Selasa, 08 November 2011

Lapindo


Lapindo

ibu-ibu lihat ada balon ditanah, itu ibu. balon.
ibu : itu bukan balon dek, itu gas. bahaya, jangan kesana ya.
aku : iya bu.
ko..joko..
joko : iya bu.. ada apa bu?
aku : jaga adikmu, jangan sampai dia kesana. bahaya
joko : iya bu, tenang saja joko jaga
lumpur merampas semua harta benda milikku, rumah yang tertelan bumi. keluarga yang kurang gizi, kini aku harus berjuang sendiri setelah suamiku meninggal bersama lumpur itu.
ribuan rumah menjadi selongsong timbunan lumpur, hancur terpecah belah. kami tak tahu lagi harus menuntut kepada siapa, sudah lelah kami meminta tanggung jawab pemerintah. terlalu lambat menanggani masalah ini. elemen-elemen LSM seakan berpihak ke pemerintah, pantas saja semuanya uang yang berbicara. negara hanya bisa berbicara tanpa tindakan cepat. akibatnya kamilah menjadi korban multi sengsara. sungguh biadab pemerintah, kerjanya hanya santai dan mengharapkan uang. tidak sedikitpun memperhatikan keadaan kami. tenda-tenda pleton dikira cukup untuk dijadikan rumah. kami telah menelan air mentah, panas terik menembus tenda serta dingin yang membuat meriang.
tidak ada lagi arena bermain bagi anak-anakku. semuanya menjadi lahan-lahan lumpur yang menyembur dari dalam perut bumi. inilah tontonan dan hiburan yang kami lihat tiap hari.
tahun 1996 merupakan kiamat bagi warga renokenongo, kami tidak mempunyai apa-apa lagi. hanya nyawa dan baju-baju untuk dipakai. apa ini teguran dari Allah bagi kami dan Indonesia yang telah jauh dari jalanNya.
semoga dengan doa yang kami haturkan, rumah-rumah baru dapat segera selesai dan kami dapat hidup layak seperti sedia kala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar