Sabtu, 17 Desember 2011

Sebuah Novel Perjalanan Menyapa Mimpi



Berbagai hari menjelang  hari esok  begitu sederhana, ini dunia punya siapa tanyaku. Terlalu bebas untuk berbuat, aku telah jauhdariNya, dunia ini seperti kosong dan hampa, ibarat kotak box kosong maka terserah tuan ingin mengisi apadidalamnya, apresiasikah, ruangbukukah, imajinasi atau budaya. Terserah orang mau menyebutnya apa, tetapiinilah hidupku. Aku bangga bergaya dengan prinsipku. Betapasepi kurasakan seorang diri, hanya pada malam hari para teman berkunjung. Mengobrol tentang makna hari, esok dan nanti. Tentang masa depan. Sore telah mengajakku berkencan dengan mimpi, ah lebih baik aku sapa mimpi sekarang. Lelapkan haus akan mimpi.
Ah tak terasa hujan membangunkan tidurku pada pukul 22.00 wib mala mini, sungguh sepi disemai Guntur malam. Tok…tokkk…tok..yan,.yan…Assalamualaikum…terdengar suara dari luar pintu. Ini pasti rendy tebakanku. Walaikumsalam, eh ren, masuk…
Aku : waduh basah kuyup gini ren?
Rendy : iya yan, tadi dijalan tiba-tiba diguyur hujan, tiba-tibaaja hujan lebat.
Aku : mungkin kau belum mandi, jadi langit tahu..hahaa…sebentar aku buatkan kopi dulu ren.
Rendy : oke bro…
Sembari kubuatkan kopi, aku memikirkan pembahasan mengenai proyek buku yang akan ia kerjakan.
Aku : ngomong-ngomong bagaimana proses bukumu ren?
Rendy : masih dalam tahap pengeditan yan…doakan saja cepat selesai.
Aku : oo begitu, ya..yang penting tetap semangat untuk menyelesaikannya ren, kelak kau akan terkenal dan namamu dijajarkan dengan sekelas penulis nasional.
Rendy : ah kau terlalu memuji yan, aku hanya mencoba menulis saja dan menerbitkannya. Untuk menjadi terkenal itu diluar dari mimpiku.
Aku : ya, menjadi orang terkenal memang tidak harus bermimpi, usaha yang perlu dilakukan. Seorang penulis tidak dapat dikatakn penulis jika karyanyabelum pernah dipublikasikan. Itu yang kutahu.
Rendy : ya benar yan, pembaca akan tahu jika penulis menyebarkan karyanya ke khalayak luas.
Aku : dahulu aku pernah bermimpi menulis tentang mimpi ren.
Rendy : hah…yang benar kau yan? Bagaimana idenya, terdengar menarik ini.jarang kudengar penulis mengangkat mimpinya menjadi tulisan yang selanjutnya diterbitkan. Kalaupun ada pastilah penulis yang sudah besar namanya.
Aku : itulah sebabnya aku ingin mengangkat tema mimpi ini ren. Idenya semua mimpiku kukaitkan kedunia nyata dan masa depan. Jadi seperti medan magnet 3 waktu.
Rendy : wow…brilliant…keren yan. Lanjutkanlah mimpi itu, aku orang pertama yang akan membacanya.
Aku : pasti kawan, aku ingin menuliskannya.

***
Malam semakin larut obrolan mengenai tulisan tidak berhenti samapai mata kami terkantuk-kantuk. Memang seorang seniman selalu haus akan kata-kata. Jika telah mengobrolbisa menghabiskan waktu bberjam-jam. Aku tak sabar menunggu tiga bulan kedepan,kekasihku ulang tahun dan aku berniat memberinya hadiah terindah dalam hidup ini.
Namanya Rani Amalia Busyra, cukup panjang namanya. Aku mengenalnya dari sejak semasa SMP sampai saat ini. Dahulu aku mengira sebatas kekaguman semata akan menjadi persabatan, tetapi aku malu untuk mengenalnya lebih jauh. Maklum aku hanyalah seorang lelaki bodoh dan tidak punya nyali kepada wanita. Tetapi jangan ditanya kalau soal mengobrol dengan sejenis bersama temanku. Hamper setiap harinya kubantai obrolan mereka dan sampai-sampai mereka terdiam kehabisan kata-kata. Anehnya aku takut ke wanita, para teman-temanku malah meminta pendapat mengenai pacarnya ke diriku, dan aku bisa memberinya. Sedangkan aku sendiri tidak dapat mengabulkan masalah ketakutanku sejak dulu untuk dekat dengan wanita bahkan untuk mengutarakan isi hatinya. Siang itu aku bertemu rani, tubuhnya munggil dan imut terlihat. Ia berjalan menuju kelas, aku berdiri didepan kelasku. Selalu kulihat dirinya. Siapa yang tidak mengenal dirinya yang penuh talenta dalam prestasi dan bakatnya. Dia seorang penyanyi dengan suara khas yang kusebut jazz klasik. Sekarang teman-temanku hanya bisa bernyanyi nada pop, itupun kembung aku mendengarnya, maklum sudah biasa kudengar di radio setiap malamnya. Berbeda dengan dirinya, ia mempunyai suara yang khas, suara jazz yang lembut. Mesra kudengar, hal inilah yang diam-diam telah memasuki ruang hatiku, aku menyukainya dengan diam-diam. Sempat juga aku nervous ketika melihat dirinya berjalan dengan teman lelakinya yang tak kutahu entah itu pacarnya atau bukan. Beginilah nasib seorang lelaki yang menyukai secara diam-diam, harus kuat dan pantang menyerah. Ciri khas lainnya yang ada pada dirinya ialah selalu memakai rok panjang, berbeda dengan cewek lainnya yang mekakai rok pendek, bahkan sangat pendek sekali pun ada. Dengan sengaja ingin memamerkan bagian tubuh mereka, hmm.. siapa yang menyukai wanita seperti itu, lelaki cabul mungkin menyukai dan hasrat sementara tidaklah abadi.
Perasaanku padanya untunglah hanya sebatas menyukai, aku belum berani menyatakan hatiku padanya. Biar waktu yang akan menjawabnya nanti. Insyaallah akan ada jalan jika Tuhan berkehendak mempertemukan kami nanti.
***
Kelas 3 SMP semester akhir mendekati kelulusan, aku bersama teman-teman sibuk menyiapkan penampilan pada saat pentas seni perpisahan nanti. Teman-temanku memang menyukai musik tentu mereka akan menampilkan karya mereka.
Aku hanya terbiasa menonton sebagai penikmat acara, ketika mereka membutuhkan pertoonganku aku siap membantu, jika tidak ya sudah aku akan diam duduk manis melihat aksi mereka. Setiap sorenya teman-temanku latihan band untuk mempersiapkan penampilan di hari terakhir perpisahan.
Hari ini aku merasa seorang diri, sangat sepi dan sedih memikirkan nasib, apa aku akan bertemu Rani. Aku hanya bisa berdoa agar kelak aku akan bertemu dirinya lagi. Suasana ramai diruang kelas yang bebas karena guru Bahasa Inggris tidak hadir dikarenakan sakit, riuh membuatku pusing tak karuan. Ihdi,Najmi, Novri mulai dengan canda mereka dipaling pojok belakang. Ah… aku pusing, tak dapat berkonsentrasi mengerjakan soal-soal ini. Nanti juga mereka akan mencontek hasil yang telah kukerjakan, mengapa mereka tidak bisa diam sejenak. Sialan, mau kutegur malas, biarlah…aku mulai berpindah tempat duduk kebaris depan kiri. Nah, disini aku mulai bisa berkonsentrasi mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris.
Sejam telah berlalu, akhirnya tugasku selesai. Yan….yan….terdengar suara dari belakang.
Ihdi : yan, sudah selesai (dengan memainkan alisnya)…aku contek dulu yan..
Aku : sudah di, nih…salinlah, waktu tinggal 30 menit lagi. Cepat kau bereskan di.
Ihdi : siap bos…
Bisanya Cuma mencontek saja, setiap harinya begini. Mau jadi apa bangsa jika negaranya berpaham copy paste. Alamak, regenerasi yang tidak memikirkan masa depan. Yang penting aku tidak seperti mereka, cukup itu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar