Rintik Merupa Nada
by Mahabrata Liwangi
ruang baca yang dipenuhi buku-buku sastra,pedoman
hidup,sejarah dan lain-lain menumpuk diruang ini. huh..sesekali aku benar-benar
kerepotan membereskan buku-buku kesayanganku. nyawa pada hidupku telah
ditularkan buku, ruh yang ada adalah kata-kata dan ruangan ini adlah surga
kecilku untuk berkarya. sengaja kubuat dengan senyaman mungkin untuk membaca,
ruangan berukuran 3X4 ini telah kuimpikan semenjak semester akhir kuliah. jauh
hari telah kusipakan rancangan untuk menempatkan buku-buku istimewa, ya ibarat
manusia jua kusuguhi jamuan ringan kebersihan setia harinya pada tumpukan buku
dibawah meja, dilantai sebelah kiri dan di rak-rak buku yang terbuat dari kayu
jelutung melingkar ruang baca.
ruangan ini sudah menjadi ruangan favorit aku dan
suamiku, untuk menulis, terkadang kami habiskan weekend untuk menulis, membaca
dan berdiskusi berdua.
petang hari sangat mendung ketika kurapikan ruang baca,
kutatap jam di atas rak buku, waktu menunjukkan pukul 16.50. sebentar lagi
suamiku akan pulang kerja. dengan secepat kilat kubersihkan tempat ini. tak
lama, sekitar 10 menit semua buku kembali ketampat semula dan rapi tertata.
suamiku merupakan tipikal lelaki yang rapi,perfectionisx ia selalu ingin segala
sesuatunya bersih dan indah dipandang. tak jauh denganku, hanya terkadang aku
lambat dalam merapikan.
tepat pukul 17.00 kubuka pintu depan rumah untuk menunggu
sumiku, seperti biasa ia tidak pernah lewat dari jam 17.00 sepulang kerja.
tampak dari luar pagar suamiku pulang dengan mengendarai vespa tuax biru muda
warna favoritnya.
suami : Assamualikum..(sambil dikecupnya keningku) ma..
aku : walaikumsalam.. (sambil kubawakan tas kerjanya yang
berwarna hitam). gimana pa hari ini dikantor?
suami : yah.. gitulah ma, seperti biasa. kerja, kerja dan
kerja, sebuah rutinitas yang jenuh tapi semua pekerjaan selesai ma.
aku : alhamdulilah kalau gt, yang penting semua sudah
beres pa. ini tehnya pa, barusan mama buat tadi. mau minum ditempat biasa atau
disini pa?
suami : ditempat biasa dong ma.
kami menuju ruang belakang yng dipenuhi tanaman-tanaman
kecil dan sebuah kolam dengan air mancur yang riaknya sangat tenang. kami
terbiasa mendengar air, karena suaranya dapat membangkitkan gairah untuk
menulis. cuaca diluar semakin mend, melihat suamiku meminum secangkir teh.
akhirnya kuputuskan untuk membuat teh juga di dapur.
aku : sebentar pa, mama ke dapur dulu.
suami : iya ma
setelah kubuat secangkir teh hangat hujan mengguyur
begitu lebatnya. hah ini yang kutunggu, sebuah undagan untuk kulihat nada-nada
indah hujan dan aroma tanah yang meringankan suasana.
kuhampiri suamiku diruang belakang, (dari dekat kulihat
ia termenung, ini sudah hal biasa bagi dirinya).
aku :pa, termenung ya..ayooo mikirin apa
suami :ah, ngak kok ma, cuma mikirin karya-karya untuk
pameran bulan depan
aku : sudahlah pa, semua pasti berjalan dengan sempurna,
percayalah
suamiku: amin, semoga ya ma.
tidak berapa lama kemudian, suamiku menuju ke wc untuk
mandi. aku duduk dibelakang sambil kubuka jendela dan melihat tetes demi tetes
air yang jatuh, sungguh indah. lama kuberdiri dibalik jendela kaca berlapis
kayu jelutung plitur hitam. sampai-sampai aku tak menyadari telah setengah jam
kuberdiri disini untuk menatap hujan,
aku langsung menuju kamar untuk melihat suamiku,
hah..ternyata dia tidak ada. kemana dia tanyaku dala hati, ah mungkin diruang
baca. aku bergegas menuruni anak tangga untuk menemui suamiku. kulihat dari balik pintu ruang baca, suamiku
sedang menulis dikertas, entah apa yang ditulisnya. terus saja kuintip dengan
ditemani heningnya hujan disore hari. ia begitu sejati dalam menulis, itulah
yang membuatku jatuh hati kepadanya. cinta sejatiku yang kunantikan semenjak
lama, dan akhirnya Allah menunjukkan ia padaku.
kusudahi melihat suamiku menulis dan masuk keruangan
tersebut, pa lagi menulis apa?
suami: biasa ma, puisi untuk dikirimkan kekoran besok..
aku : (sambil memijit pundaknya) iya pax menulislah.
apalagi sekarang adalah suasana yang kita sukai. hujan pa.
suami: iya ma, benar itu juga yang mengundang inspirasi
papa untuk menulis, jika tidak ditulis nanti hilang kata-kata itu kan rugi ma
aku: iya pa, menulislah
kubiarkan suamiku menulis dan menuju kedapur untuk
menyiapkan hidangan malam. hujan begitu bersahabat dengan jiwa kami. jika saja
setiap harinya hujan maka tulisan-tulisan yang ditulari oleh inspirasi
rintiknya akan bebas mengalir. bumi ini sangat indah untuk dilukiskan dengan
kat-kata. aku telah menyempurnakan baris per baris lirik lagu dan puisi hasil
karyalu untuk dinyanyikan oleh teman-teman dan para pemesan yang datang tiap
minggunya. intonasi nada pada lirik lagu yang kubuat adalah tarian hujan yang
mendenting pelan kemudian keras, sehingga itulah yang menjadi gaya tulisan pada
setiap nafas-nafas lirik dan puisi-puisi yang kuciptakan aku serta suamiku
diselang hari demi hari.
hujan merupakan semangat yang siap dilukiskan dibalik
embunnya pada kaca jendela, hujan adla elegi-elegi bahagia yang mengkerucutkan
vertikal transendensi struktur kata menjadi baris indah, karenanyalah aku namai
buku antologi pertamaku Rintik dan Nada.
bermimpi dan bermimpi, menulis da untuk menjadi penulis.
dan semuanya telah berjalan sebagaimana mestinya.
hidup akan terus mengalir bak air yang tenang hingga pada
telaga-telaga sepi yang indah.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar