu,pulp,sawit,serta minyak bumi dan gas.
seharusnya pihak-pihak yang terkait cepat turun tangan mengatasi akses jalan
yang rusak, tapi kami sebagai kaum kecil hanya bisa diam dan menunggu datangnya
kesadaran.
halaman
3
Ini
hari terakhirku kembali pulang kekota Jambi setelah mengundurkan diri dari
tempatku bekerja. kendalanya adalah akses jalan yang cukup parah, kerusakkan
tidak cepat diperbaiki. hampir puluhan karyawan dari perusahaanku mengundurkan
diri. jarak yang jauh memang menjadi kendala utama, tapi jika saja keadaan
jalan teratur, aspal yang rata serta petunjuk arah yang jelas ditanggani
pemerintah mungkin hal ini tidak akan terjadi.
berharap
dan kami hanya bisa berharap sebagai masyarakat, menunggu datangnya keajaiban
kesadaran para pemerintah dinas perhubungan.
***
MITOLOGI
DALAM REFLEKSI KEKINIAN
WWW.BENTARABUDAYABALI.WORDPRESS.COM
20
MEI 2011
Wilayah
Sekabisat Sandiwara
oleh
: Mahabrata Liwangi
08
April 2011
Parasut
paralayang menyampaikan tali pusat ibu pertiwi, dahulu aku tak mencumbu kolusi
apalagi
kepiawaian mencampuradukan fakta jadilah rekayasa sedap piring emas
Orang-orang
sibuk menandakan uang didasinya
Orang-orang
sibuk mendandani diri dengan bau monopoli kata
Manipulasi
ilusi yang beranak-pinak pada wong cilik
Dimana-mana
darah manusia yang dijilat hukum
Para
hakim bersin menandakan tidak masuk akal
Hukumku
goyah pontang karena rupiah
Dimana-mana
riak air darah dalam tubuh
Tua,muda,renta
meminta keadilan meretas telur
Teriak
gusar terapi diri dalam jendela kamar besi
Kami
tak berdasi yang dilumat kaum berdasi
Kami
berdarah becak yang dihempas darah biru
Dimana-mana
pelangi mengucur warna merah
Meringkih
sejarah yang terlupakan terbawa debu
***
Merampas Pengembaraan Hidup
oleh : mahabrataliwangi
@liwangi
email : mahabrataliwangi@yahoo.com
proyek : nulisbuku.com
tanggal 1 April 2011
6 tahun sudah cukup bagiku menekam di balaik jeruji besi,
hukuman yang kudapt seimbang dengan apa yang telah kuperbuat. semua telah
terjadi,akulah orang bodoh yang tak dapat memilih jalan yang baik dan benar.
terjerumus dan ikut-ikiutan dalam dunia yang bebas membuatku jatuh ke dunia
hitam.
bersambung hal. 1
(2)kuhirup udara kebebasan yang segar dari luar gerbang
penjara nusa kambangan, selamat tinggal masa lalu. kini aku telah lahir kembali
menjadi manusi baru. ya, aku yang baru. bukan adriano yang dulu.
aku mulai melangkahkan kaki,berjalan mengelilingi daerah
sekitar,pasar melewati toko-toko. sangat berbeda dengan enam tahun yang lalu.
mulai kuberpikir, mau kemana aku tinggal, orang tua tiada,
ria kakakku di jogjakarta, boy adikku di probolinggo. aku binggung untuk
sementara waktu. akhirnya kuputuskan untuk duduk di taman kota, sejenak
berpikir apa yang harus kulakukan menjadi orang baru.
sambungan halaman 1.1
menjadi pengedar shabu dan pemakai sangat membuatku nyaman
untuk menjalani hidup, layaknya gangster di luar negeri. kami semua berkumpul
di basecamp dan jika tidak punya uang, seperti biasanya memalak para remaja
yang emlintas daerah kami. lorong-lorong sempit yang tersebar di daerah
tongkrongan, sering kami jadikan medan tepat untuk memalak. sekedar goceng atau
ceban, jika dikumpulkan seharinya bisa 200 sampai 400 ribu, cukup untuk membeli
bir dan shabu.
semenjak keluargaku tiada ditelan banjir bandang, semua
musnah. ayah dan ibu meninggal. Tuhan masih memberiku jalan untuk hidup. aku di
basecamp saat kejadian. beban yang berat semakin memukul diriku, tiada tempat
mengadu,tiada tempat berteduh, hanya disnini keluargaku. gangster dan shabu
adalah penyemangat.
setiap harinya kuantar pada costumer yang menjadi langganan
shabu kami, diatas jam 00.00 biasa kami bertransaksi barang. saat yang tepat
dimana aparat telah tidur bersama istrinya.
sambungan halaman 1.2
merampas harta milik orang, memalak, serta menghabisi orang
jika benar-benar melawan itulah yang aku lakukan. tatto telah kubuat pada
lengan kiriku, naga berbelit pedang, ini kepribadian diriku yang sangat suka
bermain otot. jika saja ada yang melawan aku langsung saja menghabisi sampai ia
tak berdaya.
kesal dan bodohnya aku saat memalak anak polisi, saat siang
bolong. tentu saja ia langsung mengadu ke bapaknya, aku seperti ayam ditangkap.
dibasecamp aku dijerat dengan pukulan keras dengan pistol tepat dikepalaku.
sial, aku tak berdaya kini, habislah aku. masuk bui dan
tiada lagi kesempatan untuk berkumpul. aku divonis selama 6 tahun penjara,
pidana telah ditetapkan sebagai pengedar,pemalak,pemakai. selama mendengar
hakim membacakan berita acara, aku menunduk dan diam tak berbicara sedikitpun.
ini sudah takdirku.
sambungan hal 2
orang-orang sibuk berlalu lalang didepanku, mereka sangat
riang menjalani hidup tampak dari wajah-wajah mereka. aku pun harus bisa
seperti mereka. langsung aku beranjak melangkahkan kaki untuk ke masjid,
sekitar pukul 13.06 waktunya shalat dhuzur. disana kusempatkan untuk
membersihkan badan dan setelahnya aku melakukan ibadah. disinilah tempatku
mengadu. aku mohon kepada Allah tunjukkanlh jalan baru di hidup baruku, hanya
itu. aku ingin bertobat. insyaallah, akan kucari pekerjaan yang halal.
selesai shalat kakiku menuju sebuah warung makan, tepatnya
warung pa' jul, Bakso Urat Khas Ambon. mana mungkin aku masuk, uangpun tidak
ada. lama aku berdiri didepan toko ini bukan untuk makan tetap mengharapkan
pekerjaan disini.
penjaga toko : hei..ngapain kamu berdiri disitu..sana-sana
pergi.
apa yang salah dengan diriku sampai diusir seperti kucing
kampung, ah mungkin saja karena potongan pakaian lusuh ini dan potongan
rambutku.
aku harus cepat memangkas rambut dan mencari pakaian layak.
langsung terpikir olehku untuk ke basecamp, tapi! tidak! aku tidak akan kesana
dan kembali lagi. aku harus mencari jaln sendiri,ya harus.
halaman 3
akhirnya kuputuskan untuk menjadi buruh paruh waktu di toko
beras, kuangkat beras dari gudang ke truk-truk untuk dibawa ke toko-toko.
lumayan selama 3 jam bekerja mendapat upah 15.000, uang ini bisa kubeli pakaian
dan memangkas rambutku. langsung saja aku menuju ke pangkas rambut di pasar.
kupotong pendek, agar terlihar rapi. selesainya kulanjutkan membeli pakaian BJ
yang sesduai ukuran tubuhku, aha! ini ia, kemeja hitam dan celana dasar.
lumayan. hanya sepuluh ribu baju dan celana ini.
sekarang aku telah rapi, maka waktu harus kukejar sebelum
matahari terbenam. aku kembali mengitari toko demi toko di daerah ini. ada
sebuah toko makanan, warung kopi santai, disini sepertinya aku layak mencoba.
ya harus kucoba.
langsung kumasuki toko ini, menuju ke karyawan toko, wanita
cantik berambut panjang.
aku : maaf mbak, apa disini ada lowongan kerja?
karyawan : waduh, saya kurang tau mas, coba saya tanyakan ke
bapak ya. tunggu sebentar.
Aku : iya mbak, terima kasih.
tak berapa lama karyawan itu datang dengan bosnya.
karyawan : ini pak yang menanyakan pekerjaan
bos : kamu,.. no..adri? adriano bukan?
aku : iya pak, benar.
(bingung kenapa dia bisa tahu namaku)
bos : ini aku no, dodi. lupa kau. ah!
sambungan halaman 3
dodi..dodi.. kawan sma nusantara dulu.
aku : ooo.. dodi, wah kau berubah sekarang (sambil kepegang
pundaknya yang berotot) beda kau sekarang. besar, tinggi dan berotot. jadi ini
tokomu dod?
bos: ya no, ini tokoku, kurintis dari nol. hingga akhirnya
sebesar ini. mari-mari kita duduk dulu biar santai. (e..sari tolong ambilkan
jus mangga 1)
karyawan : baik pak
aku : kau msih ingat saja minuman kesukaanku dod. hebat kau,
sekarang sudah menjadi bos besar.
bos : yah..inilah rezeki yang Allah berikan no, aku merintis
karir dari kecil hingga akhrinya dapat kubeli brand nama tokoku untuk hak paten
dan membuka 10 cabng toko kopi ini.
aku : hebat kau dod, aku salut dengan usahamu. jadi sekarang
kau tinggal dimana dod?
bos : aku tinggal di valentino square, apartment lantai 9
kamar 56. ini kartu namaku no. kau ingin bekerja bukan?
aku : iya dod, aku butuh pekerjaan. kau tahu sendiri kan
sejarahku. pahit. untunglah ketemu kau disini dod.
bos : semua sudah digariskan no.baik, jika begitu kuberikan
tanggung jawab penuh untukmu no untuk mengurus toko ke 6 ini. aku mulai
kerepotan mengurus cabng-cabangku yang lain. kau tak keberatan bukan no
mengurus toko ini?
aku : maksudnya apa dod? aku jadi
sambungan halaman 3.1
wakilmu?
bos : iya, wakilku. ah.. sudahlah, jangan sungkan. kita
sudah sejak lama kenal. aku tahu kapasitasmu no. kau mampu membantuku. tenang
saja, semua kuatur. kau jalankan saja cabang ini.
aku : terima kasih dod, terima kasih..(sambil berdiri
kupeluk dodi)
bos : santai saja, kita kawan lama. sudah sewajarnya kita
saling bantu. bukan begitu no? dulu kau sering membantuku dalm pelajaran.
sekarang aku membantumu. imbas bukan? hahaa..
aku : tapi ini seperti mimpi dod, terima kasih banyak atas
kepercayaan yang diberikan ke aku dod. akan kubantu menjalani bisnis ini.
bos : baik, kalau begitu. mari kukenalkan tentang produk dan
karyawan-karyawanku no.
kami berjalan memutar sekeliling toko, dodi menjelaskan
secara detail tentant riwayat toko ini, produk-produknya serta karyawan-karyawan
yang ada disini. ini merupakan mimpi bagiku, apa ini hidup baru yang Allah
janjikan kepadaku?. terima kasih ya Allah, anugerahmu begitu besar.
hari demi hari berangsur-angsur memulihkab hidupku, ini
hidup baru yang kualami sangat berbeda dengan sebelumnya. pepatah lama yang
selalu kuingat adalah "jika ada kemauan, pasti ada jalan dibaliknya".
ini fakta nyata yang kualami setelah
terjerat dalm dunia hitam,masuk bui selama 6 tahun. akhirnya
aku mendapatkan hidup baru dan akan kujalankan sebaik-baiknya. kelak akan
kujadikan cerita berharga bagi anak-anakku.
***
THE END
tema berikutnya
tentang perjuangan masa lalu
judulnya :
setetes darah sejarah yang mengalir
feodalisme pada
tangan-tangan tirani besi, negara yang terhamburka oleh carut marut politik adu
kekuasaan dan demi apapun adalah ketidakwajaran terjadi dinegara ini. almarhum
ginanjar suparman adalah ayahku yang dulunya prajurit angkatan '45 telah
matiaimatian bertempur malawa penjajah dan akhirnya dengan semangat dan jiwa
prajuritnya ia meninggal di medan tempur sewaktu melawan jepang ditanah
-ndonesia, nganjuk jawa timur. sederet teman-teman ayah ikut tewas dikala
perlawanan menjaga keutuhan negara ini dari kekuasaan tirani jepang. nais
ketika kudengar cerita dari pak Tirno Yosningrat, ia bercerita "pada tahun
'45 kami berperang dengan senjata seadanya, semua prajurit menggunakan senjata
yang bisa dijadikan senjata. ada yang dari bambu, pisau, parang, besi, kayu
panjang, golok, keris, rencong, dan tombak. segala alat yang bisa dijadikan
alat berperang kami jadikan alat utama untuk melindungi diri. ketika itu ayahmu
dengan gagah menggunakan tombak yang sangat tajam, dengan gagah ia bunuh
tentara jepang satu per satu, tapi Tuhan berkata lain. ayahmu tewas ditembak
ketika sedang melawan ratusan tentara jepang. kami hanya 68 tentara yang
melindungi kota Nganjuk saat itu
saat itu. dapat
kau bayangkan jauh total perbandingan prajurit negara ini dibanding tentara
jepang yang dengan lengkap mempersenjatai diri mereka, tapi kami para prajurit
tida pernah patah semangat untuk terus mempertahankan negara ini sampai tetes
darah terakhir. ayahmu seorang prajurit sejati nak. ia tewas dengan terhormat
mempertahankan bangsa ini dari tangan jepang.
***
semua yang
diceritakan kepadaku adalah fakta nyata mengenai semangat juang yang besar.
seiring perkembangan waktu para veteran angkatan '45 hanya bisa terdiam melihat
nasib mereka, rumah-rumah yang mereka tempati tidak sesuai dengan upaya dan
kerja keras dahulu mempertahankan negara dari penjajah. apa ini yang dinamakan
negara, yang tidak menghormati para pejuang dahulu, selayak habis manis sepah
dibuang.
para birokrat
dan pemerintah seakan tak peduli dengan nasib-nasib mereka, apa yang harus
dilakukan anak muda saat ini adalh mencuatkan semangat angkatan terdahulu untuk
menghormati dan tetap menghormati sejarah, sangat mengahrukan melihat
teman-teman ayahku yang masih hidup sampai sekarang, senyum mereka adalah
tangis yang selalu tersimpan di hati. ya para pejuang-pejuang negara tanpa
mngenal tanda jasa.
sekaran sudah 55
tahun kemerdekaan negara ini bebas dari jajahan para penjajah. tapi tetap saja,
para penerus yang benar-benar memegang arti sejarah hanyalah segelintir orang.
negara masih saja terjajah oelah produk-produk negara luar, terjajah dengan
kekuasaan negara-negara besar yang sedikit demi sedikit mengabil kekayaan
negara ini. siapa lagi penerus untuk mempertahankan negara tercinta jika tidak
ada orang yang peduli, aku heran jika melihat negara yang sangat manja dengan kehidupan,
hanya mementingkan pribadi semata dan tidak peduli akan keutuhan negara dan
kekayaan didalamnya.
"jangan
pernah meluapaan sejarah" kata-kata soekarno presiden RI pertama. dengan
intelektualitas yang tinggi ia dapat membuat para pemimpin negara lain tunduk,
menghormati segala tindakan yang dilakukannya dala masa kepemimpinannya saat
itu.
Haryono Galuh
Bratayuda ayahku meberi nama kepadaku, sebuah nama yang harus kujaga sesuai
pemberian pejuang. ayahku engkau adalah pejuanag sejati yang tidak akan
dilupakan sejarah sampai kapanpun jua.
saat ini aku
bekerja pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi Jawa Timur. ya aku
memilih jalur pegawai negeri, untuk tetap meneruskan nilai juanag ayahku.
berbeda kerja tapi nilai-nilailuhur yang aku dapatkan akan terus aku terapkan
dalam bekerja. mengherankan jika melihat kasus-kasua kolusi,korupsi sert
nepotisme. inilah budaya baru yang dibuat zaman milenium pada bangsaku, setiap
tahun korupsi terjadi di tubuh negara bakan yang terbesar terjadi pada pegawai
negeri sipil.
negara ini telah
lama melupakan sejarah, suatu saat jika budaya yang tidak seharusnya
dipertahankan terus dijalankan maka tidaklah heran, negara ini akan habis
dijajah oleh negara adikuasa.
siang hari pada
jam makan siang, aku sempatkan untuk ziarah kemakam ayah, memebersihkan makam
gagahnya dengan bendera tergantung disamping makamnya. disinilah har berjanji
ayah, akan terus mengikuti pedoman-pedoman yang ayah ajarkan dan semangat
juanag yang jujur. ayah jika kau mendengar ceritaku tentang negara ini
janganlah bersedih, karena kerja keras ayah dahulu hanyalah dipandang sebelah
mata oleh negara ini. jangan takut ayah, har tidak akan pernah melupaan sejarah
dan tidak akan pernah. (sambil kusentuh kepala makam berlapis marmer putih ayahku,
dan hormat kearahnya, aku pergi dengan hentakkan kaki layak prajurit menghadap
komandannya).
***
Melukis Dini
Hari
Suara-suara ini
kembali terdengar dari balik pintu kamarku, ini kedua kalinya suara hentakan
kaki yang tiba-tiba hilang. Pukul 02.10 dini hari aku asyik melukis kelakar
pohon tua, dalam alunan kuasku tiba-tiba tak..tak..dua langkah terdengar pelan.
Dari arah belakang, seperti menuruni anak tangga. Kubuka pintu kamar dan
kulihat sekitar. Kosong,tiada orang satupun yang terdengar hanya dengkuran
kamar sebelah.
ah, hanya
halusinasiku saja. kulanjutkan melukis dan terdengar lagi takk..tak..tak..kali
ini tiga langkah dekat kamarku..Astafirugllah, Allahhu Akbar. Bulu kudukku
merinding mendengar suara langkah kaki itu, kulihat dari balik pintu kamar.
Tidak kutemukan orang satupun. Semakin merinding kurasakan malam ini,
cepat-cepat kubaca ayat kursi. Dan kuputar televisi agar terdengar suara hingga
hilang rasa takutku.
halaman 2
melukis dini
hari
hari selasa, aku
terbangun pada pukul 07.20. Pagi yang segar, kuhirup udara pagi dari pintu
galeriku. ah, saatnya membuat kopi pagi seperti biasanya.
kubuka pintu
galeri dan menyapa tetangga depan, pagi bu. Selesai membuat kopi kulanjutkan
menambahkan warna pada lukisan semalam.
Tak lama tamu
datang dari depan galeri,
Mbah Marjan :
Assalamualikum dek,
Aku :
Walaikumsalam,eh bapak..masuk pak
Mbah Marjan :
lukis naon dek?
Aku : ieu,pohon
mbah. kumaha mbah rame ngamen?
Mbah Marjan :
ah, biasa dek.
Dipegangnya
lukisanku sambil komat-kamit tak jelas, entah doa atau mantra. Yang kutahu Mbah
bisa berhubungan dengan alam gaib.
Aha! ini
kesempatan meminta tolong mbah tentang kejadian semalam.
Mbah, semalem
abdi teh denger suara langkah kaki dibelakang. Gaib mbah, 2 kali abdi denger
jam 02.10.
Mbah Marjan :
eta penunggu sini dek, keliatan dari sini tah mahkluknya. Cewek.
Lalu Mbah
langsung kebelakang mengarah ke tangga. disinilah mulut Mbah komat-kamit
membaca doa. Setelah membaca doa, diajaknya ngobrol. Aku tak mengerti apa yang
dibicarakan, sunda lama lumayan membuatku bingung.
Mbah Marjan :
Jadi dia teh sudah lama didieu dek, namina Putri Sekar Ayu. Masih muda,
dulu
halaman 3
melukis
Meninggal
disini, arwahnya disini, tapi teu ganggu. Tersesat katanya, teu tau jalan
pulang.
Aku : O gitu ya
Mbah, teu ganggu kan Mbah?
Mbah Marjan :
Teu ganggu, cuma numpang lewat semalem. Bingung dia teh. tos Mbah bilang jangan
ganggu.
Aku : Nuhun
Mbah.
Bulu kudukku
merinding lagi mendengar cerita Mbah barusan, untunglah tidak ganggu. Ternyata
penunggu kosan ini, yang sudah lama semenjak sebelum dibangun kosan ia telah
ada disini. Wanita muda berumur 23 tahun yang meninggal bunuh diri, hingga dia
tetap gentayang disini. sudah 126 tahun sekarang umurnya kata Mbah. Tapi tetap
cantik dan baik tadi diajak ngobrol.
Syukurlah kalau
begitu, kami melanjutkan obrolan di ruang gelari. Mbah menasehatiku dengan
larangan-larangan berbicara kotor disini dan berbuat janggal.
Setelah usai
pembicaraan, kumulai dengan sesuatu yang baru. Tingkah laku yang sopan dan
melukis dengan meminta izin kepadanya.
***
8 april 2011
Children Words
Tema : realita
budaya dunia – ke anak-anak
Fakta
cerita-fiksi
Deadline 5 Juni
2011
Meniru Pilu
Budaya
kotaku ambruk ditelan zaman yang semakin mengajak manusia goyangkan nurani
untuk ikut serta dalam keragaman trend masa
kini, kotaku seakan mengabaikan sejarah. Timur yang dikoyak umur, apalagi yang
dikehendaki zaman sampai tak tersisa sama sekali pada kebudayaan bangsa,
anak-anak seakan tak tau menau, karena yang ada hanyalah sebuah keadaan dimana
bangsa ini telah asyik tersihir oleh kemajuan yang salah. Zamanku yang edan
zamanku yang malang.
Selama
ini aku mengajar di sekolah taman kanak-kanak, disini ada banyak anak-anak yang
cerdas dan dapat menyaring segala yang ada di kehidupan. Memang inilah tujuanku
mengajar, harus bisa memilih dan hidup memang untuk memilih. Logika harus
dijalankan bukan hanya hasrat untuk sekedar mengikuti hati nurani yang tidak
ada habis-habisnya. Selama 7 tahun menggajar di sekolah ini, sudah banyak yang
telah kuceritakan dari sebuah kejadian-kejadian aneh dimasa ketika mereka belum
mengenal kata dan mengenal baju-baju impor, sedikit kuceritakan asal mula batik
yang khas Indonesia, anak-anak seakan tersihir dan bengong mendengar ceritaku,
inilah batik, baju yang bapak kenakan sekarang, inilah baju asli Indonesia
anak-anak, kita harus memakai pakaian ini dihari-hari besar, Karenna jika kita
mencintai budaya leluhur maka budaya bangsa akan terus terjaga dan tidak akan
punah. Bayangkan saja jika sebuah kebudayaan bangsa yang diacuhkan oleh
rakyatnya, apa akan tetap terjaga dan terus maju? Ini merupakan sesuatu
pekerjaan besar bagi para manusia-manusia yang kurang mengenal budaya sendiri
dan lebih mengenal budaya asing yang sangat mewah.
Sudah
seharusnya aku memulai kajian tentang budaya, harus lebih menitikberatkan
tentang pentingnya memelihara sesuatu yang seharusnya dijaga. Dimulai dari diri
sendiri, anak-anak muridku dan masyarakat sekitar. Aku memang bukanlah
siapa-siapa, tapi bagiku sebuah budaya adalah harga mati yang harus dijaga,
tetap harus dilestarikan. Atau lebih baik pecundangilah diri yang terlahir di
Indonesia tetapi tidak bisa menjaga budaya asli negeri ini.
Sebentar
lagi adalah peringatan 17 Agustus, aku berperan sebagai dewan juri perlombaan
busana daerah. Semoga ini berhasil dengan ajaran yang telah kulakukan setiap
harinya kepada anak muridku. Tinggal 2 hari legi menjelang perlombaan, aku
sibuk menyiapkan penilaian yang jujur. Pastinya sangat lucu melihat
lengak-lengok para murid yang masih kecil yang berjalan layaknya para model di
arena catwalk.
Hari
Selasa, acara dimulai pukul 08.00 pagi,
***
Rintik Merupa Nada
by Mahabrata Liwangi @Liwangi
ruang baca yang dipenuhi buku-buku sastra,pedoman
hidup,sejarah dan lain-lain menumpuk diruang ini. huh..sesekali aku benar-benar
kerepotan membereskan buku-buku kesayanganku. nyawa pada hidupku telah
ditularkan buku, ruh yang ada adalah kata-kata dan ruangan ini adlah surga
kecilku untuk berkarya. sengaja kubuat dengan senyaman mungkin untuk membaca,
ruangan berukuran 3X4 ini telah kuimpikan semenjak semester akhir kuliah. jauh
hari telah kusipakan rancangan untuk menempatkan buku-buku istimewa, ya ibarat
manusia jua kusuguhi jamuan ringan kebersihan setia harinya pada tumpukan buku
dibawah meja, dilantai sebelah kiri dan di rak-rak buku yang terbuat dari kayu
jelutung melingkar ruang baca.
ruangan ini sudah menjadi ruangan favorit aku dan
suamiku, untuk menulis, terkadang kami habiskan weekend untuk menulis, membaca
dan berdiskusi berdua.
petang hari sangat mendung ketika kurapikan ruang baca,
kutatap jam di atas rak buku, waktu menunjukkan pukul 16.50. sebentar lagi
suamiku akan pulang kerja. dengan secepat kilat kubersihkan tempat ini. tak
lama, sekitar 10 menit semua buku kembali ketampat semula dan rapi tertata.
suamiku merupakan tipikal lelaki yang rapi,perfectionisx ia selalu ingin segala
sesuatunya bersih dan indah dipandang. tak jauh denganku, hanya terkadang aku
lambat dalam merapikan.
tepat pukul 17.00 kubuka pintu depan rumah untuk menunggu
sumiku, seperti biasa ia tidak pernah lewat dari jam 17.00 sepulang kerja.
tampak dari luar pagar suamiku pulang dengan mengendarai vespa tuax biru muda
warna favoritnya.
suami : Assamualikum..(sambil dikecupnya keningku) ma..
aku : walaikumsalam.. (sambil kubawakan tas kerjanya yang
berwarna hitam). gimana pa hari ini dikantor?
suami : yah.. gitulah ma, seperti biasa. kerja, kerja dan
kerja, sebuah rutinitas yang jenuh tapi semua pekerjaan selesai ma.
aku : alhamdulilah kalau gt, yang penting semua sudah
beres pa. ini tehnya pa, barusan mama buat tadi. mau minum ditempat biasa atau
disini pa?
suami : ditempat biasa dong ma.
kami menuju ruang belakang yng dipenuhi tanaman-tanaman
kecil dan sebuah kolam dengan air mancur yang riaknya sangat tenang. kami
terbiasa mendengar air, karena suaranya dapat membangkitkan gairah untuk
menulis. cuaca diluar semakin mend, melihat suamiku meminum secangkir teh.
akhirnya kuputuskan untuk membuat teh juga di dapur.
aku : sebentar pa, mama ke dapur dulu.
suami : iya ma
setelah kubuat secangkir teh hangat hujan mengguyur
begitu lebatnya. hah ini yang kutunggu, sebuah undagan untuk kulihat nada-nada
indah hujan dan aroma tanah yang meringankan suasana.
kuhampiri suamiku diruang belakang, (dari dekat kulihat
ia termenung, ini sudah hal biasa bagi dirinya).
aku :pa, termenung ya..ayooo mikirin apa
suami :ah, ngak kok ma, cuma mikirin karya-karya untuk
pameran bulan depan
aku : sudahlah pa, semua pasti berjalan dengan sempurna,
percayalah
suamiku: amin, semoga ya ma.
tidak berapa lama kemudian, suamiku menuju ke wc untuk
mandi. aku duduk dibelakang sambil kubuka jendela dan melihat tetes demi tetes
air yang jatuh, sungguh indah. lama kuberdiri dibalik jendela kaca berlapis
kayu jelutung plitur hitam. sampai-sampai aku tak menyadari telah setengah jam
kuberdiri disini untuk menatap hujan,
aku langsung menuju kamar untuk melihat suamiku,
hah..ternyata dia tidak ada. kemana dia tanyaku dala hati, ah mungkin diruang
baca. aku bergegas menuruni anak tangga untuk menemui suamiku. kulihat dari balik pintu ruang baca, suamiku
sedang menulis dikertas, entah apa yang ditulisnya. terus saja kuintip dengan
ditemani heningnya hujan disore hari. ia begitu sejati dalam menulis, itulah
yang membuatku jatuh hati kepadanya. cinta sejatiku yang kunantikan semenjak
lama, dan akhirnya Allah menunjukkan ia padaku.
kusudahi melihat suamiku menulis dan masuk keruangan
tersebut, pa lagi menulis apa?
suami: biasa ma, puisi untuk dikirimkan kekoran besok..
aku : (sambil memijit pundaknya) iya pax menulislah.
apalagi sekarang adalah suasana yang kita sukai. hujan pa.
suami: iya ma, benar itu juga yang mengundang inspirasi
papa untuk menulis, jika tidak ditulis nanti hilang kata-kata itu kan rugi ma
aku: iya pa, menulislah
kubiarkan suamiku menulis dan menuju kedapur untuk
menyiapkan hidangan malam. hujan begitu bersahabat dengan jiwa kami. jika saja
setiap harinya hujan maka tulisan-tulisan yang ditulari oleh inspirasi
rintiknya akan bebas mengalir. bumi ini sangat indah untuk dilukiskan dengan
kat-kata. aku telah menyempurnakan baris per baris lirik lagu dan puisi hasil
karyalu untuk dinyanyikan oleh teman-teman dan para pemesan yang datang tiap
minggunya. intonasi nada pada lirik lagu yang kubuat adalah tarian hujan yang
mendenting pelan kemudian keras, sehingga itulah yang menjadi gaya tulisan pada
setiap nafas-nafas lirik dan puisi-puisi yang kuciptakan aku serta suamiku
diselang hari demi hari.
hujan merupakan semangat yang siap dilukiskan dibalik
embunnya pada kaca jendela, hujan adla elegi-elegi bahagia yang mengkerucutkan
vertikal transendensi struktur kata menjadi baris indah, karenanyalah aku namai
buku antologi pertamaku Rintik dan Nada.
bermimpi dan bermimpi, menulis da untuk menjadi penulis.
dan semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya.
hidup akan terus mengalir bak air yang tenang hingga pada
telaga-telaga sepi yang indah.
***
Jambi, 13Maret2012
teruntuk : Rani Amalia Busyra
Sehampar Karikatur
Senja
by Mahabrata Liwangi @Liwangi
lumuran hujan membasahi sekujur tubuhku, sore yang ke 27
ini kembali kuterima sapaan hujan menyemai tubuh sepenuh penuhnya. sore pukul
17.00 telah menjemput kakiku untuk pulang dari rutinitas kerja. memang sebuah
rutinitas yang menjenuhkan, tapi inilah hidup memang harus dijalani atau tidak
sama sekali. hingga pada perjalanan menuju halte bis tempat biasa aku menunggu
bis, hujan kembali menyapa tubuhku, tiba-tiba byuuuuuurrrrrr...hujan memuntah
dari langit tanpa aba-aba. 15 meter menuju halte bis seluruh tubuhku basah
kuyup, rambutku basah oleh derai derai hujan dan angin besar. sesampainya di
halte tampak lelaki paruh baya seumuranku sedang duduk di halte sendiri. ia
menyapaku dengan kening yang menggerut cemas. "mbak kehujanan, basah kuyup
begitu, tidak bawa jaket mbak?" aku : iya kehujanan td menuju kesini pak.
"ia menjawab" mbak pakai jaket saya aja, nih. saya gak sanggup liat
wanita kehujanan. pakailah jaket saya mbak. jawabku : waduh, gak usah pak. saya
sudah terbiasa kehujanan kok. "ambilah mbak, pakai sebelum masuk angin.
tiba-tiba bis tujuan kotagede datang,dan ia langsung menuju bis dengan cepat.
sambil berkata, saya duluan mbak,assalamualikum. walaikum salam
"jawabku". tanpa kusadari jaket
yang ia berikan kepadaku telah tergeletak di kursi halte.
pikiranku mulai keras mau kupakai jaket itu atau tidak, ah..dengan cepat karena
tubuhku kedinginan akhirnya kuambil jaket yang diberikannya untuk kupakai,
karena kedinginan selurh tubuhku gemetar tak menentu. tak berapa lama bis
tujuan magelang akhirnya tiba, langsung saja aku masuk ke bis dan duduk tenang sambil
kugosokkan tangan agar kehangatan sedikit mengobati dinginnya sore ini.
sore yang terguyur oleh hujan lebat usai dipukul 18.45,
aku sampai dirumah. Assalmualaikum.. "walaikumsalam ibuku menyahut
pelan" eh, vi kamu basah kuyup lagi, dasar gadis hujan, suka sekali mandi
hujan. kenapa gak nunggu reda dulu tadi?, tadi pas jalan pulang menuju halte
hujan deras ma, jadi tanggung mau berteduh. sekalian aja lari ke halte biasa
jadi basah kuyup deh. mama, vi mandi dulu ya.. "iya, lekas cepat mandi
supaya gak pusing. setelah itu makan malam, hari ini ada soup ayam kesukaanmu
dan kerang sambal hijau. horeeee mam memang koki hebat,nanti pasti vi nambah
maknnya soanya perut lapar ma,hehee kehujanan sih. (langsung kubergegas keatas
menuju kamar,membuka pakaian dan mandi dengan cepat). setelah selesai mandi
kudapati jaket yng diberikan lelaki tadi. kenapa lelaki itu begitu baik dalam
benakku. tanda tanya membabi buta dalam pikirku, baru kali ini kualami hal
ini.
usai mengeringkan tubuhku, perutku sudah keroncongan tak
sabar ingin menyantap hidangan makanan favoritku. ah, setibanya dimeja makan.
langsung kusantap sajian ibuku, "sini vi biar mama ambilkan nasinya, nah..
ini vi. " makasih ma, o..iya ma adek kemana ma? papa juga gak
kelihatan" adekmu dengan papa ke toko buku, dia mau beli buku antologi
puisi katanya, ada ujian membaca puisi besok di sekolahnya. "o, ke toko
buku toh ma, ngapa gak ambil buku puisi dikamar vi ma, kan ada banyak tu
ma." mungkin dia mau mencari buku baru vi,biarlah vi yang penting ada niat
adekmu tu. "hehee iya ma, yang penting dia udah usaha. (sambil mengobrol
diselingi makan malam, tiba-tiba hujan mengguyur dengan besar). suara guntur
terdengar hebat diluar, kami panik memikirkan adek dan ayahku. bagaimana mereka
pulag nanti. semoga saja tidak terjadi apa-apa.
tak berapa lama, sabil menunggu kedatangan adek dan
ayahku. petir kedua datang dengan teramat keras. semakin panik. vi, (dengan
panik) bagaimana adek dan ayahmu ini. "ma,tenang dulu pasti papa dan adek
baik baik saja dan menunggu hujan reda. kita tunggu saja ma."
seling 10 menit menunggu, terdengar suara motor tua
diteras rumah. Assalamualikum..ma..
Walaikumsalam.. papa, dek kehujanan, ayo cepat keringkan pakai handuk
pa, adek juga. (aku ambilkan haduk buat ayah dan adikku) ini pa,keringkan dulu
kepalanya (sambil tertawa kumelihat ayahku dan ia pun tertawa). aku dan ayahku
memng sangat senang hujan-hujanan, ia lah yang mengajarkan aku untuk tak takut
hujan dalam keadaan apapun. sehingga hujan adalh sahabat karib bagi aku dan ayahku,
tak pernah kami menyingkir jika hujan datang. ibarat momentum yang teramat
indah, mak akan kami nantikan hujan-hujan selanjutnya.
dengan sebuah hari yang dipenuhi hujan, sejumlah kosakata
bahagia akan rintik masa kecilku kembali teringat. masa-masa bahagia yang dapat
terus kupupuk menjadi tawa,selama hari dan mataku tetap bercahaya maka hujan
adalah rindu-rindu yang siap kami sambut dengan gelak tawa.
hujan merundungka tawa semasa kecil,remaja dan sapai saat
ini. aku tak pernah berpikir untuk megikuti jejak ayahku yang setia dengan
tulisan-tulisan indanya, ayah adalah seorang pejuang kata-kata, berkat
tulisan-tulisannya ia dikenal di negeri ini. harmanto adipati kusuma,
orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan bang har. senang rasanya mepunyai
seorang ayah yang dikenal orang banyak, sosoknya sangat dikenal dikalangan
seniman dan penyair-penyair seangkatannya sampai detik ini. aku tida pernah
mengira akan mengikuti jejak ayahku untuk terjun kedunia tulisan dan berkutat
dengan kataikata. setiap harinya ada saja karya yang kutuliskan pada notebook
kecilku. terkadang kukutik dengan rasa dan inspirasi yang meluas, ya mengenai
hujan dan karena hujanlah aku mengerti upaya imaji-imaji timbul dengan segala
isinya tanpa kusadari. berirama da menari dengan sendirinya.
dulu semenjak duduk dibangku kuliah semester awal,
beberapa teman menjulukiku sastrawati sejati. memang hampir setiap minggunya
tulisan-tulisan yang kubuat dimuat di mading kampus,koran kampus dan media
masa. beberapa orang beranggapan bahwa pekerjaanku saat ini tidak ada dunanya,
tapi tetap kuingat pesan ayah "jangan perna memikirkan apa kata orang tapi
ikutalah hati nuranimu, karena disanalh kebulatan kejujuran terhanttarkan
dengan nyata".
menjadi seorang penulis di koran kotagede press membuatku
bersemangat untuk tetap menulis, bahkan tulisan-tulisan yang sengaja aku
suguhkan dengan intrik gaya modern telah terbit di beberapa toko buku. semua
berkat inspirasi murni yang berdatangan layak hujan yang selalu datang tanpa
dipaksa.
***
saat ini bulan desember, memang hujan sedang gencar
terjadi di akhir tahun ini. aku bahagia menyambut hujan. setiap rintiknya
membuat hati bercampur rasa dan warna yang beragam. pagi dengan cahaya lugas
menerpa wajahku dari balik ventilasi udara kaca kamarku. detak jam menunjukkan
pukul 06.05, aku harus bergega menuju kantor. cepat-cepat kubereskan tempat
tidurku dengan beberapa buku yang berhamburan menemani tadi malam.
"pagi ma,pa.."
mama dan papa : pagi vi..
papa : vi, ayo cepat minum teh hangatmu dulu, baru pergi kerja.
(sambil menyiapkan sepatu,teh hagat kuminum sekali
teguk). pa,ma.. vi pergi dulu ya. Assalamualaikum.
mama dan papa : walaikumsalam.
mama : hati-hati vi, pulangnya jangan hujan-hujanan lagi.
nanti sakit.
iya ma, (sambil tersenyum dengan memberikan kode ke
ayahku)
keluar dari rumah, kuhirup aroma tanah segar setelah
hujan deras semalam. sungguh alai aromanya. ya inilah hidupku yang diselinggi
guyuran hujan dan imajinasi-imajinasi yang lahir adalah guyuran hujan deras
tanpa henti. terima kasih ayah, aku mencintaimu.
tokohnya wanita sayang, namanya vallerina soebrino.
jogja. kerja penulis di media masa jogja
Rintik Merupa Nada
by Mahabrata Liwangi @Liwangi
Ruang baca penuh dengan buku-buku sastra, pedoman hidup, sejarah
dan beragam lainnya. Huufft... sesekali aku benar-benar kerepotan membereskan
buku-buku kesayanganku.
Nyawa pada hidupku telah ditularkan buku, ruh yang ada
adalah kata-kata, dan ruangan ini adalah surga kecilku untuk berkarya. Sengaja
kubuat senyaman mungkin untuk membaca.
Ruangan berukuran 3x4 ini telah kuimpikan semenjak
semester akhir kuliah. Jauh hari telah kusiapkan rancangan untuk menempatkan
buku-buku istimewa. Ya, ibarat manusia jua, kusuguhi jamuan ringan kebersihan
setiap harinya pada tumpukan buku di bawah meja, di lantai sebelah kiri, dan di
rak-rak buku yang terbuat dari kayu jelutung melingkar ruang baca.
Ruangan ini adalah ruang favoritku dan suamiku. Terkadang
kami habiskan akhir minggu untuk menulis, membaca dan berdiskusi berdua.
Petang hari sangat mendung ketika kurapikan ruang baca. Kutatap
jam di atas rak buku, waktu menunjukkan pukul 16.45. Sebentar lagi suamiku
pulang kerja. Secepat kilat kubersihkan tempat ini. Tak lama, sekitar sepuluh
menit, semua buku kembali ke tempat semula dan rapi tertata. Suamiku merupakan
tipikal lelaki yang rapi, perfeksionis. Ia selalu ingin segala sesuatunya
bersih dan indah dipandang. Tak berbeda denganku, hanya terkadang aku lambat
dalam merapikan.
Kubuka pintu depan rumah dan menunggu suamiku. Seperti
biasa, ia tidak pernah pulang kerja jauh lewat dari pukul 17.00. Tampak dari
luar pagar suamiku pulang dengan mengendarai vespa tua berwarna biru muda,
warna favoritnya.
“Assalamualaikum, Ma,” suamiku mengecup keningku.
“Waalaikum salam...” sambil kubawakan tas kerjanya yang
berwarna hitam, “Gimana hari ini di kantor, Pa?”
“Ya, begitulah, Ma. Seperti biasa. Kerja, kerja dan
kerja, sebuah rutinitas yang membikin jenuh. Tapi semua pekerjaan selesai, Ma.”
“Alhamdulillah kalau begitu, yang penting semua beres. Ini
tehnya, Pa, tadi mama buat sebelum menyambut Papa pulang. Mau minum di tempat
biasa atau di sini?”
“Di tempat biasa dong, Ma,” suamiku tersenyum sambil
merangkulku.
Kami menuju beranda belakang yang menghadap ke halaman penuh
dengan tanaman-tanaman kecil dan sebuah kolam dengan air mancur yang riaknya
sangat tenang. Kami terbiasa mendengar air, karena suaranya dapat membangkitkan
gairah menulis.
Langit semakin mendung.
“Sebentar, Pa, Mama ke dapur dulu,” melihat suamiku menyeruput
tehnya dengan nikmat, aku pun ingin menikmati teh bersamanya.
“Iya, Ma.”
Setelah aku membuat secangkir teh hangat, terdengar di
luar hujan mengguyur dengan lebatnya. Ini yang kutunggu, sebuah undangan untuk
kudengar nada-nada indah hujan dan aroma tanah yang meringankan suasana.
Kuhampiri suamiku di beranda. Dari dekat kulihat ia
termenung. Ini merupakan hal biasa dari dirinya.
“Pa, termenung ya? Hayoo... mikirin apa?”
“Ah, nggak kok, Ma. Cuma mikirin karya-karya untuk
pameran bulan depan.”
“Semua pasti berjalan dengan sempurna. Mama percaya.
Yakinlah, Pa.”
“Amien, semoga ya, Ma.”
Setelah puas mengobrol sambil menikmati teh, suamiku
menuju ke kamar mandi. Aku masuk ke kamar dan menatap ke luar jendela yang
kubuka. Sungguh indah tetes demi tetes air yang jatuh.
Lama aku berdiri di balik jendela kaca berlapis kayu
jelutung plitur hitam ini. Tak kusadari setengah jam sudah aku berdiri menatap
hujan.
Aku teringat pada suamiku yang sejak tadi belum kembali
dari kamar mandi. Ke mana dia? Tanyaku dalam hati.
Ah, mungkin di ruang baca. Aku bergegas menuruni anak
tangga untuk menemui suamiku.
Kulihat dari balik pintu ruang baca, suamiku sedang
menulisi secarik kertas, entah apa yang ditulisnya. Terus saja kuintip ditemani
heningnya hujan senja ini. Ia begitu sejati dalam menulis, itulah yang membuatku
jatuh hati kepadanya. Cinta sejati yang kunantikan semenjak lama, dan akhirnya Allah
mempertemukan hatiku dengannya.
Kusudahi melihat suamiku menulis dan masuk ke ruangan
tersebut, “Pa, sedang menulis apa?”
“Biasa, Ma, puisi untuk dikirim ke koran besok.”
“Iya, menulislah, Pa. Apalagi sekarang adalah suasana
yang kita sukai. Hujan,” kataku sambil memijit pundaknya.
“Benar, itu juga yang mengundang inspirasi Papa untuk
menulis. Jika tidak ditulis, nanti kata-kata itu hilang. Kan rugi, Ma.”
Kubiarkan suamiku melanjutkan tulisannya. Aku menuju
dapur untuk menyiapkan makan malam.
Hujan begitu
bersahabat dengan jiwa kami. Jika saja setiap harinya hujan, maka
tulisan-tulisan yang ditulari oleh inspirasi rintiknya akan bebas mengalir.
Bumi ini sangat indah untuk dilukiskan dengan kata-kata,
dan aku telah menyempurnakan baris per baris lirik lagu dan puisi hasil karyaku
untuk dinyanyikan oleh teman-teman dan para pemusik yang datang tiap minggunya.
Intonasi nada pada lirik lagu yang kubuat adalah tarian
hujan yang mendenting pelan kemudian keras, sehingga itulah yang menjadi gaya
tulisan pada setiap nafas-nafas lirik dan puisi-puisi yang aku dan suamiku ciptakan
di selang hari demi hari.
Hujan merupakan semangat yang siap dilukiskan di balik
embunnya pada kaca jendela. Hujan adalah elegi-elegi bahagia yang mengerucutkan
vertikal transendensi struktur kata menjadi baris indah. Karenanyalah aku namai
buku antologi pertamaku Rintik Merupa Nada.
Bermimpi dan bermimpi, menulis dan untuk menjadi penulis.
Semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya.
Hidup akan terus mengalir bak air yang tenang hingga
bermuara pada telaga-telaga sepi yang indah.
Jambi, 13 Maret
2011
Teruntuk Rani Amalia Busyra
Menyibak Wajah Meja 7
Mahabrata
Liwangi @Liwangi
Serasa mimpi dan
berkali-kali mimpi, wajahnya seperti dewi yang tiada cacat sedikitpun. Ah! Apa
benar aku bermimpi? Kutepuk wajahku. Aku tidak bermimpi, kawan...
“Ky, lihat aku
tak bermimpi. Hahaaa...” kataku setengah sadar mencolek-colek keras bahu Ricky.
“Lah piye toh? Memang
itu wanita sungguhan, Bro,” kata Ricky sambil menghindar dari colekanku.
Kesakitan.
“Ah payah kau
ini. Dari kemarin gak berani kenalan. Sudah lima hari kita berulang datang ke
kafe ini,” kata Sitorus sambil merentangkan kedua tangannya ke sandaran sofa.
“Bukan gitu,
Bro. Aku harus cari waktu yang tepat buat dekatin dia. Kita harus punya mapping
love dong, alias peta cinta,” aku berdalih.
“Bah, bicara apa
kau ini? Mapping love, mapping love... Ah, repot kali. Love langsung lah! Gak
usah kau pake mapping-mapping. Nanti keriting kau!” Sitorus menepuk bahuku.
Keras. Membuatku nyaris mencium meja.
“Hahahahaha...”
semua terbahak melihatku dan Sitorus.
Aku seperti tak
sanggup menahan kekaguman melihat keanggunannya. Mataku tak henti
memelototinya. Kulit putih, wajah polesan asia, tubuh molek bak model, artis
pun kalah dengan gadis ini. Sangat luarrr biasa! Cepat atau lambat aku harus
mengenalnya. Ia idaman setiap lelaki, calon ibu yang baik. Alah, dari mana aku
tahu? Apakah ia baik secara batiniah? Semoga saja.
Dalam diam, aku
tak berdaya melihat tarian wajahnya, tiap malam ia hadir di mimpiku. Seakan ada
kaitan hati yang teramat kuat.
Hai, pekalah. Aku disini menunggu sapamu.
Kuserahkan
seluruh tatapanku ke arahnya. Ini hari keenam, semoga ia bertekuk melihat sapa
mataku. Di hadapannya ada tiga wanita yang sedang asyik saling tertawa. Mungkin
membicarakan hal-hal lucu.
Hei, lihat ke sini! Ah kaca mata kuda juga
ni cewek.
Gaun merah yang ia
kenakan membuat warna hatiku memerah penuh cinta.
Kasih, aku ingin kamu. Kapan kita bertatap
dekat? Kuingin menjadi satu dalam tubuh, meliukkan tubuh kita jadi satu di meja
ini.
Hari ketujuh di
meja yang sama, kupikir inilah saatnya kuberanikan diri untuk berkenalan
dengannya. Ia duduk di meja biasa, meja 7. Kebetulan ia sedang sendiri. Ini
waktu yang tepat. Aku bergegas merapikan rambut dengan sisir tuaku dan
menghampirinya.
“Hai...” suaraku
sedikit bergetar grogi ketika menyapanya.
“Hai juga...”
gadis itu menjawab ramah, tiba-tiba keningnya sedikit berkerut “Hei, Lintang?”
Hah! Dia tahu
namaku! Dari mana dia tahu namaku? Aku terpaku.
“I...iiya. Kok
tahu namaku?” aku tergagap terkejut.
“Ini aku,
Lintang. Ayuni, teman SMA-mu.”
Aku sama sekali
tidak ingat padanya, ada apa dengan memoriku? Sampai melupakan temanku sendiri.
“Ayuni???
Teman?? Aku baru mengenalmu sekarang. Aku sering memandangmu dari meja depan,”
aku menunjuk-nunjuk meja dan sofa tempat aku biasa duduk.
“Lintang…”
katanya penuh prihatin, “Aku tahu semua kejadian di dirimu. Dulu kita teman
dekat. Kau hilang ingatan lima tahun lalu gara-gara kecelakaan beruntun di
jalan Sudirman. Kau mengendarai Honda Civic waktu itu.”
“Aaaa..aku
hilang ingatan?!” aku masih tak percaya.
“Iya, sepertinya
kamu melupakan segalanya. Tapi kami tetap ingat kamu, Lintang.”
Aku berbalik dan
berlari menjauh dari mejanya.
“Lintang...
Lin...” Ayuni berusaha memanggilku kembali.
Tak kuhiraukan
teriakan Ayuni. Aku hilang ingatan, dan sekarang aku baru tahu ia temanku.
Aku hilang
ingatan! Sungguh hilang atau memoriku sementara dipindahkan Tuhan ke kantong
celanaku?
***
Nama : Mahabrata Liwangi
TTL : Jambi, 22 Agustus
E-Mail : mahabrataliwangi@yahoo.com
Twitter : @Liwangi
Secarik Tawa Untuk Masa Depan
by Mahabrata
Liwangi
@liwangi
Dear my beloved
sweetheart Rani Amalia Busyra
Keseimbangan
itu adalah kayuh yang tanpa lelah
dan
kumulai dari sini, alur yang kunantikan
Sayang, apa
kabar di sana?
Semoga baik-baik saja, karena doa-doa yang terpancar ke arah kehidupan kita
tidak pelak kuhiraukan, selalu tergagas di otak. Karena satu, karena dirimu
adalah wasiat hidupku.
Aku ingin kelak
dapat hidup dengan berbagai mimpi kita. Di daerah persawahan, sunyi dan tidak
begitu bingar di situasi hari-hari, menghabiskan masa tua dengan anak-anak yang
kita didik dengan berbagai kata, berbagai seni dan budaya agar kelak mereka
mengimani dunia yang sebenarnya. Setujukah dirimu, Sayang?
Aku bekerja di sini,
mengumpulkan sebanyak-banyaknya bekal agar kelak kita bisa sempurna menjalani
kisah hidup.
Bagaimana dengan
rencana-rencana terdahulu yang kita lontarkan di sebuah pohon tua, merbabu
senja di pelupuk hari? Sering kuutarakan ingin mempunyai 11 anak nanti.
Jangan terkejut,
Sayang. Orang-orang terdahulu sebelum kita berkata: banyak anak pasti banyak rejeki.
Selain itu dari segi masuk akalnya, mempunyai banyak anak dapat menimbulkan
keramaian suasana di rumah. Sangat indah, bukan? Aku yakin dirimu satu pikiran
denganku. Semoga.
Setiap saat
terpikirkan harapan-harapanku padamu, Sayang: Agar bisa tetap menjadi istri
yang baik untuk keluarga kita kelak; Tetap berkarya, karena itu adalah hal
terpenting, agar kita habiskan masa tua kita dengan kata-kata tersirat dalam
kertas-kertas yang hangat; Tak pula kulupa harapanku agar dirimu menjadi istri
yang penurut dan soleh.
Amin ya Allah,
semoga Kau kabulkan segala permohonanku ini.
Sayang, jangan ragu dan jangan pernah
berubah…
Aku padamu, dan karena kobar hidupmu aku
memilihmu untuk masa depan. Aku mencintaimu apa adanya; yang sebisa mungkin
disampaikan angin manapun, sapalah ia dan rautan yang terjadi telah terjajal
siap ditarikan.
Semoga dengan surat ini kita bisa saling
menyayangi dan memperkuat kembali apa yang dinamakan Cinta, Hidup dan Kelak. Gapailah
keindahan antara kita karena hanya itulah senyum, semoga membara abadi. Itu
harapanku.
Tidak
akan kukatakan dengan berbagai kata-kata yang terbuang dan tidak mempunyai arti
apa-apa
Sebuah
tanda adalah arti
Semoga
engkau adalah kekasih hati
Kekasih
untuk anak-anakku
Dan
belaian abadi di saat lelahku
In
Jambi, 07 Maret 2011
Mahabrata Liwangi
Nama : Mahabrata Liwangi
E-Mail : mahabrataliwangi@yahoo.com
Twitter : @liwangi
HP : 0831 7146 3077
Lahir : Jambi, 22 Agustus
Langganan:
Postingan (Atom)