Selasa, 08 November 2011

Ayahku Dalam Karikatur Abstaksi Mimpi

Ayahku Dalam Karikatur Abstaksi Mimpi

Sore itu lorong waktu berkecamuk memukul hari-hariku, teman-teman asyik bermain diluar dengan manja dan tertawa, akulah anak-anak yang tiada pernah merasakan permainan dengan keindahan bersama… berawal dari pustaka hari, umurku baru 5 tahun. Ayah…ayah dalam mimpiku kata ibu, kenapa nak?
Ibu : Kamu bermimpi lagi? Yan rindu Ayah bu, kemana ayah. Ayah bu. Ayah!.
Ibuku hanya terdiam dalam kabut malam itu. Tepat pukul 03.12 wib ibuku terisak di ruang dapur, aku mendengar sesayup doa yang cukup mencenggangkan hati. Ibuku berkata, jika bukan karena anak-anakku ya Allah” aku ingin menemuiMU ya Allah, Ya Allah, mengapa jalan hidup keluargaku begitu menyedihkan.
Tanpa pikir panjang aku langsung berlari mendekkati ibu, ibu kenapa menangis (sambil kupeluk dengan erat bahu atasnya).
Ibu       :  Ibu gak apa-apa nak, Cuma shalat aja. Kamu kenapa belum tidur yan?
Yan     : terbangun bu, mendengar tangisan ibu, yan khawatir. Sudah, sudah…gak apa-apa, sekarang tidur ya.
Ibu       : Ibu mau memasak lagi untuk jualan esok pagi.
Yan : Iya bu…
***
Pagi yang dipunguti hujan deras…ibuku masih dalam kesibukkannya memasak dan membuat kue-kue kecil untuk dititipkan ke sekolah dasar.
Yan : pagi bu…ibu sudah sarapan?
Ibu       : belum nak, ibu masih sibuk membuat kue, o iya kamu tolong ambilkan baskom itu.
Yan : ya bu…
sambil kuambil roti tawar untuk ibu
yan : Bu…ini baskomnya, rotinya dimakan dulu bu.
Ibu : iya nak…
Memandang keluar jendela, kutilik jelas anak-anak seumuranku bermain klereng, bermain kejar-kejaran. Sedang aku hanya bias terdiam dirumah dan memperhatikan alur permainan mereka.
Aku hanya bias terdiam dan menduduki istana surge rumahku bersama ibu, kelahiranku normal kata ibu, tapi dokter memvonis dengan penyakit tumor jinak di otakku. Inilah alas an kuat ibuku melarang bermain, sedikit kelelahan aku bias jatuh pingsan dan tergeletak tak sadarkan diri. Sama halnya dengan manusia yang sekarat.
Lingkungan yang berdebu menjadi alasan kuat untuk bermain, memang lingkungan di sekitar rumahku tidak begitu nyaman, debu adalah ratapan manusia sekitar. 90% udara bersih jarang kami hirup disekitar rumah.

Pukul 07.00 wib, mentari mulai menarik ulur cahaya, ibu telah siap dengan lampan tuanya dengan ratusan kue yang telah dibuatnya. Siap untuk diantarkan ke sekolah dasar negeri 20.
Ibu : yan, ibu pergi dulu ya. Untuk sarapan sudah ibu persipakan dimeja makan. Nanti setelah makan kamu jangan lupa makan ya.
Yan : iya bu, ibu hati-hati di jalan.
Ibu : iya nak..Assalamualaikum…
Yan : walaikumsalam

Seperginya ibu dari rumah, ratapan mataku kembali tertuju kesemua ruangan rumah. Entah kenapa kembali kucari ayah, wajahnya, rupah dirinya dalam mimpiku. Lemari tua yang berada didalam kamar menjadi acuan otakku untuk mencari tentang ayah, perlahan kucari dan kucari dengan harap. Dibawah lemari dengan tumpukkan baju, tanpa sengaja kutemukan secarik surat dari…Abdul Wahab. Teruntuk Sulastri.
Kubaca perlahan, dengan gemetar.

Teruntuk istriku tercinta…
Sulastri
Senin,12 januari 1982
Ma, aku pergi untuk mencari nafkah, maaf tanpa pamit aku tinggalkan secarik surat ini. Aku berjanji akan kembali setelah sukses nnanti. Jagalah baik-baik Ardian dirumah. Semoga Allah selalu melindungi mama dan Ardian.
Aku pergi ma….

Abdul Wahab

Selesai kubaca, kembali kucari apa lagi peninggalan ayah untuk ibu. Tanpa kusadari didalam amplop tersimpan cincin nikah ayah dan photo ukuran 3X4 yang using tersangkut zaman. Inilah ayahku, akhirnya kutemukan rupanya. Betapa bahagia diriku dapat melihatnya walau ahnya dalam bentuk photo dan rautan wajahnya aku yakin, dia pasti kembali untuk keluarganya.
Tok…tok…
Assalamualikum…
Tok…tok….
Hah…aku terkejut, siapa diluar. Cepat-cepat kurapikan berkas-berkas surat ketempat semula.
Assalamualikum…
Lastri…lastri…

Aku langsung berlari menlihat keluar pintu…siapa diluar.

Walaikumsalam…
Yan : oo…tante ning, kenapa tante?
Ning : ibu belum pulang yan?
Yan : belum tante, ibu masih di sekolah, mungkin sebentar lagi. Kenapa tante?
Ning : gak, ini ada surat dari pak pos buat ibu.
Yan : iya tante, nanti yan sampaikan. Terima kasih tante…
Ning : iya sama-sama yan, kalau begitu tante mohon pamit ya
Yan : iya tante, hati-hati ya tante

Hari telah menyingsing hangat, ibu belum juga pulang. Aneh tak seperti biasanya ibu belum pulang. Dan perasaanku semakin heran dengan isi surat yang diberikan dari tante ning, diatasnya tertulis teruntuk sulastri. Dan tidak ada alamat pengirim, hanya initial A.W. aku pikr dengan keras, A.W, A.W, apa benar Abdul Wahab, tanyaku dengan keras…
Tanpa pikir panjang kubuka surat itu,    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar