Selasa, 08 November 2011

Rintik Merupa Nada

Rintik Merupa Nada
by Mahabrata Liwangi

ruang baca yang dipenuhi buku-buku sastra,pedoman hidup,sejarah dan lain-lain menumpuk diruang ini. huh..sesekali aku benar-benar kerepotan membereskan buku-buku kesayanganku. nyawa pada hidupku telah ditularkan buku, ruh yang ada adalah kata-kata dan ruangan ini adlah surga kecilku untuk berkarya. sengaja kubuat dengan senyaman mungkin untuk membaca, ruangan berukuran 3X4 ini telah kuimpikan semenjak semester akhir kuliah. jauh hari telah kusipakan rancangan untuk menempatkan buku-buku istimewa, ya ibarat manusia jua kusuguhi jamuan ringan kebersihan setia harinya pada tumpukan buku dibawah meja, dilantai sebelah kiri dan di rak-rak buku yang terbuat dari kayu jelutung melingkar ruang baca.
ruangan ini sudah menjadi ruangan favorit aku dan suamiku, untuk menulis, terkadang kami habiskan weekend untuk menulis, membaca dan berdiskusi berdua.
petang hari sangat mendung ketika kurapikan ruang baca, kutatap jam di atas rak buku, waktu menunjukkan pukul 16.50. sebentar lagi suamiku akan pulang kerja. dengan secepat kilat kubersihkan tempat ini. tak lama, sekitar 10 menit semua buku kembali ketampat semula dan rapi tertata. suamiku merupakan tipikal lelaki yang rapi,perfectionisx ia selalu ingin segala sesuatunya bersih dan indah dipandang. tak jauh denganku, hanya terkadang aku lambat dalam merapikan.
tepat pukul 17.00 kubuka pintu depan rumah untuk menunggu sumiku, seperti biasa ia tidak pernah lewat dari jam 17.00 sepulang kerja. tampak dari luar pagar suamiku pulang dengan mengendarai vespa tuax biru muda warna favoritnya.
suami : Assamualikum..(sambil dikecupnya keningku) ma..
aku : walaikumsalam.. (sambil kubawakan tas kerjanya yang berwarna hitam). gimana pa hari ini dikantor?
suami : yah.. gitulah ma, seperti biasa. kerja, kerja dan kerja, sebuah rutinitas yang jenuh tapi semua pekerjaan selesai ma.
aku : alhamdulilah kalau gt, yang penting semua sudah beres pa. ini tehnya pa, barusan mama buat tadi. mau minum ditempat biasa atau disini pa?
suami : ditempat biasa dong ma.


kami menuju ruang belakang yng dipenuhi tanaman-tanaman kecil dan sebuah kolam dengan air mancur yang riaknya sangat tenang. kami terbiasa mendengar air, karena suaranya dapat membangkitkan gairah untuk menulis. cuaca diluar semakin mend, melihat suamiku meminum secangkir teh. akhirnya kuputuskan untuk membuat teh juga di dapur.
aku : sebentar pa, mama ke dapur dulu.
suami : iya ma
setelah kubuat secangkir teh hangat hujan mengguyur begitu lebatnya. hah ini yang kutunggu, sebuah undagan untuk kulihat nada-nada indah hujan dan aroma tanah yang meringankan suasana.
kuhampiri suamiku diruang belakang, (dari dekat kulihat ia termenung, ini sudah hal biasa bagi dirinya).
aku :pa, termenung ya..ayooo mikirin apa
suami :ah, ngak kok ma, cuma mikirin karya-karya untuk pameran bulan depan
aku : sudahlah pa, semua pasti berjalan dengan sempurna, percayalah
suamiku: amin, semoga ya ma.
tidak berapa lama kemudian, suamiku menuju ke wc untuk mandi. aku duduk dibelakang sambil kubuka jendela dan melihat tetes demi tetes air yang jatuh, sungguh indah. lama kuberdiri dibalik jendela kaca berlapis kayu jelutung plitur hitam. sampai-sampai aku tak menyadari telah setengah jam kuberdiri disini untuk menatap hujan,   
aku langsung menuju kamar untuk melihat suamiku, hah..ternyata dia tidak ada. kemana dia tanyaku dala hati, ah mungkin diruang baca. aku bergegas menuruni anak tangga untuk menemui suamiku.  kulihat dari balik pintu ruang baca, suamiku sedang menulis dikertas, entah apa yang ditulisnya. terus saja kuintip dengan ditemani heningnya hujan disore hari. ia begitu sejati dalam menulis, itulah yang membuatku jatuh hati kepadanya. cinta sejatiku yang kunantikan semenjak lama, dan akhirnya Allah menunjukkan ia padaku.
kusudahi melihat suamiku menulis dan masuk keruangan tersebut, pa lagi menulis apa?
suami: biasa ma, puisi untuk dikirimkan kekoran besok..
aku : (sambil memijit pundaknya) iya pax menulislah. apalagi sekarang adalah suasana yang kita sukai. hujan pa.
suami: iya ma, benar itu juga yang mengundang inspirasi papa untuk menulis, jika tidak ditulis nanti hilang kata-kata itu kan rugi ma
aku: iya pa, menulislah

kubiarkan suamiku menulis dan menuju kedapur untuk menyiapkan hidangan malam. hujan begitu bersahabat dengan jiwa kami. jika saja setiap harinya hujan maka tulisan-tulisan yang ditulari oleh inspirasi rintiknya akan bebas mengalir. bumi ini sangat indah untuk dilukiskan dengan kat-kata. aku telah menyempurnakan baris per baris lirik lagu dan puisi hasil karyalu untuk dinyanyikan oleh teman-teman dan para pemesan yang datang tiap minggunya. intonasi nada pada lirik lagu yang kubuat adalah tarian hujan yang mendenting pelan kemudian keras, sehingga itulah yang menjadi gaya tulisan pada setiap nafas-nafas lirik dan puisi-puisi yang kuciptakan aku serta suamiku diselang hari demi hari.
hujan merupakan semangat yang siap dilukiskan dibalik embunnya pada kaca jendela, hujan adla elegi-elegi bahagia yang mengkerucutkan vertikal transendensi struktur kata menjadi baris indah, karenanyalah aku namai buku antologi pertamaku Rintik dan Nada.
bermimpi dan bermimpi, menulis da untuk menjadi penulis. dan semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya.
hidup akan terus mengalir bak air yang tenang hingga pada telaga-telaga sepi yang indah.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar